BPRNews.id - Proses seleksi direksi pada BPR Buleleng 45 (Perseroda) tampaknya akan berlarut-larut. Meskipun proses rekrutmen telah diperpanjang beberapa kali, tidak semua calon hadir pada tahapan seleksi.
Saat ini, terdapat tiga orang yang melamar sebagai calon direksi. Namun, pada proses Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK), hanya satu orang yang hadir. Kondisi ini memaksa Panitia Seleksi (Pansel) untuk membuka pendaftaran baru guna memenuhi kebutuhan dua direksi.
Proses seleksi ini sebenarnya telah dimulai sejak Agustus 2024. Namun, baru pada akhir Oktober ditemukan tiga peserta yang memenuhi syarat administrasi, yaitu I Ketut Karya, M. Anjas Dwi Herwanto, dan Vevy Indrawanti. Meskipun demikian, hanya Vevy Indrawanti yang hadir pada tahap asesmen di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Bali. Dua peserta lainnya, Anjas Dwi Herwanto dan I Ketut Karya, tidak hadir tanpa memberikan alasan.
Ketua Pansel Direksi Bank Buleleng 45, Ni Made Rousmini, menyatakan, "Hanya satu orang yang mengikuti UKK. Hasilnya sudah dikirim ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dinilai kelayakannya. OJK memiliki kewenangan untuk melakukan uji kompetensi tambahan jika diperlukan."
Sementara menunggu rekomendasi dari OJK atas hasil UKK, Pansel kembali membuka pendaftaran untuk seleksi direksi. Pihaknya membuka lowongan untuk dua jabatan direksi, yaitu Direktur Utama dan Direktur Operasional. "Pendaftaran sudah kami buka mulai hari ini, dan proses seleksi akan dilakukan seperti tahap awal," imbuh Rousmini, yang juga menjabat sebagai Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Buleleng.
Akibat situasi ini, Pemkab Buleleng kini kembali memperpanjang masa tugas direksi lama hingga Maret 2025 mendatang.
BPRNews.id - Darmawan Junaidi, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), mengungkapkan bahwa tahun 2024 menjadi periode yang penuh tantangan bagi sektor perbankan Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat suku bunga yang masih tinggi, meskipun Bank Indonesia (BI) sempat menurunkan dan menahan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 6%.
"Walaupun sudah mulai ada penurunan suku bunga benchmark [acuan], tetapi secara efektif bunga di pasar ini masih belum turun," ujar Darmawan dalam acara Bisnis Indonesia Economic Outlook yang dilansir pada Rabu 11 Desember 2024.
Darmawan menjelaskan, tingginya suku bunga di Indonesia merupakan respons terhadap tantangan perekonomian, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari faktor global. Salah satu dampak dari hal ini adalah ketatnya kondisi likuiditas di perbankan domestik. "Memang berbagai hal yang kita lihat tantangan tidak hanya secara domestik, tetapi juga secara global membuat likiditas di perbankan, terutama di pasar domestik ini masih cukup ketat," katanya.
Salah satu indikator yang mencerminkan ketatnya likuiditas perbankan adalah rasio pinjaman terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR). Berdasarkan data per kuartal I-2024 yang dirangkum Bloomberg Technoz, Bank Central Asia (BCA) memiliki LDR terendah, yakni sekitar 71%. Diikuti oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang memiliki LDR sebesar 83,38%, dan Bank Mandiri di posisi ketiga dengan LDR 84,9%. Bank Negara Indonesia (BNI) tercatat dengan LDR 89%, sedangkan Bank Tabungan Negara (BTN) mencapai 96%, yang menunjukkan likuiditasnya semakin ketat.
Sebagai informasi, LDR yang lebih tinggi menunjukkan bahwa likuiditas suatu bank semakin terbatas, sementara LDR yang lebih rendah menandakan bahwa bank tersebut memiliki lebih banyak likuiditas.
Darmawan juga menyampaikan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang diperkirakan masih berada di kisaran 5% pada 2024. Namun, ia optimis bahwa pada 2025, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat hingga 5,2%, dengan asumsi tidak ada perubahan signifikan dan dengan dukungan aktivitas ekonomi yang sudah berjalan.
Darmawan menekankan pentingnya strategi yang adaptif dan kesiapan menghadapi tantangan global dan domestik dalam sektor perbankan untuk memastikan kinerja yang optimal.
BPRNews.id - PT Bank SMBC Indonesia Tbk menegaskan komitmennya untuk menjadi bank universal dengan fokus pertumbuhan di berbagai segmen bisnis setelah sukses melakukan transformasi merek dari BTPN menjadi SMBC Indonesia. Dengan strategi ini, bank siap mengoptimalkan layanan baik di sektor korporasi maupun ritel.
Dalam acara SMBC Indonesia Media Gathering pada Selasa 10 Desember 2024, Andrie Darusman, Communications and Daya Head SMBC Indonesia, menegaskan bahwa rebranding ini mencerminkan arah baru bank yang lebih komprehensif. “Ini merupakan manifestasi komitmen, maka pertumbuhan akan jadi fokus baik dari sisi korporasi atau ritel atau di semua sisi karena kita sekarang menjadi bank universal. Kita tak hanya melihat pertumbuhan, tetapi juga di pemberdayaan,” ujarnya.
Menurut Andrie, bank kini mengkombinasikan kekuatan global dari brand SMBC dengan pemahaman mendalam tentang pasar lokal. Sebelum merger, BTPN dikenal dengan fokus pada sektor ritel. Namun, setelah bergabung dengan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) dan berganti nama, bank ini kini melayani segmen korporasi dan proyek infrastruktur.
Transformasi ini juga mengukuhkan integrasi bank dengan jaringan global SMBC. Langkah ini, menurut Henoch Munandar, President Director SMBC Indonesia, bukan sekadar perubahan identitas visual. “Transformasi merek ini lebih dari sekedar perubahan nama atau identitas visual. Langkah ini juga menandai tonggak lima tahun sejak penggabungan tersebut yang membuat SMBC Indonesia menjadi lebih kuat dan memberikan kami keahlian serta sumber daya yang dibutuhkan untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif,” jelasnya dalam konferensi pers, Selasa (3/12/2024).
Sejalan dengan visi ini, SMBC Indonesia menyatukan berbagai lini bisnis di bawah satu payung merek yang solid. Fokus ini memungkinkan bank memperkuat posisinya di pasar, menciptakan sinergi lintas segmen, dan membuka peluang pertumbuhan baru.
Fukutome, CEO dan President Director Sumitomo Mitsui Banking Corporation, menekankan bahwa SMBC Indonesia adalah entitas pertama di luar Jepang yang menawarkan layanan perbankan komersial penuh dengan merek SMBC. “Nama merek ini menunjukkan komitmen kuat Grup SMBC terhadap bisnisnya di Indonesia,” ujarnya.
Dalam perbankan korporasi, SMBC Indonesia berkomitmen memberikan solusi bernilai tambah tinggi dengan memanfaatkan jaringan global dan kemampuan produk unggulan. Untuk segmen ritel, bank akan mengakselerasi strategi pertumbuhan dengan memperkuat layanan seperti wealth management, pembayaran, dan pembiayaan konsumen.
“Meski namanya telah berubah, SMBC Indonesia terus menawarkan solusi keuangan di seluruh lini bisnis yang ada dan tetap berkomitmen untuk berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia,” tambah Fukutome.
Transformasi ini juga mengutamakan kontribusi sosial, sejalan dengan kebijakan inti manajemen jangka menengah SMBC Group. “Kami tidak hanya akan meningkatkan nilai ekonomi tetapi juga menciptakan lebih banyak nilai sosial di negara ini,” jelas Fukutome.
Pergantian nama dari BTPN menjadi SMBC Indonesia telah mendapatkan persetujuan dalam RUPSLB pada 29 Agustus 2024. Keputusan ini menegaskan sinergi lebih erat antara bank dengan induk usaha SMBC. Meski terjadi transformasi merek, layanan yang diberikan kepada nasabah tetap berjalan seperti biasa.
Transformasi ini juga menjadi penegasan komitmen bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya melalui pembiayaan UMKM, pengembangan ekonomi berkelanjutan, dan peningkatan kapabilitas digital melalui platform seperti Jenius serta program pemberdayaan masyarakat Daya.
Dengan strategi komprehensif ini, SMBC Indonesia siap memperluas jangkauan bisnis dan memperkuat perannya sebagai bank universal di Indonesia.
BPRNews.id - Bank-bank milik investor Korea dan Jepang di Indonesia menyatakan optimisme menghadapi 2025 dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan bisnis. Sejumlah bank telah merancang target dan rencana bisnis yang dinilai akan memperkuat kinerja mereka di tahun mendatang.
PT IBK Bank Indonesia Tbk (AGRS), bank yang dimiliki oleh Industrial Bank of Korea (IBK), menargetkan peningkatan penyaluran kredit sebesar Rp 2,5 triliun pada 2025 dibandingkan dengan realisasi kredit di 2024. Lee Dae Sung, Direktur IBK Indonesia, menyatakan bahwa fokus utama tetap pada sektor korporasi, khususnya industri manufaktur.
“Kami sebenarnya juga sudah mulai menyalurkan kredit sindikasi, dan tahun depan kami (IBK Indonesia) juga akan menjadi mandated lead arranger (MLA) yang dapat mendorong pertumbuhan kredit, walaupun tanpa sindikasi kami juga sudah bisa mendorong pertumbuhan kredit tahun depan,” ujarnya dalam acara Public Expose dan Investor Relation di Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Lebih lanjut, Lee menyebut bahwa IBK Indonesia sedang melakukan diskusi intensif dengan tiga perusahaan terkait penyaluran kredit sindikasi. Realisasi kredit IBK Indonesia secarabank only per Oktober 2024 telah tumbuh 15,35% yoy menjadi Rp 10,86 triliun dari sebelumnya Rp 9,42 triliun. Pertumbuhan ini berkontribusi pada peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 15,9% yoy menjadi Rp 488,67 miliar, sementara laba bersih naik 11,80% yoy menjadi Rp 194,25 miliar dari Rp 173,74 miliar di tahun sebelumnya.
Senada dengan IBK, PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) atau OK Bank, juga optimis menghadapi 2025 dengan target pertumbuhan kredit sebesar 10% yoy. Menurut Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, potensi pertumbuhan kredit di 2025 berada di sektor-sektor seperti infrastruktur, energi baru terbarukan (EBT), manufaktur, dan pariwisata.
Strategi OK Bank untuk mencapai target tersebut melibatkan peningkatan digital platform untuk efisiensi operasional dan peningkatan layanan. “OK Bank juga akan melakukan diversifikasi produk dan portofolio kredit dengan lebih fokus pada sektor yang memiliki risiko lebih rendah, serta mempertahankan NPL rendah melalui evaluasi kredit yang ketat dan pengelolaan kredit bermasalah,” jelas Efdinal.
Sementara itu, bank milik investor Jepang, PT Bank SMBC Indonesia Tbk, juga memproyeksikan pertumbuhan positif di 2025. Andrie Darusman, Communications and Daya Head SMBC Indonesia, menyatakan bahwa fokus bisnis bank meliputi seluruh segmen kredit, baik korporasi maupun ritel.
“SMBC melihat Indonesia sebagai market yang cukup besar dan potensial, sehingga ini menjadi alasan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar di antara negara lainnya,” ujarnya saat acara Media Gathering di Jakarta 10 Desember 2024.
Selain strategi bisnis, Andrie menambahkan bahwa SMBC akan melaksanakan perubahan merek dan logo di seluruh kantor cabang secara bertahap, dengan target penyelesaian pada 2026.
Sebelumnya, Henoch Munandar, Direktur Utama SMBC Indonesia, mengungkapkan bahwa penerbitan Obligasi Berkelanjutan V Bank SMBC Indonesia Tahap II Tahun 2024 senilai Rp 1,39 triliun pada Desember 2024 menjadi salah satu langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan kredit di 2025.
Dengan berbagai strategi dan target ambisius tersebut, bank-bank milik investor Korea dan Jepang siap memanfaatkan peluang di 2025 untuk memperkuat posisi mereka di pasar perbankan Indonesia.
BPRNews.id - PT Great Eastern Life Indonesia mengungkapkan rencana strategi investasinya untuk tahun 2025, dengan menekankan pentingnya mengelola investasi secara optimal dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berubah. Direktur Keuangan Great Eastern Life Indonesia, Hana, menjelaskan bahwa perusahaan akan memanfaatkan peluang yang muncul dari kondisi pasar untuk memastikan hasil yang optimal bagi perusahaan dan memenuhi kebutuhan nasabah.
"Kami memanfaatkan peluang dari kondisi pasar, terutama di aset yang dinilai dapat memberikan hasil optimal bagi perusahaan dan mendukung kebutuhan para nasabah kami," kata Hana dalam wawancara dengan Bisnis pada Senin 10 Desember 2024. Menurut Hana, perusahaan berfokus pada investasi yang aman dan stabil, dengan pilihan utama pada obligasi pemerintah, guna menjaga kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan perlindungan bagi para nasabah.
Selain itu, perusahaan juga akan mencari peluang investasi lain yang sesuai dengan kondisi pasar dan tujuan perusahaan. Pendekatan ini merupakan langkah untuk menjaga keseimbangan portofolio investasi serta menghadapi tantangan dari kebijakan moneter global yang dinamis. Kebijakan tersebut, termasuk dampak dari terpilihnya Presiden AS Donald Trump pada 2025, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi strategi investasi perusahaan.
Hana mengungkapkan keyakinannya bahwa ekonomi Indonesia Memiliki ketahanan yang cukup untuk menghadapi berbagai tantangan. "Kami percaya ekonomi domestik Indonesia, yang sangat didukung oleh konsumsi lokal, memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi berbagai tantangan," tuturnya.
Great Eastern Life Indonesia berkomitmen untuk terus memantau perkembangan kebijakan global dan menyesuaikan strategi investasi mereka. Hana menambahkan bahwa mereka mengelola portofolio investasi dengan pendekatan hati-hati dan seimbang. Diversifikasi menjadi strategi utama yang digunakan perusahaan untuk mengelola risiko dan mengurangi potensi volatilitas pasar yang dapat dipicu oleh kebijakan internasional.
"Setiap alokasi disesuaikan dengan kebutuhan dan profil risiko masing-masing produk yang kami tawarkan kepada nasabah. Dengan pendekatan ini, kami berupaya menjaga stabilitas dan pertumbuhan portofolio investasi kami, serta memastikan perlindungan optimal bagi para nasabah kami," ungkap Hana.
Hingga September 2024, Great Eastern Life mencatatkan hasil investasi sebesar Rp 275 miliar, mengalami penurunan sebesar 8,54% dibandingkan dengan Rp 301 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari total aset investasi yang mencapai Rp 12,74 triliun, sebagian besar alokasi berada pada Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia sebesar Rp9,94 triliun, diikuti oleh saham sebesar Rp1,18 triliun, deposito berjangka Rp 749 miliar, obligasi korporasi Rp552 miliar, dan reksadana Rp 304 miliar.
Sementara itu, menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total hasil investasi industri asuransi jiwa Indonesia hingga kuartal III/2024 tercatat sebesar Rp 26,95 triliun, meningkat 15% YoY dari sebelumnya Rp23,42 triliun. Total aset investasi industri asuransi jiwa tercatat mencapai Rp 553,53 triliun, mengalami kenaikan sebesar 3,7% YoY.
Investasi terbesar dalam industri ini masih ditempati oleh SBN, yang berkontribusi sebesar 37,2% dari total aset investasi. Investasi dalam SBN tercatat mencapai Rp205,66 triliun, naik 28,3%. Sementara itu, beberapa instrumen investasi lainnya, seperti deposito dan saham, mengalami penurunan. Namun, investasi pada obligasi korporasi dan penyertaan langsung mengalami pertumbuhan yang signifikan.