BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat menjamin simpanan emas, yang membuat emas tidak termasuk dalam ekosistem bank emas atau bullion bank. Sekretaris LPS, Jimmy Ardianto, menjelaskan bahwa tugas LPS adalah memberikan penjaminan pada simpanan yang ada di bank, yang sesuai dengan mandat Undang-Undang.
Menurut Jimmy, Undang-Undang LPS dan Undang-Undang P2SK menegaskan bahwa penjaminan oleh LPS hanya berlaku untuk simpanan dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro. Emas, yang merupakan komoditas, tidak termasuk dalam jenis simpanan yang dijamin oleh LPS.
"Menurut UU LPS dan juga UU P2SK, saat ini LPS menjamin simpanan di bank, yaitu tabungan, deposito, dan giro," ujar Jimmy kepada Warta Ekonomi, pada Selasa 10 Desember 2024.
Selain itu, Jimmy menambahkan bahwa LPS berencana untuk memperluas cakupan penjaminannya. Pada tahun 2028, LPS akan mulai menjalankan program penjaminan polis asuransi, yang diharapkan akan memperluas perlindungan bagi masyarakat di masa depan.
“Serta akan menjalankan program penjaminan polis asuransi mulai tahun 2028 nanti,” imbuhnya.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ahmad Nasrullah, mengonfirmasi bahwa LPS tidak dapat menjamin simpanan emas. Menurutnya, kegiatan usaha bulion meliputi berbagai layanan yang berkaitan dengan emas, seperti simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, dan penitipan emas.
Sebagai tambahan, OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion, yang memberikan panduan bagi lembaga jasa keuangan(LJK) untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan emas. Dengan adanya regulasi tersebut, OJK berharap sektor usaha bullion dapat berkembang dengan tetap menjaga kestabilan dan keamanan sistem keuangan.
Dengan penjelasan dari LPS dan OJK, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami ruang lingkup penjaminan yang diberikan oleh LPS, serta peran masing-masing pihak dalam ekosistem bank emas yang baru berkembang di Indonesia.
BPRNews.id - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengumumkan kesiapan untuk menjalankan bisnis bank emas atau bullion service pada tahun depan. Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, menyatakan bahwa pihaknya sedang dalam proses mengajukan izin untuk memulai usaha tersebut.
"Insha Allah, siap," ujar Hery dengan penuh keyakinan saat ditanya apakah BSI akan dapat mendirikan bullion bank pada 2025, di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Menurutnya, sebagai bank syariah, BSI memiliki kemampuan untuk menjalankan bisnis emas secara natural. Ke depan, BSI berencana untuk memanfaatkan potensi pasar emas yang terus berkembang.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penjualan dan Distribusi BSI, Anton Sukarna, mengungkapkan bahwa bisnis emas menunjukkan potensi besar, terutama melihat pertumbuhan pesat dalam layanan cicil emas yang ditawarkan BSI. Anton menyatakan bahwa bisnis cicilan emas di bank ini mengalami lonjakan yang luar biasa.
"Ya, Insha Allah, itu salah satu bisnis yang kita jadikan perhatian. Yang meningkat tajam tahun ini adalah cicil emas. Kenaikannya luar biasa," ujar Anton.
Dia menambahkan bahwa pasar untuk bisnis emas sangat luas, mencakup berbagai segmen masyarakat mulai dari kelas menengah bawah hingga pengusaha. Bahkan, masyarakat dari berbagai lapisan penghasilan, baik yang bisa menyisihkan Rp500 ribu hingga Rp5 juta per bulan untuk cicilan emas, menjadi bagian dari pasar potensial BSI.
"Dari orang yang segmen mass market, yang mungkin bisa punya uang nyicil sebulan Rp 500 ribu sampai yang kemudian mungkin bisa sebulan Rp5 juta untuk cicilan untuk emasnya kan boleh. Jadi ini spektrum segmen customer-nya juga relatif luas," jelas Anton.
BSI juga memandang potensi besar untuk bullion bank di Indonesia. Bisnis emas dianggap sebagai salah satu bentuk investasi yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Anton menyebut bahwa emas adalah bentuk investasi yang sudah lama diyakini oleh masyarakat, bahkan sejak nenek moyang mereka.
"Secara kita, dari model bisnisnya kan juga sederhana. Yang kedua, dari sisi peminatnya juga banyak. Karena kan emas ini sebenarnya kan kalau boleh kita katakan, semacam investasi yang dipahami oleh masyarakat itu selalu dari dulu kan. Mungkin itu udah neneknya dulu, buyutnya kan di kampung dulu kan. Kalau punya uang kan nyimpannya di emas juga kan," tambah Anton.
Menurut Anton, meski bisnis emas terbilang sederhana, literasi mengenai cara menabung emas yang tepat perlu diperluas agar masyarakat semakin tertarik dan memahami cara berinvestasi emas yang lebih baik.
Sebagai informasi, untuk bank umum yang ingin menjalankan usaha bulion, mereka harus memiliki modal inti minimal sebesar Rp 14 triliun. Bank yang memenuhi persyaratan tersebut juga dapat menjalankan usaha bullion melalui unit usaha syariah (UUS).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengusulkan agar Pegadaian melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BRIS) menjadi pengelola bank emas atau bullion bank di Indonesia.
Dengan rencana tersebut, BSI berharap dapat menjangkau lebih banyak masyarakat yang tertarik dengan investasi emas, baik melalui tabungan emas maupun layanan lainnya, serta memperluas akses pasar yang lebih luas untuk produk-produk investasi berbasis emas.
BPRNews.id - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)pada Rabu, 11 Desember 2024. Salah satu agenda utama dalam pertemuan tersebut adalah penentuan pengurus baru, termasuk direksi dan komisaris, guna melanjutkan upaya pemulihan dan kemajuan bank yang telah menjadi pelopor bank syariah di Indonesia.
Ekonom Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, yang dikenal dengan sapaan Buya Anwar, menyatakan bahwa ia telah mendengar kabar mengenai pergantian direksi di BMI. Namun, ia menegaskan bahwa MUI tidak mengajukan nama untuk posisi Direktur Utama (Dirut) BMI.
"Kita ingin Bank Muamalat (BMI) yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia, didirikan pada 1 November 1991, dan mulai beroperasi pada 1 Mei 1992, bisa semakin maju dan besar. Tahun lalu, total asetnya mencapai Rp66,9 triliun," ungkap Buya Anwar dalam wawancara di Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Dalam upayanya untuk membesarkan BMI, Buya Anwar menyadari bahwa jalan yang harus ditempuh tidak mudah. Perjalanan panjang bank ini, yang didirikan oleh Presiden Soeharto bersama sejumlah tokoh Islam, belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Menurut Buya Anwar, membesarkan Bank Muamalat membutuhkan energi besar dan dedikasi tinggi.
Ia kemudian mengungkapkan sejumlah kriteria penting yang harus dimiliki oleh calon pemimpin BMI untuk membawa bank tersebut menuju kesuksesan yang lebih besar. Pertama, calon pemimpin harus memiliki sikap amanah dan integritas yang tinggi. Kedua, ia harus memiliki pemahaman mendalam tentang perbankan syariah. Ketiga, kepemimpinannya di dunia perbankan sudah teruji dan terbukti.
"Keempat, tahu dan mengerti betul tentang peta dan corporate culture dari BMI, sehingga diharapkan mampu membangkitkan kembali moral dan semangat dari para karyawan dan pimpinan di bawahnya yang sekarang redup dan lemah ," kata Buya Anwar, menambahkan. Kelima, lanjutnya, mampu membangun dan memanfaatkan ekosistem haji dan umroh dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya, Buya Anwar menyarankan agar pemimpin yang baru memilih direktur bisnis yang kreatif, inovatif, serta amanah. Keenam, memilih direktur bisnis yang kuat, kreatif dan inovatif serta amanah. Ketujuh, mampu membangun komunikasi dengan berbagai pihak sehingga BMI benar-benar bisa mendapatkan kepercayaan yang luas dari masyarakat. Kedelapan, mampu berkomunikasi dan membangun hubungan baik dengan pemerintah, BI dan OJK. Juga menjadi salah satu kriteria yang harus dipenuhi.
Kinerja Bank Muamalat pada tahun ini memang belum membanggakan. Laba tahunan atau year on year (YoY) bank ini tercatat turun drastis hingga 83,68 persen, hanya mencapai Rp 8,54 miliar. Oleh karena itu, salah satu agenda penting dalam RUPSLB nanti adalah merencanakan recovery plan atau pemulihan bank sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum.
Dengan pergantian pengurus yang tepat, diharapkan BMI dapat melangkah ke arah yang lebih baik, mengembalikan semangat karyawan, serta mendapatkan kepercayaan lebih besar dari masyarakat dan pihak-pihak terkait.
BPRNews.id - Industri properti Indonesia memasuki tahun 2024 dengan tren yang terus membaik, berkat stabilitas politik dan iklim investasi yang semakin positif. Program 3 juta rumah yang digagas oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai dapat mempercepat pembangunan perumahan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan hunian layak.
Dalam acara Banking & Property Outlook 2025 bertema "Era Baru Kebangkitan Industri Properti", yang diselenggarakan oleh Indonesia Housing Creative Forum dan Urban Forum di Jakarta pada Selasa 10 Desember 2024, sejumlah pemangku kepentingan mengungkapkan harapan besar agar program ini bisa terwujud dengan dukungan penuh dari pemerintah.
Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Ganie menyebutkan bahwa salah satu fokus utama pemerintah adalah penyediaan rumah layak huni di kawasan pedesaan, yang ditargetkan mencapai 2 juta unit. Sementara itu, untuk kawasan perkotaan, targetnya adalah 1 juta unit rumah. Hari menekankan bahwa pencapaian target tersebut membutuhkan kolaborasi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan perbankan.
"Dengan jumlah penduduk yang banyak, housing backlog yang besar dan kriteria calon pembeli rumah di Indonesia yang makin beragam, bagi pemerintah, pelaku usaha dan perbankan perlu kolaborasi mengatasi sumbatan dan hambatan baik dari sisi supplay dan demand-nya agar program 3 juta rumah bisa berjalan," jelas Hari.
Hari juga menambahkan bahwa untuk memastikan keberhasilan program ini, pemerintah perlu memberikan insentif baru, salah satunya melalui PPN Ditanggung Pemerintah (DTP). “Adanya insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP)) merupakan salah satu contoh regulasi yang dibutuhkan di tahun depan. Sebab, adanya insentif PPN DTP terbukti dapat mendorong penjualan properti di tahun ini,” tuturnya.
Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang terus melakukan sinkronisasi antar kementerian untuk mengatasi hambatan regulasi. Junaidi berharap kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat ditambah pada tahun depan.
“Pengalaman melihat data history, itu kami optimistis di angka antara 250 sampai dengan 350 untuk tahun 2025,” ujar Junaidi.
Ketua Umum Srikandi Pengusaha Properti Indonesia (Srideppi) Risma Gandhi juga mengingatkan pentingnya menyediakan rumah bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang selama ini menghadapi kesulitan dalam memiliki rumah meski berkontribusi besar terhadap devisa negara.
Risma berharap Kementerian PKP dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dapat menyediakan kredit bersubsidi atau pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk membantu PMI memiliki rumah.
Bank Tabungan Negara (BTN), yang selama ini menjadi pionir dalam pembiayaan perumahan bersubsidi, menyatakan kesiapan untuk mendukung program 3 juta rumah. Nur Ridho, VP Subsidized Mortgage Division BTN, mengatakan bahwa BTN sudah menyiapkan beberapa skema pembiayaan untuk rumah subsidi, termasuk Rumah Desa Sehat, Rumah Sejahtera, dan Rumah Perkotaan. BTN juga mengusulkan agar kuota FLPP ditambah dari 200 ribu unit menjadi 400 ribu unit pada 2025.
Akhmad Syamsuddin, Direktur Operasional PT Motive Mulia, memandang program 3 juta rumah sebagai peluang sekaligus tantangan. Ia mengungkapkan pentingnya menggunakan beton modular sebagai solusi untuk menghadapi keterbatasan lahan dan biaya konstruksi yang terus meningkat. Beton modular dianggap efisien dalam mengurangi waktu dan biaya pembangunan, serta cocok untuk pembangunan hunian dalam jumlah besar dengan biaya terjangkau.
"Solusi Prefabricated Modular Concrete akan mengurangi waktu dan biaya pembangunan secara signifikan, sehingga sangat relevan dan tepat untuk implementasi berbagai proyek hunian di kawasan perkotaan yang memerlukan pembangunan cepat dengan biaya terjangkau, seperti program 3 juta rumah ini," kata Syamsuddin.
Dengan berbagai terobosan dan sinergi yang diharapkan dari semua pihak, program 3 juta rumah di Indonesia diharapkan dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan hunian layak.
BPRNews.id - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk bersama anggota Holding Ultra Mikro seperti PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menegaskan komitmennya dalam mendukung Menteri BUMN Erick Thohir untuk meningkatkan daya saing UMKM. Langkah ini bertujuan memperluas jangkauan produk UMKM yang memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada akhir November 2024, Erick Thohir menyampaikan bahwa pihaknya telah sepakat dengan BPOM untuk mengakselerasi sertifikasi produk UMKM. “Program pertama mungkin beberapa bulan ke depan kita tuntaskan bagaimana semua bisa tersertifikasi. Nanti program berikutnya, tadi disampaikan, kita bisa memilih ada program PNM Mekaar, yaitu ibu-ibu di desa-desa yang menempat pinjaman Rp 1-5 juta yang jumlahnya 21,2 juta,” ujar Erick.
Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, menyampaikan bahwa langkah ini sejalan dengan misi BRI dalam pemberdayaan UMKM. “Konsep pemberdayaan kami sungguh komprehensif dan terukur, serta dapat dimonitor dengan baik,” ungkap Supari. Ia menjelaskan bahwa BRI menjalankan program pemberdayaan dalam tiga fase. Pada fase dasar, BRI melakukan pemetaan UMKM menggunakan indikator self-assessment yang difasilitasi oleh BRI. Selanjutnya, pada fase integrasi, data UMKM dihubungkan dengan sistem kementerian dan lembaga terkait. Di fase interkoneksi, data UMKM tersebut dikonsolidasikan lebih lanjut dengan instansi eksternal guna memperlancar proses perizinan, sertifikasi halal, hingga akses pasar ekspor.
Di sisi lain, Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, menekankan pentingnya kolaborasi dengan BPOM untuk memperluas pasar bagi UMKM. “Kami optimis dengan inisiasi Kementerian BUMN bersama BPOM ini akan mendorong semangat entrepreneurship nasabah binaan kami dan keluar dari zona subsisten,” jelas Arief.
Langkah awal yang dilakukan PNM adalah memberikan edukasi ringan dan relevan tentang pentingnya izin edar BPOM, terutama untuk produk makanan, minuman, dan herbal. Menurut Arief, selain modal finansial, PNM juga memberikan modal intelektual dan sosial untuk membantu UMKM tumbuh menjadi masyarakat yang madani. Dengan akses pembiayaan dan pendampingan, UMKM akan memiliki daya saing lebih tinggi dan semakin dipercaya pembeli.
Setelah tiga tahun terbentuk, Holding Ultra Mikro yang melibatkan BRI, PNM, dan Pegadaian telah melayani 36,1 juta debitur ultra mikro. Hingga akhir September 2024, total penyaluran kredit mencapai Rp627,6 triliun. Holding ini juga memperluas layanan melalui 1.025 Unit Senyum di seluruh Indonesia, yang memberikan akses ke tabungan mikro bagi lebih dari 180 juta masyarakat.
Dengan berbagai inisiatif ini, BRI dan PNM terus memperkuat peran UMKM sebagai pilar utama ekonomi Indonesia, sekaligus membantu produk UMKM menembus pasar global.