Standard Post with Image
BPR

BPD Bali Perkuat Kolaborasi dengan BPR Dorong Pertumbuhan Ekonomi Bali

bprnews.id - Dalam rangka memperkuat kemitraan antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR), BPD Bali menyelenggarakan acara Gathering and Capacity Building APEX BPR. Acara ini, yang mengusung tema "Optimalisasi Strategi Bisnis dengan Sistem Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan (GRC)", bertujuan untuk mempersiapkan prospek ekonomi 2025 dan merumuskan strategi bisnis yang optimal.

Berlokasi di Prime Plaza Sanur, Jalan Hang Tuah, Denpasar Selatan, pada Jumat (16/8), acara ini dihadiri oleh Jajaran Komisaris dan Direksi dari BPD dan BPR se-Bali, bersama ratusan peserta lainnya. Dua pembicara utama dalam acara ini adalah Ekonom Senior Nasional Ryan Kiryanto dan Senior Associate Financial Consultant Yudi Pradana.

Dalam kesempatan ini, BPD Bali juga merayakan pencapaian mereka dalam meraih penghargaan atas kinerja yang sangat baik selama 25 tahun berturut-turut. Ke depannya, BPD Bali bersama BPR akan terus bekerja sama dalam mendukung pengembangan UMKM dan memperkuat ekonomi Bali, yang diharapkan dapat menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional.

Direktur Utama BPD Bali, I Nyoman Sudharma, menekankan pentingnya sinergi antara BPD Bali dan BPR untuk memperkuat sektor perekonomian. "Kami berharap dapat rutin mengadakan kelas khusus yang membahas strategi bagi para direksi dan komisaris. Selain itu, akan ada kelas tambahan yang dirancang khusus untuk tim manajemen di bawah direksi dan komisaris," ujar Sudharma.

Sudharma juga menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit di BPD Bali menunjukkan tren positif, dengan peningkatan sebesar 8 persen pada bulan Juli. Ia optimis bahwa dengan adanya kolaborasi yang kuat antara BPD dan BPR, sektor perbankan di Bali akan terus tumbuh dan mendukung perekonomian daerah.

Ketua Perbarindo Bali, I Ketut Komplit, menyampaikan apresiasinya terhadap BPD Bali atas penyelenggaraan acara ini. Ia menekankan bahwa gathering ini adalah momen penting untuk mengevaluasi peluang ekonomi Bali di masa depan dan menentukan kebijakan yang tepat dalam menjaga kualitas pelayanan kredit.

"Ke depan, kita harus merespons regulasi pasca UU P2SK dengan baik. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai double digit, yaitu 8,3 persen, sementara pertumbuhan kredit hanya 1,8 persen. Ini menjadi tantangan besar. Melalui APEX BPR BPD Bali ini, kami berharap dapat mengembangkan strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit," ujar Komplit.

Dalam presentasinya, Ryan Kiryanto memaparkan prospek dan tantangan ekonomi Indonesia di tengah situasi politik domestik dan global yang dinamis. Menurutnya, ekonomi global tahun ini tetap stabil dan diperkirakan akan lebih baik pada tahun depan. Beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa, mulai menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dibandingkan tahun sebelumnya.

Di Asia, India dan Indonesia menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Indonesia, yang memiliki Peringkat Produk Domestik Bruto (PDB) ke-16 di dunia, berkontribusi positif terhadap outlook ekonomi global.

"Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka dan memiliki berbagai komoditas ekspor andalan. Selama 50 bulan terakhir, kita selalu mencatat surplus dalam ekspor-impor, yang berdampak pada peningkatan cadangan devisa negara hingga 145 miliar dolar AS," ujar Ryan Kiryanto, yang juga dikenal sebagai Chief Economist Bank BNI.

Ia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini bisa mencapai 5,0-5,1 persen. Namun, untuk tahun depan, Ryan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,9-5,2 persen, dengan syarat transisi pemerintahan berjalan lancar dan kebijakan ekonomi yang mendukung investasi

Standard Post with Image
BPR

Patuhi Regulasi, Berubah Menjadi Bank Perekonomian Rakyat Pundhi Arta Indonesia

bprnews.id - Memenuhi Ketentuan Pemerintah dalam rangka implementasi Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 dan Peraturan OJK No. 62/POJK.03/2020, PT. Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Pundhi Arta Indonesia mengumumkan perubahan nama perusahaan.

Direktur Utama Bank Pundhi, Eko Yuwono Yudosaputro, menyatakan bahwa perubahan nama ini didasarkan pada hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BPR Pundhi Arta Indonesia yang dilaksanakan pada 20 Juli 2024, serta Akta Perubahan Anggaran Dasar yang disahkan pada 30 Juli 2024. Keputusan ini juga telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Nomor AHU-0048972.AH.01.02 Tahun 2024.

Dengan demikian, PT. Bank Perekonomian Rakyat Pundhi Arta Indonesia secara resmi mengumumkan perubahan nama perusahaan menjadi PT. Bank Perekonomian Rakyat Pundhi Arta Indonesia, sesuai dengan surat persetujuan yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Perubahan nama ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan, serta mengacu pada Peraturan OJK No. 62/POJK.03/2020 yang mengatur tentang Bank Perkreditan Rakyat. PT. Bank Perekonomian Rakyat Pundhi Arta Indonesia berkomitmen untuk terus memberikan layanan perbankan terbaik serta berperan aktif dalam meningkatkan peluang ekonomi masyarakat.

"Kami berharap perubahan ini akan memperkuat identitas perusahaan di mata publik, serta meningkatkan kepercayaan nasabah dan mitra bisnis kami," kata Eko Yuwono Yudosaputro

Standard Post with Image
BPR

BPR Masih Belum Memenuhi Modal Inti, Konsolidasi Bisa Jadi Pilihan

bprnews.id - Sejumlah pelaku industri telah menempuh langkah dengan menambah modal tambahan. Namun, bagi yang belum bisa melakukannya, opsi lain yang mungkin diambil adalah konsolidasi dengan pihak lain.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Teddy Alamsyah, menyebutkan bahwa ada potensi terjadinya akuisisi untuk menyelamatkan BPR/S yang masih belum memenuhi persyaratan modal inti. Ketentuan modal inti minimum saat ini memang cukup sulit dipenuhi, terlebih dengan dampak pandemi Covid-19 yang sempat memberikan tekanan besar pada BPR/S.

Teddy berharap pemegang saham BPR/S yang sudah lama berada di industri ini bisa berperan dalam mengakuisisi BPR/S yang kesulitan permodalan, jika memang memungkinkan.

"Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, kami berharap regulator dapat memberikan relaksasi kembali," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo, Cahyo Kartiko, mengungkapkan bahwa beberapa pemegang saham BPRS saat ini masih ragu-ragu terkait prospek bisnis di industri ini ke depan. Akibatnya, beberapa pihak masih belum melakukan suntikan modal.

Menurutnya, industri BPRS masih belum memiliki ciri khas yang membedakannya dari BPR konvensional, sehingga persaingan di sektor ini cukup ketat bagi para pelaku industri BPRS.

Cahyo menambahkan bahwa asosiasi dan OJK telah berkomunikasi mengenai masalah ini. OJK sebenarnya sudah memberikan panduan yang menarik bagi industri BPRS terkait beberapa produk khas mereka.

"Namun, perlu didorong lebih lanjut agar bisa kompetitif di lapangan," ujarnya.

Ia juga berharap pemegang saham tetap mau menyuntikkan modal ke BPRS agar tidak perlu ada aksi akuisisi atau merger. 

“Kami khawatir jumlah BPRS akan semakin berkurang, padahal potensinya masih cukup besar,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, BPR Hasamitra menegaskan bahwa mereka tidak tertarik untuk melakukan aksi korporasi tersebut. Direktur BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengambil alih BPR yang belum memenuhi modal inti untuk bergabung dengan BPR Hasamitra.

"Kami tidak berminat untuk melakukan akuisisi BPR," katanya singkat.

BPR Hasamitra sendiri merupakan salah satu BPR dengan aset besar. Hingga Juni 2024, aset BPR yang berbasis di Makassar ini mencapai Rp 3,02 triliun dengan ekuitas sebesar Rp 475,59 miliar.

Sebelumnya, OJK mencatat bahwa masih banyak BPR/S yang belum memenuhi persyaratan permodalan. Pada data terakhir Maret 2024, tercatat 5% dari total sekitar 1.500 BPR/S belum memenuhi persyaratan modal inti

Standard Post with Image
REGULATOR

BRIN Lisensikan LPS untuk Pelatihan Kompetensi

BPRNews.id - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengimplementasikan skema baru untuk pengembangan kompetensi melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Swasta (LPS). Skema ini melibatkan perjanjian lisensi yang memungkinkan LPS menggunakan pedoman pelatihan BRIN guna menjaga kualitas pelatihan.

Deputi Sumber Daya Manusia Iptek (SDMI) BRIN, Edy Giri Rachman Putra, mengungkapkan harapannya agar kerja sama ini dapat memperkuat pengawasan kualitas pelatihan. “Kami ditugaskan untuk menyiapkan regulasi dan modul, tetapi pelaksanaannya bisa dilakukan oleh BRIN atau LPS yang memenuhi kriteria. Kami meminta agar selama pelaksanaan, kualitas pelatihan tetap terjaga,” tegas Edy saat penandatanganan Perjanjian Lisensi dengan PT Rekhindo Pratama Intekno, PT Inixindo Widya Utama, dan PT ARA INDONESIA di Gedung BJ Habibie.

Edy menambahkan bahwa BRIN saat ini fokus pada pelisensian kegiatan pelatihan dan akan mendorong sistem royalti untuk pemilik pengetahuan di masa depan. “Kami akan mendorong penerapan lisensi atau royalti untuk pemangku pengetahuan, sehingga mereka mendapatkan haknya ketika pengetahuan mereka digunakan,” jelasnya.

Direktur Pengembangan Kompetensi BRIN, Sasa Sofyan Munawar, menjelaskan bahwa proses lisensi melibatkan beberapa tahap, termasuk permohonan lembaga pelatihan, verifikasi dokumen, dan pembahasan naskah perjanjian. “Tujuan lisensi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pelatihan pemerintah, industri, dan masyarakat dengan lebih efektif,” kata Sasa.

Direktur Utama PT Rekhindo Pratama Intekno, Endra Prasetya Rudiyanto, mengungkapkan bahwa perusahaannya telah melaksanakan pelatihan lisensi IAI SPBE dengan baik. “Kami telah melaksanakan enam gelombang pelatihan dengan total 119 peserta. Ada beberapa masukan untuk pengembangan lebih lanjut, seperti kestabilan LMS dan tambahan materi pelatihan,” ujarnya.

Direktur Utama PT ARA INDONESIA, Yosefini Rasyanti Munthe, menyampaikan bahwa lembaganya adalah pelatihan non-pemerintah pertama yang diakreditasi LAN untuk soft skills. “Kami melihat penandatanganan lisensi ini sebagai peluang untuk memperluas portofolio kami dalam pelatihan,” kata Yosefini.

Sementara itu, Direktur Utama PT Inixindo Widya Utama, Bambang Soerjohandoko, menilai lisensi ini sebagai kesempatan penting untuk perusahaan. “Kami sangat menghargai kesempatan ini dan berkomitmen untuk memberikan pelatihan berkualitas,” tutup Bambang.

 

Standard Post with Image
bank umum

Bank BPD Bali Gelar Gathering dan Capacity Building Apex BPR

 BPRNews.id  - Bank BPD Bali mengadakan gathering dan capacity building Apex BPR pada Jumat (16/8) di Sanur. Acara ini menampilkan sesi Economic Outlook 2025 yang bertema "Optimization of Business Strategies with Governance Risk Management and Compliance (GRC) System," disampaikan oleh Ekonom Senior Ryan Kiryanto dan Senior Associate Financial Consultant Yudi Pradana.

Direktur Utama Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan sinergi yang berarti dengan BPR. "Ini adalah sebuah hubungan yang saling menguatkan untuk mendukung serta memajukan perekonomian Bali," ujarnya. Sudharma juga menyoroti prestasi Bank BPD Bali yang berhasil mendapatkan penghargaan selama 25 tahun berkinerja sangat bagus berturut-turut, berkat dukungan dari Perbarindo. 

Ke depan, Bank BPD Bali telah menyiapkan program unggulan yang dapat dikerjasamakan dengan BPR untuk mendukung UMKM dan ekonomi Bali. "Hari ini kita hadir mendengarkan outlook ekonomi untuk menyusun kebijakan umum direksi sebelum menyusun rencana bisnis bank. Paling lambat September ini harus sudah selesai," jelas Sudharma. Ia berharap kinerja perbankan di Bali, terutama dalam penyaluran kredit, dapat ditingkatkan mengingat saat ini masih lebih rendah dibandingkan kinerja nasional. 

Ketua Perbarindo Bali, I Ketut Komplit, juga menekankan pentingnya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk BPD Bali, untuk menghadapi tantangan ke depan. "Tantangan BPR ke depan tidak mudah, maka dari itu kami mengapresiasi Bank BPD Bali yang telah menyelenggarakan acara Apex BPR ini," katanya. Ia menambahkan bahwa setelah UU P2SK, diperlukan pendekatan yang baik terhadap regulasi. "Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir double digit yaitu 8,3 persen, namun pertumbuhan kredit hanya 1,8 persen. Ini menjadi tantangan, maka melalui Apex BPR BPD Bali ini nantinya bisa menjadi guidance arah pengembangan terhadap pertumbuhan kredit kita," ungkapnya

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News