Standard Post with Image
BPR

Dampak Pandemi Masih Memengaruhi Kinerja Bank Perekonomian Rakyat (BPR)

bprnews.id - Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengungkapkan bahwa peningkatan kredit bermasalah di sektor BPR pada semester I/2024 masih berkaitan dengan dampak lanjutan dari pandemi Covid-19.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) BPR naik signifikan menjadi 11,39% pada Juni 2024, dengan total nominal NPL mencapai Rp16,46 triliun. Ketua Umum Perbarindo, Tedy Alamsyah, menjelaskan bahwa “Rasio NPL yang naik lebih disebabkan oleh dampak pandemi sebelumnya. Beberapa BPR baru menyesuaikan kebijakan mereka pada akhir masa relaksasi,” ungkapnya pada Selasa (17/9/2024).

Meski demikian, ia optimistis tren peningkatan NPL ini akan segera berakhir. Peningkatan jumlah kredit menjelang akhir tahun 2024 diharapkan dapat memperbaiki rasio NPL pada kelompok BPR. “Seluruh pelaku industri BPR memiliki semangat yang sama untuk terus memperbaiki kinerja mereka, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas,” tambahnya.

Tedy juga menjabat sebagai Direktur Utama PT BPR Danagung, berdasarkan laporan kredit bermasalah di sektor BPR semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah BPR yang mengalami kebangkrutan dan dicabut izin usahanya oleh OJK pada tahun 2024. 

Terbaru, OJK mencabut izin usaha PT BPR Nature Primadana Capital, yang menjadi salah satu dari 15 BPR yang mengalami kebangkrutan sepanjang tahun ini. Selain pembengkakan NPL, OJK juga melaporkan peningkatan kredit macet hingga mencapai Rp10,91 triliun, naik 29,87% Year-On-Year (yoy) pada Juni 2024. Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, NPL BPR tercatat berada pada level 9,27%, dengan nominal Rp12,58 triliun, sementara kredit macet berada pada Rp8,4 triliun. Tren kenaikan NPL BPR sudah terjadi sejak awal 2024, di mana pada Januari tercatat sebesar 10,25%, Februari naik menjadi 10,55%, kemudian berlanjut pada Maret, April, dan Mei masing-masing di level 10,7%; 11,2%; dan 11,37%.

Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa meskipun ada peningkatan NPL, pertumbuhan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan kredit di sektor BPR dan BPR Syariah tetap positif pada semester I/2024. Masing-masing mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 6,19%, 7,01%, dan 6,96%. Dian menjelaskan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh perluasan kegiatan usaha sesuai dengan amanat UU P2SK, serta pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar, sejalan dengan akselerasi konsolidasi industri BPR/S sesuai single presence policy yang diatur dalam POJK No. 7/2024.

 

Penulis   : Vania
Editor     : WIdya

Standard Post with Image
BPR

Strategi Memperkuat BPR Mencegah Kebangkrutan dan Meningkatkan Stabilitas Perbankan Lokal

bprnews.id - Berita mengenai penutupan 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara Januari hingga September 2024, yang dilaporkan oleh www.msn.com pada Senin, 16 September 2024, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas sektor perbankan lokal. Penutupan ini mencerminkan adanya masalah struktural yang signifikan pada beberapa bank kecil di Indonesia. Berikut adalah daftar 15 bank yang izinnya dicabut oleh OJK: BPR Wijaya Kusuma, BPR Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto, BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Pasar Bhakti Sidoarjo, BPR Purworejo, BPR EDC Cash, BPR Aceh Utara, BPR Sembilan Mutiara, BPR Bali Artha Anugrah, BPR Syariah Saka Dana Mulia, BPR Dananta, BPR Jepara Artha, BPR Lubuk Raya Mandiri, BPR Sumber Artha Waru Agung, dan BPR Nature Primadana Capital.

Menurut Januariansyah Arfaizar, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta, langkah penutupan ini menunjukkan bahwa tata kelola yang lemah masih menjadi masalah utama. "Kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik seringkali menjadi penyebab utama kegagalan BPR dan BPR Syariah," jelasnya. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam manajemen risiko dan kepatuhan regulasi yang ada. Ketergantungan yang besar pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menutup simpanan nasabah juga menunjukkan masalah dalam pengelolaan likuiditas.

Januariansyah menekankan bahwa OJK seharusnya lebih aktif dalam membina BPR sebelum masalah mencapai titik kritis. "OJK perlu lebih proaktif dalam melakukan pembinaan, bukan hanya bertindak ketika bank sudah di ambang kebangkrutan," tegasnya. Ia juga menyarankan bahwa mekanisme pengawasan OJK harus melibatkan intervensi yang lebih dini serta mendorong penguatan modal dan likuiditas untuk mencegah kegagalan sistemik.

Ia juga mencatat bahwa meskipun Peraturan OJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang tata kelola bank adalah langkah yang positif, tantangan sebenarnya terletak pada pelaksanaannya. "Bank-bank kecil seperti BPR sering kesulitan mengikuti standar tata kelola yang diterapkan untuk bank-bank besar," ungkapnya, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih sesuai dengan kapasitas mereka.

Januariansyah memberikan beberapa saran strategis untuk memperkuat BPR:

1. Peningkatan Pengawasan dan Deteksi Dini: OJK perlu mengembangkan sistem deteksi dini yang lebih efektif, seperti audit berkala dan pelatihan intensif bagi pengurus bank. "Teknologi pengawasan yang memungkinkan pelacakan kesehatan keuangan secara real-time juga perlu diperbaiki," sarannya.

2. Penguatan Modal dan Likuiditas: Pemerintah dan OJK bisa menyediakan akses dana murah atau subsidi modal bagi BPR yang berpotensi namun mengalami kesulitan likuiditas sementara. Ini juga dapat mendorong sinergi dengan lembaga keuangan yang lebih besar.

3. Kolaborasi dan Konsolidasi:"Untuk mengurangi risiko penutupan massal di masa mendatang, OJK dapat mendorong konsolidasi BPR yang lemah melalui merger atau kemitraan dengan lembaga keuangan yang lebih besar," ujarnya.

4. Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di sektor BPR harus diprioritaskan. Menurutnya, "pengelola BPR seringkali kekurangan akses terhadap pelatihan dalam manajemen risiko, teknologi keuangan, dan kepatuhan regulasi," sehingga program pelatihan berkelanjutan perlu disediakan.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan BPR dan BPRS bisa tumbuh menjadi lembaga yang lebih kuat, berintegritas, dan mampu bertahan dari tantangan tanpa mengalami kebangkrutan massal.

Standard Post with Image
REGULATOR

LPS dan MAPPI Perpanjang Kerja Sama Penilaian Aset

BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sepakat memperpanjang kerja sama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman terkait Penilaian dalam rangka Fungsi Resolusi Bank dan Penyelesaian Permasalahan Perusahaan Asuransi. Penandatanganan ini berlangsung di Makassar.

“Ini menunjukkan komitmen kuat LPS untuk terus bekerja sama dan berkoordinasi, khususnya terkait penilaian aset bank dan perusahaan asuransi setelah penjaminan asuransi berlaku efektif,” ujar Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank.

Kerja sama ini meliputi pertukaran data dan informasi, koordinasi terkait penilaian, pengembangan pedoman serta metodologi penilaian. Selain itu, juga mencakup konsultasi terkait penerimaan aset, pemberian keringanan utang, dan perhitungan harga dasar untuk pencairan aset, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam fungsi resolusi bank dan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi.

“Proses resolusi memerlukan dukungan dari Penilai Publik, terutama saat LPS melakukan _due diligence_ atau audit terhadap catatan keuangan bank bermasalah. Selain itu, dalam hal likuidasi bank, LPS juga membutuhkan bantuan untuk menilai aset yang dilikuidasi,” jelas Didik.

LPS telah menjalin kerja sama dengan MAPPI sejak Nota Kesepahaman pertama pada 2019. Ke depan, kemitraan ini diharapkan semakin memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan menjaga stabilitas keuangan.

Selain itu, LPS juga menggelar pelatihan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kantor Akuntan Publik (KAP), dan MAPPI. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kerja sama dalam menangani aset bermasalah, terutama dalam konteks likuidasi bank oleh LPS.

“Kami yakin pelatihan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga memperkuat kolaborasi strategis yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan nasional,” ungkap Didik.

Kolaborasi lintas lembaga ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan inovatif dalam mengelola aset eks bank yang dilikuidasi.

 

 

Standard Post with Image
REGULATOR

KPK Ungkap Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI dan OJK untuk Kepentingan Pribadi

BPRNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. 

"Masalahnya adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai tujuan. Misalnya, ada CSR sebesar 100, yang digunakan hanya 50, sementara 50 sisanya tidak digunakan sebagaimana mestinya. Nah, yang jadi masalah adalah jika dana yang tidak digunakan itu malah dialokasikan untuk kepentingan pribadi," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK.

Asep menjelaskan modus korupsi dalam kasus ini, dengan mencontohkan dana CSR yang seharusnya dialokasikan untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru diselewengkan.

"Kalau dana CSR digunakan untuk membangun rumah atau jalan sesuai rencana, tidak ada masalah. Tetapi, masalah muncul ketika dana tersebut digunakan untuk hal lain yang tidak sesuai peruntukan," jelas Asep.

KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, meskipun identitasnya belum diumumkan ke publik. Informasi terkait akan disampaikan bersamaan dengan langkah hukum berupa penangkapan atau penahanan.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan KPK dalam proses pengusutan kasus ini. Kedua lembaga tersebut berjanji akan kooperatif dan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan.

 

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Pj Gubernur Babel Sambut Baik Rencana Pembukaan Kantor Perwakilan OJK di Pangkalpinang

BPRNews.id - Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Sugito, menerima kunjungan audiensi dari Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Selatan (Sumsel) dan Babel, Arifin Susanto, pada Rabu (18/9/2024) di ruang kerjanya. Pertemuan tersebut membahas berbagai isu terkait pengembangan ekonomi dan keuangan daerah, serta rencana pendirian kantor perwakilan OJK Sumsel Babel di Pangkalpinang.

Sugito menyampaikan apresiasinya atas rencana tersebut dan optimistis dengan kehadiran OJK di Pangkalpinang. "Insya Allah, di awal Desember, kantor OJK akan beroperasi di sini. Saya sangat mendukung dan berharap ini akan memperkuat sinergi kita dalam menjaga stabilitas keuangan daerah," ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya keberadaan OJK dalam memberikan pelayanan dan asistensi kepada pemerintah daerah, terutama dalam mengembangkan sektor keuangan dan menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Sugito juga berharap agar OJK Sumsel Babel aktif memberikan edukasi terkait literasi keuangan, baik kepada pemerintah maupun masyarakat, hingga ke tingkat desa. "Jika memungkinkan, edukasi ini bisa menjangkau hingga level desa," tambahnya.

Sementara itu, Arifin Susanto, Kepala OJK Sumsel Babel, menjelaskan bahwa untuk sementara waktu, kantor perwakilan OJK akan berlokasi di sebuah ruko di Cityhall, Pangkalpinang. "Kami akan memulai dengan menyewa ruko sebagai kantor sementara. Harapannya, ini akan mempermudah koordinasi dengan pemerintah daerah serta memperluas akses edukasi dan literasi keuangan," ungkap Arifin.

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News