bank umum


Rekayasa Keuangan Ancam Perbankan dan Industri Keuangan, Apa Itu?

Standard Post with Image

Bprnews.id - Industri keuangan dan perbankan dipenuhi dengan teknologi baru dan inovasi yang terus mengubah cara kita melakukan transaksi dan mengelola keuangan. Namun perubahan ini juga membawa tantangan baru yang tidak hanya semakin kompleks, tetapi juga semakin sulit untuk diprediksi dan ditangani.

Praktik rekayasa keuangan sedang menjadi tren yang makin populer, dengan aneka ragam produknya yang dinilai semakin canggih. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, situasi pasar juga telah menjadi semakin kompleks. Oleh sebab itu pengatur pasar dituntut untuk bergerak lebih cepat dan mengambil langkah-langkah antisipatif.

Direktur Anti Financial Crime PricewaterhouseCoopers (PwC), Budi Santoso, SE, Ak, MforAccy, mengungkapkan, tujuan rekayasa keuangan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan nilai tambah bagi investor dan perusahaan.

Namun, dalam praktiknya rekayasa keuangan seringkali melanggar etika dengan memanfaatkan kompleksitas dan ketidakjelasan produk yang telah direkayasa.

“Penggunaan derivatif yang kompleks, produk terstruktur, dan model kuantitatif telah menjadi praktik standar di kalangan bank dan konglomerasi keuangan. Sayangnya banyak produk tersebut justru mendorong terjadinya rekayasa keuangan yang semakin massif dan mengancam industri keuangan maupun perekonomian secara meluas,” kata Budi keterangan tertulis, Kamis (2/11).

Budi mencontohkan kolapsnya Lehman Brothers dan kegagalan berbagai institusi keuangan global lainnya selama krisis tahun 2008 sebagai bentuk penyalahgunaan dan kegagalan rekayasa keuangan akhirnya berimbas pada keruntuhan sistem keuangan secara umum yang berujung pada kehilangan kepercayaan publik dan perlunya intervensi oleh pemerintah.

Penguraian produk keuangan yang kompleks telah menyebabkan perbankan kehilangan kepercayaan besar-besaran dalam sistem keuangan global dan memerlukan intervensi pemerintah, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam paparannya, Budi menyampaikan beberapa aspek dalam praktik rekayasa keuangan yang sering ditemui di dunia perbankan dan sektor keuangan secara umum. Salah satu isu utamanya adalah cara bank dan lembaga keuangan lainnya seringkali merancang laporan keuangan mereka dengan cara yang salah dan kurang transparan, menciptakan gambaran palsu tentang kesehatan keuangan dan profitabilitas mereka.

Beberapa bank dan lembaga keuangan telah menggunakan rekayasa keuangan untuk menampilkan laporan keuangan yang menyesatkan, menciptakan ilusi kesehatan perbankan dan profitabilitas.

Contohnya menyembunyikan kerugian melalui Special Purpose Vehicle (SPV) dan menggunakan produk derivatif yang kompleks untuk menyamarkan risiko yang sebenarnya.

Kedua, mengeksploitasi investor ritel. Budi mengatakan, produk keuangan yang kompleks sering sulit dipahami oleh investor ritel. Beberapa institusi telah memanfaatkan ketidakpahaman ini untuk menjual produk berisiko atau produk yang tidak sesuai.

Krisis keuangan tahun 2008 merupakan contoh nyata yaitu dengan penjualan obligasi utang yang dijaminkan (CDO) yang diisi dengan hipotek subprima.

Ketiga, manipulasi pasar. Rekayasa keuangan telah menjadi alat untuk manipulasi pasar melalui praktik seperti perdagangan dengan frekuensi tinggi.

Hal ini dapat mengubah dinamika pasar dan menguntungkan institusi perbankan besar dengan akses ke teknologi yang lebih canggih.

Keempat, arbitrase regulasi. Institusi perbankan kadang-kadang menggunakan rekayasa keuangan untuk menghindari regulasi dan institusi pengawasan.

Dengan memanipulasi produk dan struktur keuangan, mereka dapat meminimalkan persyaratan modal atau menghindari beberapa pembatasan hukum lainnya.

“Kelima dan yang cukup masif terjadi adalah teknik rekayasa keuangan yang dilakukan untuk mengurangi kewajiban pajak. Praktik seperti ini banyak terjadi di berbagai sektor bisnis, termasuk di perbankan dan industri keuangan global. Di Indonesia saya rasa juga akan mudah ditemukan praktik sejenis,” jelas Budi.

Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, regulator bersama para stakeholder di sektor perbankan dan industri keuangan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa praktik rekayasa keuangan dapat memberikan manfaat tanpa melanggar etika serta menjadi ancaman terhadap sistem keuangan serta perekonomian.

Menurut Budi, beberapa inisiatif yang dapat dilakukan diantaranya adalah; pengawasan dan audit berkala. Misalnya melakukan audit berkala tanpa pemberitahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar regulasi.

Selain itu dengan menggunakan alat analitik data untuk mendeteksi anomali dalam laporan keuangan dan transaksi bank.

Langkah lainnya adalah dengan membuat program pelapor kecurangan. Program ini harus memberikan rasa aman dan anonim agar karyawan dan pihak lain dapat melaporkan aktivitas mencurigakan tanpa takut mendapat sanksi.

Transparansi dan pengungkapan. Langkah ini mengharuskan bank untuk mengungkapkan item di luar neraca, kendaraan tujuan khusus, dan instrumen atau struktur keuangan non-tradisional lainnya.

Kemudian, menerapkan format pelaporan standar untuk mempermudah proses perbandingan dan analisis data lintas institusi.

Adapun regulator juga harus terus memperbarui dan menyesuaikan regulasi agar tetap sejalan dengan evolusi produk dan strategi keuangan. Inisiatif untuk bekerja sama secara internasional menjadi penting untuk memahami tren keuangan global dan mengadopsi praktik terbaik.

“Hal penting lainnya adalah membuat saluran komunikasi terbuka antara regulator, bank, dan pemangku kepentingan lainnya untuk berbagi kekhawatiran dan informasi. Komunikasi yang efektif dan kentinyu seringkali diabaikan, padalah ini adalah langkah pertama kita untuk menjalankan semua program agar dapat beralan optimal dan efektif,” sebut Budi.

Share this Post:

TERBARU

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News