BPRNews.id - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkapkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai skema pembiayaan berbasis credit scoring atau skor kredit. Teten mengatakan, "Alhamdulillah perkembangan sudah bagus. Credit scoring, kami kemarin sudah bicara dengan Menteri Keuangan, kami bicara dengan OJK. Dan di OJK juga sedang disiapkan infrastruktur kebijakan yang memungkinkan bisa terlaksana dengan credit scoring."
Teten menjelaskan bahwa meskipun credit scoring sudah diterapkan di perbankan dalam skala kecil, ia mengusulkan penambahan data alternatif seperti data telepon dan listrik untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi pelaku UMKM. "Dengan credit scoring, artinya ada data alternatif di luar data historik kredit, seperti data telepon, data PLN (listrik). Dengan dua tambahan data itu, bisa makin banyak UMKM yang menerima kredit perbankan," ujarnya.
Saat ini, baru sekitar 19% pelaku UMKM yang bisa mengakses pembiayaan perbankan, sedangkan Presiden Joko Widodo menargetkan 30% pelaku UMKM mendapatkan kredit pada tahun 2024. Teten optimis bahwa target tersebut bisa tercapai jika usulan penambahan data diterapkan. "Kita optimis, kita sudah, ini scientific ya, karena sudah digunakan di 145 negara. Nah tapi para UMKM-nya harus sudah mulai pencatatan, ini juga secara digital, supaya nanti bisa mudah dilakukan track record digital mengenai kesehatan usaha," pungkasnya.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah untuk memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit, khususnya untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) baru mengenai hal tersebut. "Enggak perlu," tegas Mahendra saat ditemui di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (Fekdi) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024.
Mahendra menjelaskan bahwa OJK sudah memiliki aturan untuk restrukturisasi kredit dalam kondisi normal melalui POJK Nomor 40 Tahun 2019. Menurutnya, jika perpanjangan restrukturisasi kredit KUR yang diusulkan pemerintah berlaku untuk periode akad 2022, maka hal tersebut sudah memasuki masa normal, bukan lagi masa pandemi Covid-19. "Kalau benar 2022, itu kembali lagi sudah masuk periode normal yang bisa dilakukan dengan pengaturan yang sudah ada. Jadi, enggak ada masalah sama sekali," ujarnya.
Mahendra juga menambahkan bahwa pemerintah memang berencana untuk memberikan perhatian khusus pada restrukturisasi KUR selama periode tertentu. "Hal itu yang sedang dimatangkan tim Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan Kementerian Keuangan, serta Kementerian Koperasi dan UKM," jelasnya.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana mengembangkan sistem informasi dan teknologi (IT) untuk membantu Bank Perekonomian Rakyat (BPR) menjadi lebih kompetitif dan maju di era digital.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan hal ini saat menghadiri Sosialisasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) di Semarang pada hari Rabu. "Kami akan mengembangkan sistem IT yang bisa dimanfaatkan oleh BPR," ujar Purbaya.
Menurutnya, tidak semua BPR memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mengembangkan sistem IT secara mandiri. "Beberapa BPR tidak memiliki dana yang cukup untuk mengembangkan sistem IT sendiri. Oleh karena itu, kami akan menciptakan kerangka sistem IT yang dapat digunakan bersama oleh BPR," jelasnya.
LPS berencana untuk mulai mengujicobakan sistem IT ini tahun depan dengan melibatkan sekitar 100 BPR. "Jika ujicoba ini sukses, kami akan memperluasnya ke seluruh BPR yang tertarik untuk bergabung," tambahnya. Tujuan dari pengembangan ini adalah untuk membantu BPR bersaing dengan bank komersial dan bank digital lainnya, serta agar tidak tertinggal di era digitalisasi.
Purbaya juga menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, LPS telah menangani beberapa masalah di BPR, terutama yang terkait dengan penyelewengan dana atau "Fraud". "Dalam beberapa tahun terakhir, kami hanya menangani masalah BPR yang berkaitan dengan penggelapan dana, bukan karena kesalahan manajemen," ungkapnya.
Di Indonesia, terdapat sekitar 1.450 BPR, dan sebagian besar menunjukkan kinerja yang baik, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
BPRNews.id - Dalam acara peluncuran Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Berasaskan Sinergi Masjid, Pondok Pesantren, Petani, dan Instansi (Gerobak Sentani), Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua mengatakan, "Gerobak Sentani adalah upaya kami untuk mendukung penguatan ekonomi dan pengendalian inflasi di Papua, khususnya di Kabupaten Jayapura. Kami berharap melalui kolaborasi antara pelaku usaha syariah, pondok pesantren, masjid, dan kelompok tani, kita bisa menyediakan komoditas pangan strategis dengan harga terjangkau."
Beliau juga menambahkan, "Kami sangat mengapresiasi peran Masjid Al-Aqhsa Sentani sebagai penyedia ruang untuk pasar murah. Selain itu, kerja sama dengan Bulog dalam menyediakan komoditas seperti beras, minyak goreng, tepung terigu, dan gula pasir akan sangat membantu masyarakat."
Lebih lanjut, beliau menyatakan, "Kami juga ingin memanfaatkan momentum ini untuk mendorong digitalisasi melalui penggunaan QRIS. Sebagai insentif, kami memberikan 1 liter minyak goreng kepada masyarakat yang bertransaksi dengan QRIS, dengan harapan ini akan mendorong adopsi teknologi pembayaran digital di wilayah ini."
"Dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi, kami berharap Gerobak Sentani bisa menjadi contoh sukses pemberdayaan ekonomi umat dan pengendalian inflasi di Papua. Kami juga berharap bahwa gerakan ini dapat berkembang dengan melibatkan lebih banyak rumah ibadah dan komunitas lainnya," tambahnya.
BPRNews.id - Sidang kasus dugaan pelanggaran perbankan dengan terdakwa Nyoman Supariyani kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa, 30 Juli 2023. Persidangan yang masih dalam tahap pemeriksaan saksi ini semakin memanas setelah salah satu saksi, yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya, diduga memberikan kesaksian palsu.
Saksi berinisial IMRD, alias Yance, diduga memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta oleh Teddy Raharjo, kuasa hukum terdakwa. "Saksi Yance menyangkal adanya jual beli gedung dengan Bank BPR KS Agung Sedana," kata Teddy. Padahal, menurut Teddy, hasil audit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan adanya transaksi jual beli yang didokumentasikan dengan akta jual beli yang ditandatangani oleh saksi Yance. Namun, dalam sidang, Yance mengklaim bahwa tanda tangannya dipalsukan.
Teddy mempertanyakan mengapa Yance tidak melaporkan pemalsuan tanda tangan tersebut kepada polisi jika memang benar terjadi. "Kami akan melaporkan saksi Yance ke polisi karena kami yakin dia memberikan keterangan palsu di bawah sumpah," ungkap Teddy.
Teddy juga menambahkan bahwa jika memang tidak ada jual beli antara Yance dan BPR, Yance seharusnya mencegah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjual gedung tersebut kepada saksi lain, Lukas Banu. "Ini aneh, kalau memang tidak ada transaksi, seharusnya dia melarang LPS menjual gedung itu ke Lukas," ujar Teddy.
Meskipun transaksi jual beli antara Yance dan BPR belum lunas, audit OJK menunjukkan bahwa gedung tersebut sudah menjadi aset bank. "Saksi Yance juga sudah menerima sebagian uang dari penjualan gedung itu," tambah Teddy.
Dalam persidangan, saksi Lukas Banu mengaku membeli gedung yang dianggap sebagai aset bank dengan harga Rp 2,5 miliar, setelah ditawarkan oleh LPS. Lukas, yang juga seorang pengacara dan nasabah Bank BPR KS, mengungkapkan bahwa ia membeli aset tersebut setelah bank dilikuidasi.
Nyoman Supariyani, mantan Direktur Utama dan Pemegang Saham Pengendali di PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana, kembali didakwa atas kasus yang serupa. Ia diduga melakukan tindak pidana yang merugikan LPS hingga Rp 4,8 miliar. Sebelumnya, Nyoman Supariyani pernah dihukum penjara selama 5 tahun atas kasus serupa.
Kasus ini terkait dengan penjualan aset milik BPR berupa tanah dan gedung. Izin operasional BPR KS di Jalan Raya Kerobokan No. 15 Z Kuta Utara dicabut oleh OJK pada 3 November 2017.