Bprnews.id - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembali meluncurkan program Warung Rombongan Jadi Beli (Rojali) sebagai langkah konkret dalam mendukung penjualan produk buatan anak bangsa dan mengakselerasi pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Warung Rojali pertama kali diperkenalkan pada tahun 2022, dan kini mengalami pembaruan desain untuk meningkatkan promosi merek-merek lokal.
Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf, Ni Made Ayu Marthini, menjelaskan bahwa pembaruan desain Warung Rojali diharapkan dapat lebih efektif dalam meningkatkan brand awareness untuk produk-produk lokal.
"Kami harapkan dengan redesign dari Warung Rojali ini, akan semakin meningkatkan brand-brand kita," kata Marthini.
Mekanisme promosi produk yang terdaftar dalam Warung Rojali akan tetap menggunakan media sosial, termasuk akun Creative by Indonesia dan platform lain yang dimiliki oleh Kemenparekraf.
Pada tahap awal peluncuran, 10 merek lokal dari berbagai wilayah di Indonesia telah dipilih untuk mendapatkan dukungan pemasaran.
"Jadi, ini tahap pertama ada 10 brand, kemudian kami akan putar terus. Semoga tahap pertama ini sales-nya bagus, jadi memang tujuan kami begitu," tambah Marthini.
Salah satu merek lokal yang ikut dalam program Warung Rojali adalah Merapi Mountain, yang menjual peralatan dan perlengkapan untuk mendaki gunung.
Pemilik Merapi Mountain, Hendri Agustin, berharap program ini tidak hanya meningkatkan penjualan produknya di pasar lokal, tetapi juga membantu mengangkat minat masyarakat terhadap kegiatan mendaki gunung dan wisata alam di Indonesia.
"Kegiatan mendaki gunung kan masih tergolong minat khusus. Jadi, kami berharap semakin kegiatan tersebut dikenal, wisata tersebut juga semakin booming dan nanti dengan sendirinya akan mengangkat industri-industri yang terkait ke sana," ujar Hendri Agustin.
Bprnews.id - Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP) Kabupaten Bantul terus berupaya memfasilitasi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam memperoleh sertifikasi halal.
Upaya ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 yang mewajibkan para pelaku UMKM memiliki sertifikat halal pada 17 Oktober 2024 mendatang.
Kepala DKUKMPP Kabupaten Bantul, Agus Sulistiyana, menjelaskan bahwa pada tahun 2023, pihaknya telah memfasilitasi puluhan UMKM reguler atau UMKM yang menggunakan bahan baku sembelihan untuk memperoleh sertifikasi halal.
Sebanyak 50-an produk UMKM sudah mendapatkan sertifikasi tersebut, dengan pelaku usaha tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Bantul.
"UMKM di Bantul, secara total ada sekitar 128 ribu. Dari situ, data terbanyak bergerak di bidang kuliner. Kalau berapa persennya, saya tidak begitu hafal," tambah Agus.
Untuk tahun 2024, DKUKMPP Bantul menargetkan tidak lebih dari 50 pelaku UMKM yang akan memperoleh sertifikasi halal.
Agus menyampaikan kekhawatiran terkait lamanya proses sertifikasi yang dapat menimbulkan protes dari para pelaku UMKM yang tengah mengantre.
Meskipun begitu, pihaknya terus mendorong para pelaku UMKM untuk menjalani proses sertifikasi halal sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
"Pada 2024 ini, tidak terlalu banyak UMKM yang ditargetkan memperoleh sertifikasi halal. Setidaknya, dibawah 50 pelaku UMKM selama 2024, ditargetkan mendapatkan sertifikasi halal," ungkap Agus Sulistiyana.
Dengan upaya ini, DKUKMPP Bantul berharap dapat meningkatkan kepatuhan pelaku UMKM terhadap regulasi sertifikasi halal dan sekaligus mendukung perkembangan UMKM di wilayah Kabupaten Bantul.
Bprnews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah mengambil langkah untuk menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, bank yang baru-baru ini dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 5 Februari 2024.
Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, menyatakan bahwa proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah PT BPR Usaha Madani Karya Mulia akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"LPS pun kan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar," kata Dimas dalam keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).
Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini akan diselesaikan oleh LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pembayaran klaim kepada nasabah akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut.
Nasabah dapat memantau status simpanannya di kantor PT BPR Usaha Madani Karya Mulia atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan.
Dimas juga memberikan informasi kepada debitur bank bahwa mereka tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor PT BPR Usaha Madani Karya Mulia dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS.
LPS memberikan himbauan kepada nasabah agar tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank.
Dimas menegaskan bahwa nasabah tidak seharusnya mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan dengan imbalan atau biaya tertentu.
Sebagai informasi, pencabutan izin usaha PT BPR Usaha Madani Karya Mulia oleh OJK menjadi tindak lanjut dari status pengawasan bank dalam penyehatan pada April 2023 dan pengawasan bank dalam resolusi pada Januari 2024.
LPS memutuskan untuk tidak menjalankan penyelamatan terhadap BPR tersebut dan meminta OJK untuk mencabut izin usahanya. Dengan pencabutan izin usaha, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melaksanakan proses likuidasi sesuai aturan yang berlaku.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat dukungannya terhadap industri perbankan perekonomian rakyat dengan menerbitkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat.
Peraturan ini, mulai berlaku sejak 11 Januari 2024, menegaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam pengelolaan aset.
Peraturan OJK ini diarahkan untuk memberikan panduan yang lebih jelas kepada bank perekonomian rakyat dalam mengelola aset mereka, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023. OJK juga merespons perkembangan terbaru dalam standar akuntansi keuangan.
Dasar hukum peraturan ini berasal dari undang-undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023.
Khususnya, peraturan ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan OJK sebelumnya, yaitu Peraturan Nomor 33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perekonomian Rakyat.
Perubahan tersebut sejalan dengan kebutuhan penyelarasan peraturan terkait Agunan Yang Diambil Alih dan kegiatan usaha yang diizinkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2024 juga memperhitungkan penerbitan standar akuntansi keuangan untuk entitas privat yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Selain itu, peraturan mencakup evaluasi dan penyelesaian permasalahan kredit pasca pandemi COVID-19, serta penyelarasan dengan ketentuan terbaru yang berbasis prinsip.
Tanggal efektif peraturan ini adalah 11 Januari 2024. Beberapa poin penting dalam peraturan mencakup properti terbengkalai, penyertaan modal, dan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang berlaku sejak 1 Januari 2025.
Seiring dengan berlakunya peraturan ini, OJK mencabut beberapa ketentuan dalam Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat.
Selain itu, Peraturan OJK Nomor 33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perkreditan Rakyat juga dicabut.
Peraturan baru ini menunjukkan komitmen OJK untuk terus mengembangkan dan memperkuat sektor perbankan perekonomian rakyat demi daya saing dan keberlanjutan yang lebih baik.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Usaha Madani Karya Mulia (BPR UMKM) pada bulan kedua tahun 2024. Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-18/D.03/2024 tanggal 5 Februari 2024.
BPR UMKM yang terletak di Jalan Bhayangkara No. 13, Kel. Sriwedari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, diambil tindakan ini sebagai bagian dari upaya pengawasan dan penyehatan industri perbankan yang dilakukan oleh OJK. Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sektor perbankan, memperkuatnya, serta melindungi kepentingan konsumen.
OJK menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha ini merupakan respons terhadap upaya penyehatan sebelumnya yang tidak membuahkan hasil. Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham BPR tidak mampu menyelesaikan permasalahan terkait dengan Permodalan dan Likuiditas sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 28 Tahun 2023.
Sebelum mencapai tahap pencabutan izin, OJK telah menetapkan BPR UMKM dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan pada 4 April 2023, dengan alasan Tingkat Kesehatan (TKS) yang dinilai Kurang Sehat. Status pengawasan ditingkatkan menjadi Bank Dalam Resolusi pada 12 Januari 2024 setelah memberikan waktu yang cukup untuk upaya penyehatan.
Meskipun diberikan kesempatan yang cukup, Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham BPR tidak berhasil melaksanakan penyehatan yang diperlukan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan kasus ini.
Berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, LPS memutuskan untuk tidak menyelamatkan BPR Usaha Madani Karya Mulia dan meminta OJK untuk mencabut izin usahanya.
OJK menjalankan kewajibannya sesuai dengan Pasal 19 Peraturan OJK, dan pencabutan izin usaha ini menandai dimulainya proses likuidasi oleh LPS. OJK memberikan pesan kepada nasabah BPR untuk tetap tenang, karena dana masyarakat di perbankan, termasuk BPR, dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Meskipun BPR Usaha Madani Karya Mulia menghadapi pencabutan izin usaha, langkah-langkah yang diambil OJK dan LPS bertujuan untuk meminimalkan dampak dan melindungi kepentingan nasabah serta stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.