Standard Post with Image
bank umum

Bank Asing Kompak Tinggalkan RI, INI Daftarnya

Bprnews.id - Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak perbankan asing mundur dari sektor domestik. Hal ini terlihat dengan jelas saat pelaku besar seperti Citibank, N.A. Indonesia (Citi Indonesia), memutuskan untuk menarik diri dari kompetisi pasar ritel.

Penutupan bisnis consumer banking Citibank, yang diikuti dengan transfer aset dan liabilitasnya kepada PT Bank UOB Indonesia, telah rampung dibuktikan dengan penutupan yang terjadi pada Senin, 20 November 2023.

Usai penjualan ini, Citi Indonesia ke depannya akan fokus ke bisnis corporate banking dan tetap akan menyalurkan kredit consumer secara tidak langsung.

Seperti diketahui, penjualan bisnis ritel itu sejalan dengan strategi global Citigroup, yang menetapkan hanya beberapa bisnis consumer dan retail di luar Amerika Utara yang akan tetap beroperasi. Antara lain, di Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Timur Tengah.

Citi Indonesia, bersiap untuk mempersempit fokusnya, dengan mengumumkan perubahan strategis yang akan membuat mereka berkonsentrasi pada layanan perbankan korporasi sambil terus memberikan kredit konsumen melalui jalur tidak langsung.

Langkah ini sejalan dengan strategi global Citigroup, yang melibatkan mempertahankan operasional konsumen dan ritel hanya di pasar tertentu khususnya, di luar Amerika Utara di lokasi seperti Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Timur Tengah.

Namun, kemunduran dari perbankan ritel ini tidak hanya terjadi pada Citi di pasar Indonesia. Perusahaan multinasional asal Inggris Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) juga melakukan transisi dari layanan yang ditujukan kepada konsumen dengan melepas portofolio kredit ritelnya ke PT Bank Danamon Indonesia Tbk milik MUFG. (BDMN). Rencananya, aksi ini bakal rampung pada kuartal IV-2023.

PT OCBC NISP Tbk. (NISP) baru saja mengambil langkah strategis dengan menandatangani kesepakatan pembelian mayoritas saham PT Bank Commonwealth (PTBC), yang dimiliki oleh Commonwealth Bank Australia (CBA). Transaksi besar ini melibatkan 99,00% PT Bank Commonwealth (PTBC) milik Commonwealth Bank Australia (CBA). PTBC menyebut Penjualan ini tidak hanya menandai sebuah babak baru bagi PTBC, tetapi juga menegaskan komitmen CBA untuk memusatkan fokusnya pada operasi domestik di Australia dan New Zealand, mengejar efisiensi dan peningkatan layanan.

Sebelumnya, ada pula sejumlah bank asing yang telah hengkang dari industri perbankan Indonesia.

Rabobank Indonesia

Pada bulan April 2019, PT Rabobank Internasional Indonesia mulai menghentikan operasinya, setelah 29 tahun berbisnis di Indonesia. Tepatnya, Rabobank Indonesia berdiri pada tahun 1990.

Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.

Pada bulan April 2019, bank PT Rabobank Internasional mengumumkan penghentian operasinya di Indonesia, sebuah langkah besar yang mencerminkan restrukturisasi strategis mereka di tingkat global berdiri sejak tahun 1990.

Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.

Rabobank memutuskan hengkang dari Indonesia karena serangkaian kerugian finansial yang cukup signifikan, dengan laporan kehilangan hingga Rp 9,78 miliar hingga Maret 2019, menjadikan penarikan ini sebagai langkah yang tak terelakkan.

Pendapatan bunga bersih perseroan terlihat mengalami penurunan tahunan, dari Rp 106,1 miliar di periode sebelumnya menjadi Rp 103,67 miliar.

Penurunan ini terjadi meskipun total aset perseroan berada pada angka yang mengesankan, yaitu Rp 17,38 triliun pada Maret 2018. Dengan jumlah liabilitas yang tercatat sebesar Rp 15,37 triliun dan total ekuitas mencapai Rp 2,02 triliun.

Pada Desember 2019, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mengumumkan keputusan untuk mengakuisisi Rabobank Indonesia. Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha BCA, BCA Finance.

Bank RBS Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia yang secara resmi mencabut izin usaha kantor cabang asing The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS) di Indonesia pada Februari 2018. Keputusan yang ini diambil setelah pihak RBS pusat di Belanda mengajukan permintaan secara formal kepada OJK pada 1 November 2016.

Setelah hampir setengah abad beroperasi di Indonesia sejak tahun 1969, RBS akhirnya menghentikan layanan mereka, memenuhi kebijakan korporat yang juga membawa mereka keluar dari 24 negara lainnya.

Bank ANZ Indonesia

Pada tahun 2018, PT Bank ANZ Indonesia, sebuah perusahaan perbankan Australia yang telah lama hadir di Indonesia sejak tahun 1973, secara resmi mendivestasi bisnis ritelnya ke PT Bank DBS Indonesia, sebuah lembaga keuangan besar yang berasal dari Singapura.

Transfer ini mencakup layanan kredit ritel dan manajemen kekayaan untuk klien kaya, tidak hanya di pasar Indonesia, namun juga mencakup Singapura, Hong Kong, Tiongkok, dan Taiwan. Divestasi tersebut mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi ANZ, sebesar US$ 265 juta atau sekitar Rp 3,4 triliun, yang menunjukkan dampak besar dari penataan kembali strategis. Keputusan ini merupakan bagian penting dari kalibrasi ulang fokus ANZ pada kepentingan bisnisnya di Asia.

Pada bulan Oktober 2016, DBS telah mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi bisnis Ritel dan Wealth Management ANZ di pasar-pasar tersebut, yang menandakan babak baru bagi kedua entitas perbankan tersebut di wilayah tersebut.

Bank Barclays Indonesia

Bank Barclays satu di antara lembaga keuangan terkemuka asal Inggris yang mencatat sejarah singkat namun signifikan di Indonesia. Memulai ekspansinya pada tahun 2008 lewat aksi korporasi berani, Barclays mengakuisisi Bank Akita dan menobatkannya sebagai Bank Barclays Indonesia

Langkah ini merupakan bagian dari reorientasi merek Global yang Barclays jalankan, menandai komitmen mereka dalam tiga divisi: Global Retail Banking (GRB), Corporate and Investment Banking and Wealth Management (CIBWM), serta Absa grup keuangan raksasa dari Afrika Selatan.

Dengan biaya yang tidak kecil, mencapai 100 juta pound sterling atau sekitar 150 juta dolar AS, Barclays telah bertaruh besar pada prospek pasar Indonesia. Namun, strategi bisnis sering kali tak linier dengan harapan, terbukti dengan keputusan Barclays untuk akhirnya mempertimbangkan penjualan Bank Barclays Indonesia ketika kondisi lebih menguntungkan.

Standard Post with Image
ojk

Jelang Pemilu dan Pilpres 2024, OJK Aceh Fokus Awasi Aliran Kredit

Bprnews.id - PT Bank Neo Commerce Tbk (BNC) mengumumkan pengunduran diri Pamitra Wineka dari jabatan Komisaris Independen. Pengunduran diri tersebut akan disahkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mendatang.

Selama masa jabatannya, Wineka memainkan peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi strategi transformatif Yudha Bhakti, mengarahkan bank konvensional Yudha Bhakti melalui transisi ambisiusnya menjadi Bank Neo Commerce yang digerakkan secara digital.

Diangkat sebagai Komisaris Independen pada tanggal 30 September 2020 dan resmi menjabat pada tanggal 3 Agustus 2021, Wineka dikenal tidak hanya karena kepemimpinannya namun juga silsilah akademisnya, beliau menyandang gelar Bachelor of Science dari Institut Teknologi Bandung yang diperoleh pada tahun 2020. 2010 dan gelar Master of Science dari University of Illinois Urbana-Champaign, yang diperoleh pada tahun 2012.

Pengunduran dirinya yang akan datang memberikan petunjuk baru tentang arah masa depan BNC, seiring dengan upaya institusi tersebut untuk terus menavigasi lanskap perbankan digital yang sangat kompetitif dan terus berkembang.

“Bergabung di Bank Neo Commerce, merupakan salah satu pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Menjadi bagian dalam proses transformasinya dari sebuah bank konvensional selama puluhan tahun, hingga menjadi salah satu bank dengan layanan digital terlengkap di Indonesia sangatlah membanggakan,” ujar dia seperti dikutip 1 Desember 2023. 

Pada kesempatan ini, Pjs Direktur Utama, Aditya Windarwo, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wineka atas upaya yang sangat diperlukan dalam membentuk BNC menjadi benteng layanan perbankan digital komprehensif seperti saat ini.

“Mewakili segenap jajaran manajemen dan seluruh Neobankers, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pamitra Wineka atas arahannya selama menjabat sebagai Komisaris Independen, Kami memastikan bahwa Bank Neo Commerce akan selalu memberikan layanan keuangan yang prima untuk masyarakat Indonesia,” tambahnya.

BNC akan menyelenggarakan RUPS berkaitan dengan pengunduran diri Pamitra Wineka sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Tidak ada dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha Perseroan dari pengunduran diri ini,” tutup Aditya. 

Standard Post with Image
bank umum

Bank Neo Commerce (BNC) Mengumumkan Pengunduran Diri Komisaris Independen

Bprnews.id - PT Bank Neo Commerce Tbk (BNC) mengumumkan pengunduran diri Pamitra Wineka dari jabatan Komisaris Independen. Pengunduran diri tersebut akan disahkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mendatang.

Selama masa jabatannya, Wineka memainkan peran penting dalam mengawasi dan mengevaluasi strategi transformatif Yudha Bhakti, mengarahkan bank konvensional Yudha Bhakti melalui transisi ambisiusnya menjadi Bank Neo Commerce yang digerakkan secara digital.

Diangkat sebagai Komisaris Independen pada tanggal 30 September 2020 dan resmi menjabat pada tanggal 3 Agustus 2021, Wineka dikenal tidak hanya karena kepemimpinannya namun juga silsilah akademisnya, beliau menyandang gelar Bachelor of Science dari Institut Teknologi Bandung yang diperoleh pada tahun 2020. 2010 dan gelar Master of Science dari University of Illinois Urbana-Champaign, yang diperoleh pada tahun 2012.

Pengunduran dirinya yang akan datang memberikan petunjuk baru tentang arah masa depan BNC, seiring dengan upaya institusi tersebut untuk terus menavigasi lanskap perbankan digital yang sangat kompetitif dan terus berkembang.

“Bergabung di Bank Neo Commerce, merupakan salah satu pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Menjadi bagian dalam proses transformasinya dari sebuah bank konvensional selama puluhan tahun, hingga menjadi salah satu bank dengan layanan digital terlengkap di Indonesia sangatlah membanggakan,” ujar dia seperti dikutip 1 Desember 2023. 

Pada kesempatan ini, Pjs Direktur Utama, Aditya Windarwo, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wineka atas upaya yang sangat diperlukan dalam membentuk BNC menjadi benteng layanan perbankan digital komprehensif seperti saat ini.

“Mewakili segenap jajaran manajemen dan seluruh Neobankers, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pamitra Wineka atas arahannya selama menjabat sebagai Komisaris Independen, Kami memastikan bahwa Bank Neo Commerce akan selalu memberikan layanan keuangan yang prima untuk masyarakat Indonesia,” tambahnya.

BNC akan menyelenggarakan RUPS berkaitan dengan pengunduran diri Pamitra Wineka sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Tidak ada dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha Perseroan dari pengunduran diri ini,” tutup Aditya. 

Standard Post with Image
BPR

Kontroversi Bank BPR Karawang Jabar: Dugaan Kerugian Besar Bagi Keluarga Nasabah

Bprnews.id - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Karawang di Jawa Barat tengah diduga melakukan tindak kezaliman kepada salah satu keluarga nasabahnya dengan dugaan kerugian yang mencapai ratusan juta rupiah.

Menurut laporan yang muncul, terdapat paksaan yang dilakukan oleh bank terhadap ahli waris nasabah untuk menandatangani surat peralihan hak atas jaminan properti dan peralihan tanggung jawab kredit.

Skandal ini mulai terungkap setelah keluarga nasabah bersama dengan kuasa hukumnya mengadakan audiens dengan pihak Bank BPR Karawang Jabar pada sebuah pertemuan penting di ruang rapat Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Karawang Plaza Pemda Karawang, Jumat (1/12/2023).

Hendra Supriatna SH., MH., didampingi Rivaldo Sanova SH., dari Kantor Hukum Arya Mandalika yang diberi kuasa oleh Poppy Noviyanti (Kakak Kandung Almarhum Rendi Randika Nasabah BPR Karawang Jabar) kepada awak media menuturkan kronologis kejadian tidak mengenakan yang menimpa terhadap kliennya tersebut.

“Klien kami ini, merupakan ahli waris dari klien kami juga, yaitu, Almarhum Rendi Randika, yang mana Rendi merupakan nasabah dari BPR Karawang Jabar,” ucap Rivaldo mengawali.

“Dalam perjalanan proses pinjaman yang ketiga, Almarhum Rendi mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia. Pihak keluarga besar Almarhum, kemudian berkonsultasi pada kami, karena mengaku heran kenapa sertifikat rumah yang dijaminkan pada BPR itu tidak dialihkan kepada pihak keluarga (ahli waris). Nah, disinilah kami menduga ada kejanggalan pada saat bank memproses peralihan penjaminan sertifikat tersebut, apalagi ketika diklarifikasi, BPR mengaku belum mengetahui  kejadian jelasnya seperti apa dan berapa pinjaman (hutang) almarhum Rendi,” ungkapnya lagi.

Mengapa pihaknya menduga ada kejanggalan,  sebagaimana dicatat oleh perwakilan hukum Rivaldo pasalnya, berdasarkan informasi dari kliennya pada tuntutan pihak yang berduka, Poppy Noviyanti mendapat tekanan berlebihan dari pihak bank untuk mengalihkan jaminan properti dan mewarisi utang mendiang Rendi Randika.

“Ahli waris ini ketika tanda tangan itu, mengatakan dalam keadaan paksaan dan diberikan informasi bahwa itu hanya mencantumkan nama ibu (Poppy Noviyanti) dan tidak ada hak dan kewajiban lainnya, yang tentunya hal ini sudah menyalahi UU Konsumen Pasal 4 yaitu tentang hak -hak konsumen;” lanjut Rivaldo.

“Dari awal perjanjian itu pun sudah cacat formil dan sudah tidak bisa dilaksanakan secara hukum, yang mana klien kami yakni, ahli waris tidak memiliki kecakapan. Seharusnya peralihan ditandatangani oleh semua ahli waris dan tidak boleh diwakilkan yang jadi titik persoalan itu mengapa adanya tekanan dari oknum BPR Karawang Jabar ini untuk menandatangani peralihan hak dan jaminannya itu karena keluarga tidak mengetahui, bahkan hutang almarhum Rendi saja keluarga tidak mengetahui, sementara sertifikat itu kalau dinominalkan bisa mencapai Rp. 200 juta sampai Rp. 300 juta,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Utama BPR Karawang Jabar, Heri Heryanto, telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan bahwa keinginan dan harapan keluarga almarhum dapat diakomodasi  kemudian ia konsultasikan kepada direksi lain dan Komisaris Bank BPR Karawang Jabar untuk memberi penghormatan terakhir kepada Rendi Randika, serta implikasi-implikasinya bagi komunitas BPR Karawang Jabar secara keseluruhan.

“tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Keinginan dari keluarga almarhum Rendi seperti apa , akan kita tampung. Karena semua sudah terjadi, dan saya tidak bisa memutuskan sendiri hari ini juga, karena saya ada Komisaris dan juga Direktur Operasional yang memang bagian menangani hal ini,” jelas Heri.

“Terkait prosesnya seperti apa, saya juga belum tahu, nanti setelah berkoordinasi, kita berembuk baiknya seperti apa, jangan sampai kejadian ini terus berlanjut. Mari kita cari win-win solution nya,” ujarnya lagi.

Setelah berkoordinasi dan mempelajari lebih lanjut terkait permasalahan almarhum Rendi Randika ini, Heri berjanji akan membuka semua hasilnya kepada pihak keluarga dan kuasa hukumnya secara transparan dan apa adanya.

“kita akan buka berapa, apa adanya. Setelah terlebih dahulu kami akan berkoordinasi dengan Bagian Hukum Pemda dan Komisaris kami,” pungkasnya.(Yana)

Standard Post with Image
bank umum

Jokowi Mendorong Perbankan untuk Akselerasi Kredit di Tengah Permintaan Pembiayaan yang Lesu

Bprnews.id - Presiden Joko Widodo, yang kerap disapa Jokowi, mengajukan dorongan strategis kepada sektor perbankan Indonesia untuk meningkatkan penyaluran kredit dalam rangka menggerakkan roda perekonomian nasional.

Namun, tantangan berat dihadapi saat realita pasar menunjukkan permintaan pembiayaan yang tidak kunjung membaik, memberi tekanan pada industri perbankan yang harus mencari penyaluran dana alternatif dilema ini menjadi sorotan serius, dengan banyak bank berpaling ke investasi pada surat berharga sebagai tempat 'parkir' dana.

Menanggapi hal ini, Ekonomi Senior Indef, Aviliani, memberikan perspektif bahwa perilaku perbankan senantiasa mengalir sesuai arus permintaan bisnis. "Bank itu kan follow the business, kalau bisnisnya nggak ada yang minta, ya buat bank mau ditaruh di mana lagi uangnya?" ungkap Aviliani dalam suatu kesempatan pada akhir bulan November 2023.

Dia juga mengatakan target Bank Indonesia mematok pertumbuhan kredit di tahun mendatang peningkatan yang kuat sebesar 10%-12%. Namun, kekhawatiran semakin meningkat karena proyek-proyek infrastruktur penting masih dalam tahap siaga, sebuah sektor yang terkenal dengan minat dananya yang besar ditambah lagi dengan industri pertambangan, yang diperkirakan akan kembali bangkit setelah masalah pemilu mereda.

Oleh karena itu, kredit 10%-12% dapat tercapai dengan sejumlah catatan, satu di antaranya proyek infrastruktur kembali berjalan. 

"Yang kedua bisnis-bisnis di sektor manufaktur yang skala besar dan menciptakan lapangan kerja itu tercipta gitu," jelasnya.

Dia pun menilai bank saat ini memerlukan arah penyaluran kredit yang jelas. "Karena sekarang ini dikatakan ini sektornya sunset segala macam. Nah kan belum tentu sunset kan. Nah karena tidak ada arahan yang jelas ke mana kalau yang sektor apa aja, ya sekarang bank udah kayak gitu loh," pungkasnya.

Dengan kesadaran yang tajam akan lemahnya keseimbangan antara likuiditas dan investasi, Jokowi mendesak perbankan untuk tidak mengalokasikan alat likuidnya secara eksklusif untuk membeli instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

 

"Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi umkm," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023)

Jokowi, menyatakan Berdasarkan laporan yang ia terima, terjadi peredaran uang tunai yang semakin terbatas di pasar. kata Jokowi, hal tersebut terjadi adanya indikasi bahwa situasi ini dipicu oleh peningkatan pembelian instrumen finansial yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

"Jangan-jangan terlalu banyak yang di pakai untuk membeli SBN atau terlalu banyak yang dipakai untuk membeli SRBI atau SVBI. Sehingga yang masuk ke sektor riil berkurang," paparnya.

Memasuki kuartal terakhir tahun 2023, laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti peningkatan pada aset yang dimiliki oleh bank-bank di Indonesia. Secara spesifik, pada bulan September 2023, surat berharga yang dimiliki oleh perbankan mencapai nilai yang mencengangkan, yakni sebesar Rp 1.889,7 triliun, atau tumbuh sebesar 3,59% dibandingkan tahun lalu.

Pada saat yang sama, kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga oleh lembaga-lembaga keuangan tersebut mengalami peningkatan, yaitu tumbuh sebesar 8,96% year-on-year hingga mencapai Rp 6.837,3 triliun.

Berdasarkan data terbaru, sekuritas mengalami kenaikan sebesar 7,15% tahun ke tahun, sementara penyaluran kredit mengalami peningkatan sedikit lebih tinggi sebesar 7,84% tahun ke tahun pada bulan September 2023.

Begitu pula dengan kantor cabang bank asing cenderung lebih berminat mengalokasikan dana mereka dalam instrumen surat berharga yaitu sebesar 35,79% year-on-year (yoy), pada saat kredit merosot 4,71% yoy.

Sebaliknya, bank-bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang merupakan pemain utama di tanah air malah menunjukkan hasil yang kontras, dengan pertumbuhan kredit yang solid sebesar 10,98% yoy, meski sektor surat berharganya mengalami kontraksi sebesar 2,38% yoy.

Menurut Sunarso, Ketua Perhimpunan Bank Milik Negara (Himbara), fakta bahwa pertumbuhan kredit dari bank pelat merah sebutan populer untuk bank BUMN berada di atas rata-rata industri, menjadi indikasi yang kuat bahwa bank-bank BUMN tidak hanya bertahan tapi juga aktif mendorong pertumbuhan kredit di tengah-tengah isu likuiditas yang berkecamuk.

"Rata-rata pertumbuhan kredit 11,04% [yoy] dan itu di atas rata-rata pertumbuhan kredit industri, 8,9% [yoy]," katanya. 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News