Standard Post with Image
REGULATOR

LPS Siapkan Program Penjaminan Polis Mulai 2028

BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah serius mempersiapkan Program Penjaminan Polis (PPP) untuk industri asuransi, yang direncanakan mulai berjalan pada 2028. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam konferensi pers mengenai tingkat bunga penjaminan LPS di Jakarta, pada 30 September 2024.

"Kami sedang mempersiapkan program penjaminan polis dengan serius, sudah berdiskusi dengan industri dalam negeri. Kami bahkan telah mengirimkan orang ke Malaysia dan Korea untuk magang selama setahun, mempelajari bagaimana program penjaminan polis dijalankan di sana," ujar Purbaya.

Ia juga menjelaskan bahwa LPS menunggu penerbitan peraturan terkait PPP, yang diharapkan dapat dirilis pada Januari 2025. "Dari sisi personel, kami sudah merekrut lebih dari separuh yang dibutuhkan. Meskipun tidak akan terisi penuh hingga 2028, kami sudah sangat siap dan akan terus merekrut, termasuk direktur eksekutif untuk program penjaminan polis. Saat ini, persiapan berjalan, baik dari sisi personel, IT, maupun keuangan," tambahnya.

Purbaya juga menegaskan bahwa LPS belum melakukan perubahan pada kebijakan Tingkat Bunga Pinjaman (TBP), mengingat kondisi perekonomian yang masih stabil. "Kami terus memantau kondisi ekonomi setiap hari, dan jika diperlukan, kami akan mengubah kebijakan TBP dengan cepat," ujarnya.

Sebagai informasi, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang disahkan pada 12 Januari 2023, menetapkan LPS sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menjalankan Program Penjaminan Polis bagi industri asuransi.

 

 

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Suku Bunga Kredit Turun, Simpanan Naik per Agustus 2024

BPRNews.id - Suku bunga kredit mengalami penurunan per Agustus 2024, sementara suku bunga simpanan justru meningkat. Fenomena ini terjadi di tengah suku bunga acuan Bank Indonesia yang masih bertahan di level 6%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penurunan suku bunga kredit disebabkan oleh kebutuhan bank untuk mempertimbangkan permintaan dan risiko dalam penyaluran dana. "Perbankan menyesuaikan pemenuhan loan demand agar risiko kredit terjaga," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner pada Selasa, 1 Oktober 2024.

Dian juga menambahkan bahwa penyesuaian ini menyebabkan bank harus mengorbankan profitabilitasnya. Hal ini terlihat dari penurunan net interest margin (NIM) perbankan yang tercatat 4,6% pada Agustus 2024, turun dibandingkan dengan 4,87% pada periode yang sama tahun lalu.

Ia berharap, penurunan Fed Fund Rate yang lebih signifikan dibandingkan penurunan BI rate dapat menarik lebih banyak aliran modal asing ke Indonesia. "Penurunan BI rate nantinya juga akan berdampak pada biaya dana di pasar uang, sehingga bank memiliki ruang untuk menurunkan cost of fund (COF) dan ini akan berdampak positif pada profitabilitas," ungkap Dian.

Dian optimis bahwa dengan suku bunga kredit yang rendah, akan ada peningkatan minat usaha dan kemampuan masyarakat untuk membayar kredit. "Ini pada akhirnya akan mendorong suku bunga kredit tetap rendah, meningkatkan permintaan kredit, serta kemampuan membayar masyarakat," tambahnya.Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melaporkan bahwa pertumbuhan kredit per Agustus 2024 mencapai 11,4% year-on-year (yoy), dengan total Rp7.508 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 7,01% menjadi Rp8.650 triliun pada periode yang sama.

 

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Laba Fintech P2P Lending Naik ke Rp656,8 Miliar per Agustus 2024

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa keuntungan dari fintech peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp656,80 miliar hingga Agustus 2024. 

“Laba industri peer-to-peer lending terus mengalami peningkatan, dan pada Agustus 2024 tercatat sebesar Rp656,80 miliar. Ini merupakan kenaikan dari bulan Juli yang juga mengalami peningkatan,” kata Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa.

Agusman menjelaskan, laba tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi bulan Juli yang hanya mencapai Rp383,68 miliar. Peningkatan laba ini terjadi berkat peningkatan pendapatan yang disertai dengan efisiensi biaya operasional perusahaan.

“Penyelenggara peer-to-peer lending diharapkan dapat terus mempersiapkan ekosistem dan infrastruktur yang dimiliki dengan baik, sehingga industri ini bisa tumbuh sehat dan berkelanjutan,” tambahnya.

Selain itu, OJK juga menyampaikan bahwa total pembiayaan yang beredar melalui fintech P2P lending mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) sebesar 35,62 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan yoy bulan Juli yang tercatat 23,97 persen.

“Outstanding pembiayaan di industri fintech peer-to-peer lending pada Agustus 2024 tumbuh 35,62 persen yoy, mencapai Rp72,03 triliun,” ujar Agusman.

Di sisi lain, Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90) yang mengindikasikan risiko kredit macet, turun menjadi 2,38 persen dari 2,53 persen pada Juli 2024, yang menurut Agusman menunjukkan risiko kredit tetap terkendali.

Selain itu, sektor Buy Now Pay Later (BNPL) atau Pay Later juga mencatatkan pertumbuhan signifikan, meningkat 89,20 persen yoy dengan total pembiayaan mencapai Rp7,99 triliun pada Agustus 2024.

 

 


 

Standard Post with Image
Bisnis

Indonesia Re Fokus Transformasi Proses Bisnis dan Penguatan Kolaborasi Menghadapi 2025

BPRNews.id - Bank Dunia memperkirakan Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,1 persen pada periode 2024-2026. Meskipun demikian, tantangan perdagangan global yang melunak dan normalisasi pertumbuhan moderat, serta ketidakstabilan geopolitik, menegaskan pentingnya peran industri asuransi dalam melindungi dari risiko.

Industri asuransi, termasuk Indonesia Re, dihadapkan pada kebutuhan konsolidasi yang kuat untuk bertahan. Portofolio Indonesia Re masih didominasi oleh perjanjian Treaty Proportional dan lini bisnis harta benda (property). Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia Re menyelenggarakan Indonesia Re Treaty Forum 2024 bekerja sama dengan AON, diadakan pada 5-7 September 2024 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Forum ini menjadi wadah strategis bagi Indonesia Re untuk mempresentasikan kebijakan dan rencana dalam menghadapi pembaruan perjanjian reasuransi otomatis (Treaty) tahun 2025. Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khaira, menyatakan komitmen perusahaan dalam memperkuat hubungan dengan mitra melalui forum ini. "Kami percaya bahwa melalui diskusi terbuka dan kolaboratif, kita dapat bersama-sama menciptakan solusi yang lebih baik untuk menghadapi tantangan pasar reasuransi, khususnya dalam Treaty Renewal tahun 2025," ujar Delil pada 1 Oktober.

Indonesia Re akan mengevaluasi berbagai aspek pembaruan perjanjian Treaty 2025, melanjutkan kebijakan yang sudah ada dengan fokus pada jaminan Business Interruption dan Basis of Cover. Penguatan administrasi melalui digitalisasi juga menjadi prioritas, salah satunya melalui platform RIU Connect. Transformasi digital ini dianggap penting dalam meningkatkan daya saing di tengah pasar yang semakin menantang.

Dengan strategi yang tepat, Indonesia Re optimistis mampu memberikan nilai tambah bagi mitra bisnis dan menjaga stabilitas program reasuransi. Forum ini diharapkan dapat memperkuat hubungan jangka panjang dan menciptakan sinergi yang lebih baik dalam pengelolaan risiko serta penanganan klaim.

Indonesia Re menyatakan kesiapan menghadapi dinamika pasar reasuransi global dengan inovasi dan transformasi yang berkelanjutan, demi menciptakan pasar yang stabil dan menguntungkan bagi semua pihak.

Standard Post with Image
Bisnis

Peluncuran Central Counterparty, Perkuat Kredibilitas Pasar Derivatif Indonesia di Mata Global

BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut dengan antusias peluncuran Central Counterparty (CCP) pada Senin, 30 September 2024. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan delapan bank yang turut berpartisipasi dan memberikan modal awal untuk CCP.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan pentingnya pembentukan CCP bagi pasar derivatif Indonesia, terutama di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA). Menurut Mahendra, CCP menjadi salah satu pilar utama dalam reformasi pasar derivatif nasional.

Mahendra menyampaikan bahwa keberadaan CCP akan meningkatkan keamanan dan efisiensi di industri jasa keuangan domestik, terutama dalam hal mitigasi risiko kredit pihak lawan. Hal ini juga akan mempermudah proses kliring dan penyelesaian transaksi derivatif. "Dengan CCP, pasar derivatif di Indonesia akan menjadi lebih teratur, stabil, dan kredibel di mata investor global," ujar Mahendra dalam acara peluncuran yang disiarkan secara daring pada Senin, 30 September 2024.

OJK berkomitmen untuk mendukung penuh pelaksanaan reformasi pasar derivatif over-the-counter sesuai agenda G20. Mahendra mengapresiasi upaya PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dalam menyiapkan infrastruktur dan regulasi yang diperlukan untuk operasional CCP. CCP sendiri dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) serta Financial Stability Board G20.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan bahwa CCP akan meningkatkan transaksi Domestic Non-Delivery Forward (DNDF) hingga mencapai USD 1 miliar per hari pada 2030, naik 900% dari angka saat ini sebesar USD 100 juta per hari. Selain itu, transaksi repurchase agreement (repo) juga diproyeksikan meningkat dari Rp14 triliun menjadi Rp30 triliun per hari pada 2030.

Perry menambahkan bahwa kenaikan volume transaksi ini diharapkan karena adanya pengurangan risiko dalam transaksi yang terpusat melalui CCP. "Karena tersentralisasi dengan close out netting, maka risiko antar partynya bisa kita minimalkan. Ini menjadi credit risknya yang sangat tinggi," ungkap Perry.

Delapan bank yang berpartisipasi dalam penyetoran modal awal CCP adalah Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata. Pada Agustus 2024, mereka bersama-sama menyepakati pengembangan CCP di PUVA.

Dengan langkah ini, diharapkan pasar derivatif Indonesia semakin dipercaya oleh investor global, menciptakan peluang pertumbuhan yang lebih besar bagi industri keuangan nasional.

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News