BPRNews.id - Sekretaris Dinas Komunikasi Informasi Statistik dan Persandian (Diskominfotiksan) Kota Pekanbaru, Ade Rinaldi, menghadiri Temu Bisnis P3DN Ke-VIII di Indonesia Convention Center, Banten. Acara yang berlangsung pada Selasa 17 September hingga Rabu 18 September tersebut mewakili Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru dalam mendukung pembangunan ekosistem ekonomi digital di Indonesia.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang mewakili Presiden RI Joko Widodo. Sejumlah tokoh lainnya turut hadir, di antaranya Menteri Kominfo, Menteri Budpar Ekraf, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, serta Wakil Kepala BSSN.
Dengan tema "Membangun Ekosistem Ekonomi Digital untuk Produk Lokal," pertemuan ini menekankan penguatan produk lokal dengan memanfaatkan teknologi digital guna memperluas akses ke pasar global. Dalam pesan yang disampaikan melalui video, Presiden Joko Widodo mengingatkan pentingnya mendukung produk dalam negeri, "Kita harus bangga pada buatan Indonesia. Membeli produk kita sendiri," tegasnya.
Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, menjelaskan bahwa Temu Bisnis P3DN Ke-VIII ini diharapkan menjadi warisan penting bagi pemerintahan berikutnya, terutama terkait pengadaan barang dan jasa dalam negeri yang semakin didorong oleh digitalisasi.
Luhut juga memaparkan perkembangan signifikan dalam e-katalog di berbagai daerah, yang kini mencakup lebih dari 9,4 juta item, dibandingkan dengan 50.000 item pada awalnya. “Ini sangat membanggakan dan saya pikir ini akan menjadi satu legacy dari pemerintah saat ini dan akan diteruskan oleh pemerintahan yang akan datang,” katanya.
Menteri Kominfo RI, Budi Arie Setiadi, dalam sambutannya menyambut baik kolaborasi yang dilakukan antara Kemenkominfo dan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan P3DN. Menurutnya, kolaborasi ini menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung produk dalam negeri melalui teknologi informasi. Budi juga menyebutkan bahwa target belanja produk dalam negeri (PDN) untuk kementerian/lembaga/daerah mencapai 778 triliun rupiah pada 2024, dengan realisasi belanja hingga 14 September 2024 mencapai 436,74 triliun rupiah.
"Sedangkan, total potensi realisasi belanja P3DN mencapai 186 triliun pada temu bisnis tahap kedelapan ini," jelasnya.
Di tingkat internasional, beberapa negara juga menjalankan strategi serupa untuk mendukung produk lokal. Thailand, misalnya, menerapkan program "Made in Thailand" dengan target penggunaan 60% produk lokal, sementara Malaysia meluncurkan sertifikasi "By Malaysia" untuk mendukung produk buatan dalam negeri. Vietnam turut berkontribusi dengan kampanye dan pameran produk lokal, serta menggandeng media untuk publikasi.
Selain diskusi, acara ini juga menampilkan pameran produk lokal dari berbagai sektor, termasuk pertanian, UMKM, dan teknologi IoT. Kegiatan ini diikuti oleh 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota, yang dihadiri oleh Penjabat Wali Kota, Sekda, atau perwakilannya.
BPRNews.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat, telah meluncurkan program kredit usaha tanpa bunga yang ditujukan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta para petani. Program ini disalurkan melalui Bank Perkonomian Rakyat (BPR) dan bertujuan untuk membantu meningkatkan produktivitas pelaku usaha tanpa harus terjerat utang dengan bunga tinggi, terutama dari bank keliling.
Pada kunjungannya ke Desa Cikondang, Kecamatan Cibeber, Rabu 18 September 2024, Bupati Cianjur Herman Suherman menjelaskan mengenai program tersebut. Ia menekankan pentingnya inisiatif ini untuk menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya dalam hal permodalan yang lebih mudah diakses tanpa risiko bunga yang memberatkan.
“Program bantuan yang diharapkan pelaku usaha dan petani adalah permodalan tanpa bunga karena selama ini mereka memilih cara cepat meminjam modal ke bank keliling atau emok dengan bunga yang mencekik,” ujarnya.
Pemkab Cianjur berkomitmen menghadirkan solusi nyata melalui BPR yang tersebar di berbagai kecamatan, sehingga para pelaku usaha dan petani dapat terhindar dari jeratan pinjaman yang tidak menguntungkan. Kredit tanpa bunga ini dapat diajukan oleh semua pelaku usaha dan petani yang telah memiliki Nomer Induk Berusaha (NIB).
“Bagi pelaku usaha yang sudah memiliki NIB UMKM akan mendapatkan kemudahan dalam aspek pendanaan misalnya untuk mengajukan KUR dengan bunga rendah atau tanpa bunga sesuai program yang diberikan Pemkab Cianjur,” tambahnya.
Ajid Salim, salah satu pelaku usaha sapu ijuk di Kecamatan Cibeber, mengungkapkan bahwa selama 15 tahun mengelola usahanya yang melibatkan 12 pekerja, ia kerap kesulitan mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Meskipun pasarnya telah merambah wilayah Jabodetabek, keterbatasan modal menjadi hambatan utama dalam memperluas produksinya.
Selama ini, Ajid memperoleh bahan baku ijuk dari daerah Cianjur Selatan seperti Kadupandak, Pagelaran, Sukanagara, hingga Sukabumi. Namun, keterbatasan dana membuatnya hanya bisa memproduksi sekitar 1.000 sapu per bulan. “Karena keterbatasan modal saya membatasi pembelanjaan bahan baku dan hanya bisa mempekerjakan 12 orang ibu-ibu warga sekitar rumah dengan hasil 1.000 sapu per bulan, kalau pasar terbuka lebar namun kembali lagi ke permodalan yang terbatas mau pinjam ke bank bunganya tinggi,” tuturnya.
Ajid berharap adanya dukungan modal usaha dari pemerintah tanpa bunga agar usahanya dapat berkembang, bahkan hingga melayani pasar internasional seperti beberapa tahun sebelumnya. “Beberapa tahun lalu saya sempat mengirim ijuk bersih ke luar negeri, terbentur modal terpaksa berhenti,” tambahnya.
Dengan adanya program ini, diharapkan para pelaku UMKM dan petani di Cianjur dapat lebih mudah mengakses modal usaha dan meningkatkan produktivitas tanpa harus terbebani oleh bunga pinjaman tinggi.
bprnews.id - Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar bersama Bupati Blitar serta Direktur Utama PT BPR Penataran Artha Sejahtera (PAS) menghadiri acara sosialisasi Tabungan Simpanan Pelajar (Simpel) yang diselenggarakan oleh BPR Penataran Artha Sejahtera di Pendapa Ageng Hand Asta Sih, Srengat, Kabupaten Blitar, pada Rabu (18/9/2024).
Setelah acara tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar menyampaikan bahwa kegiatan sosialisasi Simpel ini sangat positif dan sekaligus menjadi ajang pengenalan BPR kepada para guru. “Kita serahkan kepada Korwil untuk menindaklanjuti kerja sama ini. Kami sudah memberikan dukungan dan pondasi kepada guru-guru untuk mengajari siswa bagaimana mengelola keuangan dengan menabung, menyisihkan uang jajan, dan sebagainya. Semua bersifat sukarela, tanpa paksaan,” ujar Adi Andaka kepada media.
Ia juga menegaskan pentingnya kemudahan dalam proses peminjaman di BPR Penataran Artha Sejahtera dengan menggunakan jaminan Surat Keputusan (SK), sehingga para guru terhindar dari jebakan pinjaman online (Pinjol). “Supaya dipermudah peminjamannya dengan jaminan SK, agar guru-guru tidak terkena pinjol,” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Blitar Hj. Rini Syarifah berharap agar BPR Penataran Artha Sejahtera bisa berkembang menjadi lembaga perbankan yang lebih maju dan sejahtera, serta mampu memberikan kontribusi lebih bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Blitar. “Kami berharap BPR PAS ke depan bisa lebih maju, sukses, dan bisa memberikan pelayanan perbankan yang lebih optimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, BPR PAS juga diharapkan dapat mengoptimalkan penyaluran produk kredit kepada pegawai PPPK di wilayah Kabupaten Blitar guna memenuhi kebutuhan mereka. Bupati Blitar menambahkan, “Kami mendorong BPR PAS untuk menggarap pasar captive di Kabupaten Blitar, seperti ASN, perangkat desa, pedagang pasar, dan UMKM, sehingga BPR PAS ini bisa menjadi lebih maju dan sukses ke depannya,” jelasnya.
Penulis : Vania
Editor : Widya
bprnews.id - Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengungkapkan bahwa peningkatan kredit bermasalah di sektor BPR pada semester I/2024 masih berkaitan dengan dampak lanjutan dari pandemi Covid-19.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) BPR naik signifikan menjadi 11,39% pada Juni 2024, dengan total nominal NPL mencapai Rp16,46 triliun. Ketua Umum Perbarindo, Tedy Alamsyah, menjelaskan bahwa “Rasio NPL yang naik lebih disebabkan oleh dampak pandemi sebelumnya. Beberapa BPR baru menyesuaikan kebijakan mereka pada akhir masa relaksasi,” ungkapnya pada Selasa (17/9/2024).
Meski demikian, ia optimistis tren peningkatan NPL ini akan segera berakhir. Peningkatan jumlah kredit menjelang akhir tahun 2024 diharapkan dapat memperbaiki rasio NPL pada kelompok BPR. “Seluruh pelaku industri BPR memiliki semangat yang sama untuk terus memperbaiki kinerja mereka, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas,” tambahnya.
Tedy juga menjabat sebagai Direktur Utama PT BPR Danagung, berdasarkan laporan kredit bermasalah di sektor BPR semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah BPR yang mengalami kebangkrutan dan dicabut izin usahanya oleh OJK pada tahun 2024.
Terbaru, OJK mencabut izin usaha PT BPR Nature Primadana Capital, yang menjadi salah satu dari 15 BPR yang mengalami kebangkrutan sepanjang tahun ini. Selain pembengkakan NPL, OJK juga melaporkan peningkatan kredit macet hingga mencapai Rp10,91 triliun, naik 29,87% Year-On-Year (yoy) pada Juni 2024. Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, NPL BPR tercatat berada pada level 9,27%, dengan nominal Rp12,58 triliun, sementara kredit macet berada pada Rp8,4 triliun. Tren kenaikan NPL BPR sudah terjadi sejak awal 2024, di mana pada Januari tercatat sebesar 10,25%, Februari naik menjadi 10,55%, kemudian berlanjut pada Maret, April, dan Mei masing-masing di level 10,7%; 11,2%; dan 11,37%.
Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa meskipun ada peningkatan NPL, pertumbuhan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan kredit di sektor BPR dan BPR Syariah tetap positif pada semester I/2024. Masing-masing mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 6,19%, 7,01%, dan 6,96%. Dian menjelaskan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh perluasan kegiatan usaha sesuai dengan amanat UU P2SK, serta pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar, sejalan dengan akselerasi konsolidasi industri BPR/S sesuai single presence policy yang diatur dalam POJK No. 7/2024.
Penulis : Vania
Editor : WIdya
bprnews.id - Berita mengenai penutupan 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara Januari hingga September 2024, yang dilaporkan oleh www.msn.com pada Senin, 16 September 2024, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas sektor perbankan lokal. Penutupan ini mencerminkan adanya masalah struktural yang signifikan pada beberapa bank kecil di Indonesia. Berikut adalah daftar 15 bank yang izinnya dicabut oleh OJK: BPR Wijaya Kusuma, BPR Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto, BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Pasar Bhakti Sidoarjo, BPR Purworejo, BPR EDC Cash, BPR Aceh Utara, BPR Sembilan Mutiara, BPR Bali Artha Anugrah, BPR Syariah Saka Dana Mulia, BPR Dananta, BPR Jepara Artha, BPR Lubuk Raya Mandiri, BPR Sumber Artha Waru Agung, dan BPR Nature Primadana Capital.
Menurut Januariansyah Arfaizar, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta, langkah penutupan ini menunjukkan bahwa tata kelola yang lemah masih menjadi masalah utama. "Kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik seringkali menjadi penyebab utama kegagalan BPR dan BPR Syariah," jelasnya. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam manajemen risiko dan kepatuhan regulasi yang ada. Ketergantungan yang besar pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menutup simpanan nasabah juga menunjukkan masalah dalam pengelolaan likuiditas.
Januariansyah menekankan bahwa OJK seharusnya lebih aktif dalam membina BPR sebelum masalah mencapai titik kritis. "OJK perlu lebih proaktif dalam melakukan pembinaan, bukan hanya bertindak ketika bank sudah di ambang kebangkrutan," tegasnya. Ia juga menyarankan bahwa mekanisme pengawasan OJK harus melibatkan intervensi yang lebih dini serta mendorong penguatan modal dan likuiditas untuk mencegah kegagalan sistemik.
Ia juga mencatat bahwa meskipun Peraturan OJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang tata kelola bank adalah langkah yang positif, tantangan sebenarnya terletak pada pelaksanaannya. "Bank-bank kecil seperti BPR sering kesulitan mengikuti standar tata kelola yang diterapkan untuk bank-bank besar," ungkapnya, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih sesuai dengan kapasitas mereka.
Januariansyah memberikan beberapa saran strategis untuk memperkuat BPR:
1. Peningkatan Pengawasan dan Deteksi Dini: OJK perlu mengembangkan sistem deteksi dini yang lebih efektif, seperti audit berkala dan pelatihan intensif bagi pengurus bank. "Teknologi pengawasan yang memungkinkan pelacakan kesehatan keuangan secara real-time juga perlu diperbaiki," sarannya.
2. Penguatan Modal dan Likuiditas: Pemerintah dan OJK bisa menyediakan akses dana murah atau subsidi modal bagi BPR yang berpotensi namun mengalami kesulitan likuiditas sementara. Ini juga dapat mendorong sinergi dengan lembaga keuangan yang lebih besar.
3. Kolaborasi dan Konsolidasi:"Untuk mengurangi risiko penutupan massal di masa mendatang, OJK dapat mendorong konsolidasi BPR yang lemah melalui merger atau kemitraan dengan lembaga keuangan yang lebih besar," ujarnya.
4. Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di sektor BPR harus diprioritaskan. Menurutnya, "pengelola BPR seringkali kekurangan akses terhadap pelatihan dalam manajemen risiko, teknologi keuangan, dan kepatuhan regulasi," sehingga program pelatihan berkelanjutan perlu disediakan.
Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan BPR dan BPRS bisa tumbuh menjadi lembaga yang lebih kuat, berintegritas, dan mampu bertahan dari tantangan tanpa mengalami kebangkrutan massal.