Standard Post with Image
teknologi

Dompet Digital Harus Perkuat Ekosistem untuk Bersaing dengan Bank Besar

BPRNews.id - Dengan semakin populernya penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), transaksi dompet digital mengalami peningkatan signifikan. Namun, industri ini tetap menghadapi tantangan besar dalam bersaing dengan bank-bank besar yang memiliki modal dan infrastruktur yang lebih kuat.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa dompet digital harus bersaing dengan bank yang memiliki jaringan keuangan yang kuat dan teknologi digital yang terus berkembang. "QRIS juga dapat dimanfaatkan oleh bank untuk melakukan pembayaran langsung," ujar Nailul pada Senin (17/6).

Pengguna dompet digital masih bergantung pada bank untuk melakukan top-up saldo. Oleh karena itu, menurut Nailul, penyedia layanan dompet digital harus memperkuat kerja sama dengan perbankan digital untuk memperluas akses dan layanan bagi masyarakat.

Meskipun demikian, dompet digital memiliki keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk bersaing dalam sistem pembayaran digital, yaitu ekosistem digital yang terintegrasi dengan berbagai layanan digital lainnya. Potensi ini dapat dieksplorasi lebih lanjut agar layanan dompet digital dapat berkembang lebih pesat.

Dari sisi regulasi, Bank Indonesia telah menjalankan perannya dengan baik dalam pengaturan QRIS. Nailul menegaskan bahwa aturan yang terkait dengan uang masyarakat memang seharusnya diatur oleh pihak yang berwenang. "Tidak perlu dijadikan self-regulation oleh industri," imbuhnya.

Penguatan ekosistem digital juga menjadi salah satu strategi PT Fintek Karya Nusantara atau LinkAja untuk meningkatkan transaksi. Chief Executive Officer LinkAja, Yogi Rizkian, menyatakan bahwa pihaknya optimistis jumlah transaksi dapat meningkat lebih dari 60% hingga akhir tahun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2023. Untuk mencapai target tersebut, LinkAja akan menerapkan berbagai strategi, termasuk fokus pada model bisnis business to business to consumer (B2B2C).

Pada sisi B2B, LinkAja berfokus pada end-to-end value chain dari sisi tradisional maupun digital. Sementara pada sisi B2C, mereka mengutamakan akuisisi pengguna berbiaya rendah dan retensi pengguna. 

"Ekosistem BUMN tetap menjadi keunggulan kompetitif utama LinkAja sebagai solusi keuangan digital yang mendukung pengembangan infrastruktur pembayaran bersama dengan berbagai lini bisnis BUMN," ujar Yogi.

LinkAja juga terus berkolaborasi dengan berbagai perusahaan di bawah Kementerian BUMN sebagai penyedia layanan penyaluran insentif dan platform penukaran poin loyalitas. Hal ini memungkinkan LinkAja mendapatkan basis pengguna besar tanpa biaya akuisisi dan retensi yang tinggi.

Dengan mengoptimalkan strategi tersebut, Yogi yakin LinkAja dapat melanjutkan kinerja positif, baik dari jumlah pengguna aktif maupun nilai transaksi. Hingga Mei 2024, LinkAja mencatatkan 3,7 juta transaksi QRIS, meningkat hampir 20% dibanding April 2024.

Yogi menambahkan bahwa peningkatan transaksi QRIS disebabkan oleh adopsi dan penetrasi transaksi digital yang semakin tinggi karena kemudahan dan keamanan bertransaksi yang ditawarkan.

PT Astra Digital Arta atau AstraPay juga menunjukkan performa yang kuat dengan pencapaian gross transaction value (GTV) sebesar Rp 19,03 triliun selama lima bulan pertama tahun ini. "Target GTV hingga akhir tahun ini mencapai Rp 52,59 triliun," kata Chief Executive Officer AstraPay, Rina Apriana.

Rina menyebutkan bahwa total pengguna AstraPay hingga Mei 2024 telah mencapai lebih dari 13 juta dengan jumlah transaksi mencapai 32 juta kali. Mereka menargetkan bisa meraih 15 juta pengguna hingga akhir tahun. Selain itu, dengan meningkatnya adopsi teknologi keuangan, penggunaan QRIS sebagai salah satu metode pembayaran digital juga semakin meluas.

Dengan terus memperkuat ekosistem digital dan meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, penyedia layanan dompet digital diharapkan dapat bersaing lebih efektif dengan bank besar, memberikan lebih banyak kemudahan dan keamanan bagi para pengguna.’


 

Standard Post with Image
REGULATOR

Memperkuat Kerja Sama, OJK Gelar Evaluasi Kinerja BPR dan BPRS di Kepulauan Riau

BPRNews.id - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengadakan evaluasi kinerja untuk seluruh BPR dan BPRS di wilayah tersebut pada tahun 2024.

Langkah ini diambil untuk terus memperkuat sinergi Sektor Jasa Keuangan (SJK) secara berkelanjutan. Selain itu, OJK Kepri juga mengadakan Sosialisasi Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK-EP).

Kepala OJK Kepri, Sinar Dananjaya, menyatakan bahwa BPR dan BPRS di Kepri kembali mencatat kinerja positif. Total aset mereka meningkat sebesar Rp 590 miliar (5,80 persen ytd) dari Rp 10,169 miliar pada Desember 2023 menjadi Rp 10,759 miliar pada April 2024.

Peningkatan total aset ini didukung oleh kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 501 miliar (6,45 persen ytd) dari Rp 7,779 miliar (Desember 2023) menjadi Rp 8,280 miliar (April 2024). Kontribusi DPK BPR/BPRS Kepri terhadap DPK BPR/BPRS Nasional mencapai 5,13 persen.

"Sebagian besar dana nasabah ditempatkan dalam Deposito sebesar Rp 7,772 miliar (88,4 persen dari total penghimpunan dana) dan Tabungan sebesar Rp 1,009 miliar (11,56 persen)," ujar Sinar pada Jumat (14/6/2024).

Sinar melanjutkan, peningkatan DPK tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit BPR/BPRS yang mencatat kinerja baik setelah berakhirnya masa relaksasi Covid-19. Penyaluran kredit tumbuh 6,45 persen ytd, melebihi pertumbuhan Kredit Nasional sebesar 2,32 persen ytd.

Penyaluran kredit BPR/BPRS Kepri per April 2024 mencapai Rp 8,280 miliar dengan kontribusi 5,13 persen terhadap total kredit BPR/BPRS Nasional. "Sektor rumah tangga, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran menjadi sektor dengan penyaluran kredit terbesar," tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Sinar Dananjaya juga menyampaikan isu strategis kepada BPR dan BPRS di Kepri, termasuk kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar yang harus dipenuhi sebelum 31 Desember 2024.

"Selain itu, perubahan nomenklatur 'Bank Perkreditan Rakyat' menjadi 'Bank Perekonomian Rakyat' dan 'Bank Pembiayaan Rakyat Syariah' menjadi 'Bank Perekonomian Rakyat Syariah' harus diselesaikan dalam waktu maksimal 2 tahun sejak UUP2SK diundangkan," tegas Sinar Dananjaya.

Pada kesempatan yang sama, Patricia, Analis Eksekutif Direktorat Pengaturan Prudensial dan Integritas Sistem Keuangan OJK, menjelaskan bahwa sosialisasi implementasi SAK-EP kepada seluruh BPR/BPRS di Kepri bertujuan untuk meningkatkan pemahaman atas SAK-EP yang akan berlaku efektif pada 1 Januari 2025.

Peralihan dari sistem akuntansi SAK-ETAP ke SAK-EP bertujuan untuk meningkatkan kualitas pencatatan keuangan yang lebih adaptif dan mendukung operasional BPR/BPRS menjadi lebih optimal.

"Ke depan, OJK Provinsi Kepri bersama BPR/BPRS di Kepri akan terus bersinergi memperkuat Industri Jasa Keuangan agar selalu berkontribusi kepada masyarakat dengan tetap mematuhi ketentuan yang berlaku," kata Patricia.

 

Standard Post with Image
BPR

Mantan Dirut BPR Batola Divonis 4 Tahun Penjara atas Kasus Penyalahgunaan Dana

BPRNews.id - Bahrani, mantan Direktur Utama Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Batola, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam sidang lanjutan yang digelar pada Jumat pagi (14/6/2024).

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Yusriansyah SH, MH, dengan anggota Arif Winarno SH dan Febri SH, MH, memutuskan bahwa Bahrani bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana BPR. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu SH dari Kejari Batola turut hadir dalam persidangan tersebut.

Selain hukuman penjara, Bahrani juga didenda sebesar Rp 200 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kurungan selama 3 bulan.

Lebih lanjut, Bahrani diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 128 juta. Berdasarkan audit, total kerugian yang dialami BPR mencapai sekitar Rp 8 miliar, meskipun dalam perhitungan terdakwa, kerugian hanya sebesar Rp 4 miliar dengan sisa Rp 4 miliar berupa angsuran yang belum jatuh tempo. Jika dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah Bahrani tidak mampu membayar uang pengganti, hukuman penjara tambahan selama 2 tahun akan dijatuhkan.

Kasus ini bermula ketika Bahrani, sebagai Direktur PT BPR Batola, didakwa menyalahgunakan jabatan dan wewenang dengan meloloskan syarat penyaluran kredit yang tidak sesuai prosedur. Akibat tindakannya, negara mengalami kerugian miliaran rupiah.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Kredit Macet BPR Meningkat, OJK Ambil Langkah Antisipatif

BPRNews.id - Kredit macet di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terus meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan berbagai langkah untuk mengantisipasi pembengkakan kredit macet tersebut.

Menurut Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, rasio kredit bermasalah Non Performing Loan(NPL) BPR mencapai 10,7% per Maret 2024, naik dari 8,51% pada Maret 2023. Pada Januari dan Februari 2024, NPL BPR masing-masing berada pada level 10,25% dan 10,55%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa BPR, sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana dari serta kepada masyarakat, harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Bank perlu memiliki kebijakan yang jelas dalam pemberian kredit, penilaian kualitas kredit, serta menjaga profesionalisme dan integritas Direksi, Dewan Komisaris, dan pegawai di bidang perkreditan untuk memastikan kualitas kredit tetap baik.

Untuk menjaga kualitas kredit BPR, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat. Aturan ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, mengatasi masalah pemberian kredit BPR pasca pandemi Covid-19, dan menyelaraskan dengan ketentuan terkini serta prinsip-prinsip pengaturan yang lebih baik.

"BPR perlu memastikan pengelolaan aset, terutama aset produktif berupa kredit yang diberikan, dilakukan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko," ujar Dian dalam jawaban tertulis pada Jumat (14/6/2024).

Dian juga menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan NPL di BPR, termasuk berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin ketat, yang meningkatkan eksposur risiko kredit. Namun, berbagai upaya telah dilakukan untuk memitigasi dampak negatif dari peningkatan rasio NPL tersebut. Rasio permodalan BPR terpantau memadai dengan rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio(CAR) pada level 32,6%.

"Rasio CAR yang jauh di atas ambang batas menunjukkan bahwa BPR memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, terutama risiko kredit," tambah Dian. Selain itu, BPR juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai penyangga apabila terdapat penurunan kualitas kredit.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, mengakui bahwa BPR menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam hal kredit bermasalah. Tantangan ini muncul sebagai akibat dari kebijakan restrukturisasi Covid-19. "Beberapa pelaku industri telah mengurangi kredit-kredit restrukturisasi akibat relaksasi Covid-19, sehingga kredit yang ada telah dinormalisasi, yang menyebabkan kenaikan NPL," ujarnya.

 

Standard Post with Image
BPR

Bank Jateng Akan Menggabungkan 34 BPR BKK di Jawa Tengah

BPRNews.id - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) berencana mengintegrasikan 34 Bank Perekonomian Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) yang beroperasi di Jawa Tengah. Direktur Bisnis Kelembagaan, Treasuri, dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng, Ony Suharsono, menyatakan bahwa rencana ini sejalan dengan kebijakan OJK mengenai single presence policy.

Kebijakan ini mengarahkan agar BPR yang dimiliki oleh pemerintah daerah digabungkan menjadi satu pemegang saham melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ada di wilayah tersebut.

“Saat ini kami sedang melakukan studi kelayakan. Kami berharap merger BPR BKK di Jawa Tengah dapat terlaksana pada tahun 2025 atau paling lambat 2026, lalu digabungkan ke Bank Jateng,” ujar Ony pada Jumat (14/6).

Ony menambahkan bahwa Bank Jateng telah siap dari segi permodalan untuk menggabungkan semua BPR tersebut. Hingga kuartal I-2024, Bank Jateng memiliki total ekuitas sebesar Rp 9,84 triliun, meskipun angka ini sedikit menurun dari Rp 10,68 triliun pada akhir Desember 2023.

“Infrastruktur dan teknologi kami juga dapat dimanfaatkan oleh BPR BKK di Jawa Tengah,” lanjut Ony.

Selain rencana penggabungan, Ony menyebutkan bahwa ada opsi lain untuk BPR BKK setelah digabungkan. Salah satu opsi tersebut adalah pemisahan unit usaha syariah milik Bank Jateng, sehingga bisa berdiri sebagai Bank Jateng Syariah.

“Jadi nantinya bisa ada Bank Jateng Syariah sendiri, tapi itu masih dalam tahap opsi,” ujarnya.

Per kuartal I-2024, aset unit usaha syariah Bank Jateng tercatat sebesar Rp 4,32 triliun, yang merupakan sekitar 4,91% dari total aset Bank Jateng sebesar Rp 87,9 triliun.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News