Standard Post with Image
BPR

Transformasi Hukum dan Sistem Perbankan BPR Pasca UU No. 4/2023

BPRNews.id - Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UUP2SK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat perubahan besar yang harus dihadapi oleh Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), baik dari sisi sistem maupun hukum, terutama terkait masalah permodalan.  

Wibowo, seorang dosen dan praktisi perbankan di Sukabumi, menjelaskan bahwa pengurus bank harus memahami asas, fungsi, tujuan, jenis usaha, perizinan, kepemilikan, bentuk hukum bank, serta persyaratan dan prosedur pendirian bank. "Saat ini BPR berubah nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan diberi waktu dua tahun untuk menyesuaikan setelah undang-undang ini diundangkan, maksimal tiga tahun. Sebelum UU ini, BPR dilarang menerima simpanan giro dan melakukan transaksi giral. Namun, UU baru ini memberikan arah kebijakan pengembangan usaha untuk meningkatkan akses, sehingga BPR dapat sejajar dengan bank umum," terang Wibowo.

Menurut Wibowo, sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan harus memiliki sikap kreatif, inovatif, dan kuat dalam bersaing di dunia bisnis keuangan. Jika SDM yang dimiliki tidak kompeten, maka kebijakan UU ini dapat menggerus kemampuan BPR. Pengurus BPR harus lulus dari lembaga Certif dan diajukan ke OJK oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) atau Kuasa Pemegang Modal (KPM) untuk uji kelayakan dan kepatutan.

"Intinya, pengurus BPR harus memahami arah kebijakan perusahaan, terutama tata kelola bank dan teknik-teknik operasional seperti sumber dana bank, kredit dan jaminan, jasa-jasa perbankan, perlindungan hukum bagi nasabah simpanan, rahasia bank, dan tindak pidana di bidang perbankan. Enam poin ini harus benar-benar dipahami oleh manajer atau pimpinan bank karena jika terjadi penyimpangan, pasti akan ada risiko," jelas Wibowo, yang juga adalah trainer di Lembaga Certif Jakarta.

Wibowo mencontohkan BPR Sukabumi yang mampu bertahan di tengah goncangan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa SDM yang kuat sangat berpengaruh pada kepercayaan nasabah dan kestabilan perusahaan. "Setiap bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian atau prudential banking. Komisaris dan direksi bank wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tingkat kesehatan bank terpenuhi," tambahnya.

Komisaris dan direksi harus memiliki tiga sikap penting: knowledge, skill, dan attitude. Jika hal ini tidak dipahami, jalannya usaha akan stagnan. Enam faktor penilaian bank yang umum dan standar adalah: Capital, Asset Quality, Management, Earning/Rentabilitas, Liquiditas, dan Sensitivity to Market Risk.

"Rasio-rasio keuangan bank seperti rasio kecukupan modal (12%), Non-Performing Loan (5%), Return on Assets (10%), Return on Equity (25-30%), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (70-80%), dan Loan to Deposit Ratio (90-93%) harus terpenuhi untuk memastikan bank tersebut aman dan sehat," tegas Wibowo.

Jika ketiga aspek kinerja keuangan, yaitu solvabilitas (kemampuan perusahaan membayar), likuiditas (pemenuhan terhadap simpanan nasabah), dan rentabilitas (kemampuan menghasilkan laba), terpenuhi, maka bank akan stabil dan berkembang.

"Semoga dengan peningkatan kualitas SDM, BPR dapat bangkit dan berkembang, meskipun banyak yang terkena sanksi OJK. Perubahan badan hukum diharapkan dapat membawa angin segar bagi perbankan khususnya BPR," pungkasnya.

 

Standard Post with Image
BPR

Evaluasi Pemkot Bogor Terhadap BPR Bank Kota Bogor, Fokus pada Kredit Macet dan Digitalisasi

BPRNews.id - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, telah melaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perumda) BPR Bank Kota Bogor, dengan fokus khusus pada masalah kredit macet nasabah serta adaptasi di era digital. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa bank mampu bersaing dan tetap relevan di tengah kemajuan teknologi yang cepat.

Pada Kamis lalu, Penjabat Wali Kota Bogor, Hery Antasari, mengemukakan hasil evaluasi tersebut dalam acara pelantikan Bhima Irsi Faliandri Irman sebagai Direktur Operasional (Dirops) Perumda BPR Bank Kota Bogor untuk periode 2024-2029. Dalam kesempatan itu, Hery memberikan sejumlah catatan penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh jajaran manajemen bank.

Hery menyampaikan bahwa hasil evaluasi kinerja hingga triwulan pertama tahun 2024 menunjukkan bahwa Perumda BPR Bank Kota Bogor adalah entitas yang sehat, menguntungkan, dan likuid. Namun, di era digital yang terus berkembang, bank ini harus segera mengakselerasi transformasi digital agar tetap kompetitif di dunia perbankan Kota Bogor.

"Di era digital saat ini, Perumda BPR Bank Kota Bogor dituntut untuk segera adaptif dalam mengakselerasi transformasi digital sehingga dapat bersaing dalam dunia perbankan di Kota Bogor," ujar Hery.

Menanggapi arahan tersebut, Bhima Irsi Faliandri berjanji akan menjalankan tugasnya dengan baik, mengikuti pesan yang diberikan oleh Pj Wali Kota Bogor. Bhima menekankan pentingnya peningkatan operasional serta kelancaran dan kelangsungan Bank Kota Bogor ke depan.

Bhima juga mengungkapkan rencana program-program yang akan diluncurkan, salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan modal kerja. Ia berharap program ini dapat disambut baik oleh warga Bogor, mengingat bunga yang kompetitif dan bersahabat.

"Tentunya harapan kami bisa disambut oleh warga Bogor karena bunga sangat kompetitif bersahabat dan kita ingin bisa bersaing dengan KUR. Perkiraan saya di awal tahun depan sudah bisa karena harus dianggarkan terlebih dahulu," ucap Bhima.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat membawa Perumda BPR Bank Kota Bogor menuju era baru yang lebih modern dan efisien, sekaligus menjaga kepercayaan nasabah dengan pelayanan yang lebih baik dan inovatif. Evaluasi ini juga menjadi momentum penting bagi bank untuk berbenah dan terus meningkatkan kualitas layanan demi kesejahteraan masyarakat Kota Bogor.

 

Standard Post with Image
BPR

Bank Lestari Berada di 10 Besar BPR Terbesar di Indonesia

BPRNews.id - Bank Perekonomian Rakyat (BPR) merupakan salah satu pilar utama dalam mendorong perekonomian masyarakat Indonesia, khususnya di sektor UMKM. Dengan fokus pada pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, BPR memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Salah satu BPR yang telah berkontribusi besar adalah Bank Lestari Bali. Bank ini menduduki peringkat kedua dalam daftar 10 BPR terbesar di Indonesia.

BPR Lestari Bali, yang berlokasi di Pulau Dewata, didirikan pada 22 Maret 1989 dengan nama BPR Sri Artha Lestari. Pada tahun 1999, bank ini diakuisisi oleh Alex Purnadi Chandra bersama rekan-rekannya Eddy Ateng, Effendy Intan, dan Eric Chandra, yang kemudian mengubah namanya menjadi BPR Lestari. Pada awal berdirinya, bank ini memiliki aset sebesar Rp300 juta. Namun, berkat perkembangan yang pesat, pada tahun 2022 asetnya mencapai Rp6,9 triliun.

BPR Lestari Bali juga telah menerima berbagai penghargaan, termasuk penghargaan sebagai Bank Teraktif dalam Meningkatkan Literasi Keuangan Masyarakat dalam LPS Banking Award 2022.

Berikut adalah daftar lengkap 10 BPR terbesar di Indonesia:

  1. BPR Eka Bumi Artha BPR Eka Bumi Artha, yang dikenal sebagai Bank Eka, didirikan pada tahun 1967 sebagai Bank Pasar Kosgoro. Berbasis di Lampung, bank ini awalnya memiliki modal dasar sebesar Rp3 juta. Pada tahun 2022, Bank Eka mencatatkan aset sebesar Rp9,24 triliun.
  2. BPR Lestari
  3. BPR Surya Yudhakencana Berlokasi di Banjarnegara, Jawa Tengah, BPR Surya Yudhakencana didirikan oleh Satrio Yudiarto pada tahun 1992. Dengan modal awal Rp120 juta, bank ini kini memiliki aset sebesar Rp2,75 triliun per tahun 2022 dan mempekerjakan 1.108 karyawan.
  4. BPR Hasamitra Didirikan oleh Yonggris Lao pada 15 November 2018 di Makassar, BPR Hasamitra kini menjadi salah satu BPR terbesar di Indonesia dengan aset sebesar Rp2,63 triliun pada tahun 2022.
  5. BPR Modern Express Berdiri sejak tahun 1988 di Maluku dan didirikan oleh Sonny Waplau, BPR Modern Express pada tahun 2023 menerima penggabungan dari 9 Bank BPR Group Modern Multiartha, sehingga asetnya mencapai Rp6,72 triliun.
  6. BPR KS Didirikan pada 14 September 1990 di Bandung, BPR KS awalnya memiliki modal dasar sebesar Rp250 juta dan pada tahun 2022, asetnya mencapai Rp2,21 triliun. BPR ini juga telah meraih sertifikasi ISO 27001:2012.
  7. BPR Jawa Timur Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPR Jawa Timur didirikan pada tahun 2000 dan telah berkembang dengan 32 kantor cabang serta total aset sebesar Rp3,01 triliun.
  8. BPR BKK Jateng Berlokasi di Jawa Tengah dan didirikan pada 2 Juli 2019, BPR BKK Jateng pada tahun 2022 memiliki aset sebesar Rp2,54 triliun.
  9. BPR Palu Lokadana Utama Berdiri pada tahun 1994 di Palu, Sulawesi Tengah, BPR ini mencatatkan aset sebesar Rp2,30 triliun pada tahun 2022 dan bergabung dengan Bank BPR Modern Express pada tahun 2023.
  10. BPR Universal Didirikan pada 2 Juni 2003 oleh Kaman Siboro dan Stephen Satyahadi dengan aset awal Rp4 miliar, BPR Universal pada tahun 2022 mencatatkan aset sebesar Rp1,33 triliun.

BPR-BPR ini telah berperan penting dalam menggerakkan perekonomian rakyat dan mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia melalui berbagai produk keuangan yang mereka tawarkan.

 

Standard Post with Image
REGULATOR

Kinerja Perbankan di OJK Kediri Meningkat, Likuiditas dan Kredit Terus Bertumbuh Stabil

BPRNews.id - Industri jasa keuangan di wilayah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri menunjukkan kinerja yang stabil dan positif pada April 2024. Data terbaru mengungkapkan bahwa sektor perbankan dan industri BPR/BPRS di wilayah ini mengalami pertumbuhan yang signifikan, didukung oleh likuiditas yang memadai dan permodalan yang solid.

Menurut laporan OJK Kediri, kredit yang disalurkan oleh bank-bank di wilayah ini tumbuh sebesar 5,01 persen (year-over-year/yoy), mencapai total Rp86,67 triliun pada April 2024. Sektor UMKM menerima porsi signifikan dengan 60,43 persen dari total kredit yang disalurkan. Kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,30 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga menunjukkan kinerja positif, tumbuh sebesar 7,59 persen (yoy) menjadi Rp101,45 triliun. Tabungan dan deposito masing-masing mendominasi pertumbuhan DPK dengan persentase 63,46 dan 25,39 persen.

Industri BPR/BPRS di wilayah kerja OJK Kediri juga mencatat kinerja yang stabil. Tingkat Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai 45,16 persen, menunjukkan kekuatan modal yang cukup untuk menghadapi risiko. Tingkat likuiditas terlihat memadai dengan cash ratio sebesar 10,48 persen. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi 100,47 persen, dipengaruhi oleh perubahan parameter perhitungan yang mengikuti regulasi terbaru OJK.

OJK Kediri terus menguatkan kegiatan edukasi, inklusi keuangan, dan perlindungan konsumen melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan di wilayah ini.

Dengan kinerja yang positif ini, sektor perbankan di wilayah OJK Kediri diproyeksikan akan terus tumbuh dan mendukung perekonomian lokal, terutama melalui peningkatan akses pembiayaan bagi sektor UMKM dan usaha kecil lainnya.


 

Standard Post with Image
BPR

Tantangan dan Peluang Terkini Bisnis Bank Perekonomian Rakyat (BPR)

BPRNews.id - Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah saat ini menghadapi berbagai tantangan baik dari faktor eksternal maupun struktural internal. Implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) diharapkan mampu memberikan penguatan yang belum pernah dimiliki BPR sebelumnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyoroti bahwa dalam jangka pendek, dinamika global dan tren digitalisasi akan terus menjadi tantangan utama yang mempengaruhi perkembangan BPR ke depan.

"Akselerasi digitalisasi produk dan layanan bagi BPR dan BPRS adalah salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing mereka di tengah persaingan dengan lembaga jasa keuangan lainnya," ungkap Dian dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (18/6/2024).

Selain itu, Dian menekankan pentingnya sinergi dengan lembaga jasa keuangan lainnya, terutama dalam pengembangan produk dan layanan. OJK sendiri telah menerbitkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR/S untuk tahun 2024, di mana akselerasi digitalisasi menjadi pilar kedua.

"Pilar ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, integritas, serta daya saing melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis dan operasional BPR/S," jelasnya.

Pemanfaatan teknologi informasi (TI) dianggap tak terelakkan di era digital saat ini. Dian menambahkan bahwa TI harus diterapkan baik dalam operasional sehari-hari maupun kegiatan bisnis, dengan dukungan SDM yang berkualitas dan infrastruktur TI yang memadai.

Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, kinerja industri BPR dan BPRS tetap terjaga dengan baik. Data per Maret 2024 menunjukkan total aset BPR dan BPRS tumbuh 7,34% year-on-year (yoy) mencapai Rp216,73 triliun. Penyaluran kredit dan pembiayaan meningkat 9,42% yoy menjadi Rp161,90 triliun, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,60% yoy mencapai Rp158,8 triliun.

Beberapa BPR telah menunjukkan komitmen mereka terhadap digitalisasi untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam dan meningkatkan profitabilitas. Direktur BPR Supra Artapersada, Jeffry Thambunanto, menyatakan bahwa Bank Supra mengembangkan layanan digital bagi nasabah melalui mobile banking dan internet banking.

"Kami menyediakan akses layanan keuangan kepada nasabah pedagang pasar tanpa harus datang ke kantor cabang dengan menyediakan ATM setor tarik," kata Jeffry kepada Bisnis.

Sejalan dengan itu, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, menekankan pentingnya fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis. Menurutnya, kunci pertumbuhan bisnis terletak pada segmentasi pasar yang tepat, teknologi dan digitalisasi, peningkatan layanan pelanggan, serta membangun jaringan kolaborasi.

"BPR Hasamitra terus menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga, seperti asosiasi bisnis lokal, lembaga pendidikan, dan lembaga non-profit, untuk memperluas jaringan pelanggan dan mendapatkan dukungan dalam pemasaran dan pengembangan," ungkap Nyoman.

Dengan berbagai strategi ini, industri BPR diharapkan dapat terus bertumbuh dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan masa depan.


 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News