BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan pedoman resiliensi digital atau Digital Resilience Guideline yang dirancang untuk memperkuat kebijakan akselerasi transformasi digital perbankan. Peluncuran ini bertujuan untuk membantu industri perbankan menghadapi tantangan dan risiko yang muncul seiring dengan digitalisasi, serta menjaga ketahanan mereka dalam menghadapi disrupsi.
"Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah mengubah lanskap perbankan nasional ke arah model bisnis digital. Hal ini menuntut bank untuk melakukan akselerasi transformasi digital dalam rangka memenuhi ekspektasi nasabah dan berkompetisi dengan pelaku sektor jasa keuangan lain," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, pada acara peluncuran pedoman tersebut di Four Season Hotel, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Ia juga menekankan bahwa digitalisasi tidak hanya meningkatkan efisiensi di berbagai aspek, tetapi juga menghadirkan tantangan dan risiko yang harus diantisipasi. “Digitalisasi memberikan manfaat untuk meningkatkan efisiensi di berbagai aspek. Namun demikian, digitalisasi turut menghadirkan sejumlah tantangan dan risiko bagi perbankan yang perlu diantisipasi dan dimitigasi," tambahnya.
Sebagai langkah antisipatif, OJK telah menyusun kerangka kerja Panduan Resiliensi Digital yang mencakup ketahanan terhadap dinamika bisnis dan disrupsi. Dian menjelaskan bahwa ketahanan terhadap dinamika bisnis tercermin dalam digital competitiveness, yang meliputi pengembangan produk yang berorientasi konsumen, adopsi teknologi, transformasi desain organisasi, serta kepemimpinan dan budaya digital.
Selain itu, resiliensi terhadap gangguan dalam lanskap digital diwujudkan melalui kerangka manajemen kelangsungan bisnis (Business Continuity Management), yang terdiri atas tiga tahapan utama: antisipasi gangguan, bertahan dan pulih dari gangguan, serta evaluasi dan pengembangan untuk menghadapi disrupsi di masa depan.
Sebagai bagian dari perlindungan konsumen di era digital, kerangka resiliensi ini juga mencakup manajemen insiden, pemulihan, dan layanan pasca-insiden bagi konsumen
BPRNews.id - Pemerintah Kabupaten Probolinggo melalui Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang mengadakan Training of Trainer (ToT) untuk agen literasi keuangan. Acara ini, yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) serta peringatan Hari Indonesia Menabung, berlangsung di Auditorium Madakaripura Kantor Bupati Probolinggo dan dihadiri oleh berbagai tokoh, termasuk Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Kabupaten Probolinggo Heri Sulistyanto, Kepala OJK Malang Biger Adzanna Maghribi, serta Pj Ketua TP PKK Kabupaten Probolinggo Hj Rita Erik Ugas Irwanto.
ToT ini diikuti oleh 330 Ketua TP PKK Desa dan Kelurahan se-Kabupaten Probolinggo, didampingi oleh Ketua TP PKK Kecamatan setempat. Acara ini juga menampilkan produk-produk UMKM dari masing-masing kecamatan. Narasumber yang hadir termasuk Veralina S. Lumban Tobing dari OJK Malang, Mohammad Setya Adi dari PT Pegadaian (Persero), dan Aditya Permana dari PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.
Dalam kesempatan ini, bantuan bibit pohon diserahkan secara simbolis kepada 15 desa/kelurahan di Kabupaten Probolinggo. Pj Sekda Heri Sulistyanto menyatakan, "Kami bersyukur bisa menyatukan tekad untuk meningkatkan perekonomian, khususnya di Kabupaten Probolinggo. Edukasi keuangan ini penting untuk memberikan pemahaman tentang jasa keuangan dan manfaatnya."
Kepala OJK Malang, Biger Adzanna Maghribi, menekankan pentingnya pemahaman hak-hak konsumen dalam dunia jasa keuangan. "Kami ingin masyarakat memanfaatkan kesempatan ini untuk memahami cara membedakan layanan keuangan yang legal dan ilegal," ujarnya.
Pj Ketua TP PKK Kabupaten Probolinggo, Hj Rita Erik Ugas Irwanto, mengingatkan para peserta untuk bijak dalam menggunakan media sosial. "Sekarang ini, mengendalikan jari di media sosial sama pentingnya dengan mengendalikan mulut," tegasnya.
BPRNews.id - Pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menolak skema restrukturisasi mengungkapkan ketidakpuasan terhadap sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Usai audiensi dua jam di kantor OJK, Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta Pusat, salah satu perwakilan pemegang polis, Machril, menyatakan kekecewaannya. “Percuma kita datang, kita sudah tahu sikap OJK. Sangat mengecewakan. Dengan label Otoritas tapi tidak punya otoritas,” ujarnya.
Machril, yang mewakili sekitar 0,3 persen dari total 70 nasabah Jiwasraya yang menolak restrukturisasi, merasa bahwa OJK enggan menindaklanjuti pembayaran hak-hak pemegang polis. Ia mengatakan, “Ada keengganan OJK untuk menindaklanjuti pembayaran hak para pemegang polis Jiwasraya.” Machril juga merujuk pada Peraturan OJK (POJK) No. 22 Tahun 2023 yang dinilai memberikan wewenang bagi OJK untuk memerintahkan pembayaran, namun menurutnya, OJK lebih mendukung program restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya.
Machril menambahkan, “Kami masih menunggu kelanjutan proses ini. Jika ada gugatan, itu bisa menjatuhkan wibawa OJK.” Pengacara dan nasabah terdampak, OC Kaligis, menilai keputusan OJK sebagai alasan semata. “Alasan bahwa jika dibayar akan mengganggu nasabah lain, itu alasan yang dibuat-buat,” katanya.
Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani, menjelaskan bahwa aset Jiwasraya saat ini hanya Rp 6,7 triliun. “OJK ingin kewajiban dibayar penuh dan merata. Jika satu nasabah dibayar penuh, yang lain hanya menerima sebagian kecil,” ujarnya.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Panduan Resiliensi Digital bagi industri bank umum untuk memperkuat ketahanan perbankan di era digital. Peluncuran ini juga merupakan bagian dari upaya mengawal transformasi digital sesuai dengan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang diterbitkan pada 2022. Acara peluncuran yang berlangsung pada Selasa, 20 Agustus 2024, di Jakarta, dipimpin oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, bersama pimpinan asosiasi dan industri perbankan.
Dalam sambutannya, Dian menekankan pentingnya digitalisasi dalam meningkatkan efisiensi dan menghadirkan peluang bagi perbankan, namun juga membawa tantangan dan risiko yang harus diantisipasi. “Digitalisasi memungkinkan industri perbankan untuk berkolaborasi dengan sektor lainnya melalui interkoneksi dalam suatu ekosistem digital,” kata Dian. Oleh karena itu, ia menekankan, “Hal tersebut menuntut sistem perbankan yang resilien karena dapat mempengaruhi kelangsungan operasional dan usaha bank.”
Kerangka resiliensi digital yang tercantum dalam panduan ini berfokus pada tiga aspek utama. Pertama, aspek ketahanan terhadap dinamika bisnis yang tercermin dalam dimensi Digital Competitiveness. Ini mencakup pengembangan produk yang berorientasi konsumen, adopsi teknologi terbaru, serta transformasi desain organisasi, kepemimpinan, dan budaya digital.
Kedua, aspek ketahanan terhadap gangguan melalui kerangka manajemen kelangsungan bisnis (Business Continuity Management). Tahapan ini meliputi proses antisipasi gangguan, bertahan dan pulih dari insiden, serta menjaga kelangsungan operasional secara berkelanjutan. Ketiga, kerangka ini juga memperhatikan perlindungan nasabah di era digital, melalui manajemen insiden, pemulihan, dan layanan pasca-pemulihan bagi nasabah.
“Panduan ini bertujuan agar bank dapat mempersiapkan diri, menghadapi, dan pulih setelah terjadinya gangguan operasional teknologi atau insiden siber, serta meminimalkan kerugian nasabah, kerusakan reputasi, dan kerugian finansial,” jelas Dian. Ia juga menambahkan bahwa panduan ini merupakan bentuk dukungan OJK terhadap akselerasi transformasi digital dan penguatan ketahanan operasional bank untuk mendukung perekonomian nasional.
Acara peluncuran juga dilanjutkan dengan diskusi mengenai tata kelola Artificial Intelligence (AI) di sektor perbankan, yang melibatkan berbagai pembicara dari perusahaan teknologi dan perbankan. Dian mengungkapkan bahwa OJK berencana menerbitkan panduan khusus terkait penerapan AI di sektor perbankan, mengikuti langkah beberapa regulator di negara lain
BPRNews.id - Dua dosen dan seorang mahasiswa telah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Giri Ahmad Taufik dan Wicaksana Dramanda, yang merupakan dosen, bersama Mario Angkawidjaja, seorang mahasiswa dan nasabah Bank Perkreditan Rakyat, menguji konstitusionalitas norma pada Pasal 7 angka 57 dan 6 serta Pasal 276 angka 3, 13, dan 24 dari UU PPSK.
Kuasa hukum para pemohon, Miko Ginting, menjelaskan bahwa tujuan dari permohonan ini adalah untuk menjaga kemandirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Kami ingin memastikan LPS dapat beroperasi secara independen, terutama dalam situasi ketika bank dicabut izin usahanya dan masuk ke tahap likuidasi," kata Miko.
Para pemohon khawatir bahwa norma-norma dalam pasal-pasal yang diuji dapat menghilangkan independensi LPS akibat intervensi pihak luar. Miko menyatakan, “Intervensi semacam itu bertentangan dengan praktik terbaik dalam dunia perbankan, terutama bagi lembaga deposit insurance.”
Miko juga mengkritik Pasal 7 angka 57 yang mewajibkan Ketua Dewan Komisioner LPS untuk meminta persetujuan Menteri Keuangan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan LPS. Selain itu, Pasal 7 angka 6 dan Pasal 276 angka 3, 13, dan 24 yang memberikan kewenangan tambahan kepada LPS untuk penempatan dana dalam proses penyehatan bank juga menjadi sorotan. Menurut Miko, hal ini dapat mengakibatkan ketidakjelasan mengenai peran Bank Indonesia dan LPS serta mengarah pada fokus keuangan LPS yang tidak tepat.
Miko menambahkan, “Penambahan kewenangan ini bisa mengakibatkan kemampuan finansial LPS menjadi lebih difokuskan pada kepentingan tertentu daripada penjaminan dana nasabah secara luas, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.”
Para pemohon memohon agar MK menyatakan Pasal 7 angka 57 dan 6 serta Pasal 276 angka 3, 13, dan 24 UU PPSK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Permohonan uji materi ini terdaftar dengan Nomor 85/PUU-XXII/2024 dan sidang pemeriksaan pendahuluan dijadwalkan pada 1 Agustus 2024.