BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Barat (Kalbar) menunjukkan kepedulian mendalam terhadap dampak bencana alam, terutama kabut asap akibat kebakaran hutan, yang berdampak signifikan terhadap ekonomi lokal dan kehidupan petani. Kepala OJK Kalbar, Maulana Yasin, dalam pernyataannya, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai bagaimana kabut asap dapat mempengaruhi sektor pertanian, yang merupakan sumber penghidupan utama bagi banyak masyarakat di Kalbar.
Maulana Yasin menjelaskan, “Kami sangat menyadari bahwa bencana seperti kabut asap dapat menurunkan produktivitas pertanian. Untuk itu, OJK Kalbar terus berkolaborasi dengan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah dalam mencari solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk dampak kabut asap terhadap petani.”
Lebih lanjut, Maulana Yasin menyatakan bahwa OJK berfokus pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan sebagai bagian dari upaya mitigasi. “Kami berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat agar mereka dapat mengelola kegiatan mereka dengan lebih baik selama periode bencana kabut asap. Jika kabut asap mengakibatkan hasil panen rusak atau tidak sesuai harapan, terutama untuk tanaman padi, kami mendorong penggunaan asuransi padi sebagai solusi,” jelasnya.
Maulana Yasin juga mengungkapkan harapan agar petani bisa mendapatkan dukungan berupa premi kecil melalui kerja sama dengan industri keuangan. “Kami berharap ada sistem yang memungkinkan petani untuk menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan sehingga mereka bisa mengklaim asuransi jika menghadapi kerugian akibat bencana. Ini penting agar petani tidak mengalami kerugian yang besar atau bahkan bangkrut akibat dampak bencana seperti kabut asap,” tambahnya.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk memastikan bahwa petani tetap terlindungi dan dapat bertahan meskipun menghadapi tantangan yang disebabkan oleh bencana alam.
BPRNews.id - Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Mei 2024, Bank Perekonomian Rakyat (BPR) secara nasional telah menyalurkan kredit sebesar Rp143,92 triliun. Namun, nilai kredit yang tergolong bermasalah, seperti macet, diragukan, atau kurang lancar, mencapai Rp16,37 triliun, atau sekitar 11,37% dari total penyaluran.
Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) BPR pertama kali melampaui 11% pada April 2024, mencatat rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir, seperti yang terlihat pada grafik. Berdasarkan informasi dari situs OCBC Bank, rasio NPL antara 8-12% sudah dianggap "kurang sehat".
Namun, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyatakan bahwa secara keseluruhan kinerja BPR masih baik, meskipun ada beberapa yang mengalami masalah serius.
"Kinerja BPR secara keseluruhan cukup bagus, tetapi ada beberapa yang masih menghadapi masalah mendasar, bahkan terkait dengan penipuan," ungkap Dian Ediana Rae.
Dia juga menjelaskan bahwa penutupan sejumlah BPR adalah langkah untuk memperkuat sektor perbankan. "Jangan heran jika kami terpaksa menutup beberapa BPR baru-baru ini. Semua ini dilakukan untuk memperkuat sektor perbankan kita," ujarnya.
Pada paruh pertama tahun ini, OJK telah mencabut izin usaha dari 14 BPR, antara lain:
Sebagai pengingat, BPR adalah lembaga perbankan yang beroperasi secara konvensional atau syariah, tetapi tidak menyediakan jasa lalu lintas pembayaran. Ruang lingkup kegiatan BPR lebih terbatas dibandingkan dengan bank umum, karena mereka tidak diperbolehkan menerima simpanan giro, melakukan transaksi valas, atau perasuransian.
Berikut ini adalah kegiatan usaha yang diperbolehkan untuk BPR menurut ketentuan OJK:
BPRNews.id - Kasus kebangkrutan bank, khususnya di sektor Bank Perekonomian Rakyat (BPR), menjadi perhatian publik pada akhir tahun ini. BPR kerap menghadapi berbagai masalah, salah satunya adalah salah kelola.
Pengamat ekonomi Darwin Damanik menyatakan bahwa banyak BPR yang bermasalah dengan OJK saat ini karena pengelolaan yang kurang baik, yang seringkali berujung pada kecurangan. Ia menyoroti kurangnya disiplin di antara para pengelola, mulai dari pemilik saham hingga pengurus saham.
“Di sisi lain, persaingan dalam industri perbankan semakin ketat, dengan kehadiran Fintech dan perusahaan pinjaman online yang semakin merambah segmen nasabah mikro, sehingga BPR kesulitan mengelola keuangan mereka,” ungkapnya.
Darwin juga mengamati bahwa secara industri, kualitas aset BPR terus memburuk, tercermin dari meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kualitas aset yang menurun mencerminkan peningkatan kredit macet, yang dapat mengancam profitabilitas perusahaan karena pendapatan utama dari bunga kredit terganggu.
“Pendapatan utama bank berasal dari bunga kredit. Dengan adanya kredit macet, bank akan kesulitan menghasilkan pendapatan, yang pada akhirnya menurunkan profitabilitas,” jelasnya.
Darwin mengusulkan agar OJK dan LPS lebih fokus pada peningkatan teknologi di BPR, dengan membangun sistem IT yang kuat untuk membantu manajemen BPR di seluruh Indonesia, sehingga dapat mencapai tata kelola bisnis bank yang lebih baik.
BPRNews.id - PT. Jamkrida Bali Mandara, yang berlokasi di Jalan Surapati No.8, Dangin Puri, Denpasar, menunjukkan komitmennya dalam memajukan ekonomi lokal dengan bekerja sama dengan BPR milik Pemerintah Kabupaten Gianyar melalui program KURDAGAS (Kredit Usaha Rakyat Daerah Keluarga Pra Sejahtera). Program ini dibiayai oleh APBD Gianyar dan bertujuan untuk mendukung keluarga prasejahtera yang memiliki usaha produktif, seperti penjual canang atau penyedia jasa banten, serta usaha lainnya.
Kerjasama ini melibatkan PT. Jamkrida Bali Mandara sebagai penjamin, dengan BPR Gianyar menyediakan kredit mulai dari Rp5 juta hingga Rp50 juta. Direktur Utama PT. Jamkrida Bali Mandara, I Ketut Widiana Karya, SE., MBA., menekankan bahwa proses seleksi untuk pengajuan KURDAGAS akan dilakukan dengan sangat hati-hati, salah satu syarat utamanya adalah memiliki Kartu Pra Sejahtera.
"Dengan adanya KURDAGAS ini, program ini telah menjadi contoh nasional oleh OJK dan menjadi program unggulan di TPKAD," ungkap Widiana Karya. Ia juga menyebutkan bahwa program ini bertujuan untuk mempercepat akses keuangan di daerah serta mendukung pertumbuhan UMKM di Bali. "KURDAGAS ini merupakan bentuk dukungan dari PT Jamkrida Bali Mandara untuk mempercepat akses keuangan di daerah," tambahnya.
Keberhasilan program KURDAGAS ini telah menjadi model bagi kabupaten lain. Misalnya, Kabupaten Badung yang mengikuti program ini namun bekerja sama dengan Bank BPD Bali melalui program Sidhi Kumbara, karena tidak memiliki BPR. Dalam skema ini, nasabah UMKM hanya perlu mengembalikan pokok pinjaman tanpa bunga. "Begitu juga dengan Kabupaten Bangli yang bekerja sama dengan PT. Jamkrida Bali Mandara khusus untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) melalui Program Kredit Pekerja Migran Indonesia, dengan PT Jamkrida sebagai penjamin kredit," jelasnya.
Capaian kinerja PT Jamkrida Bali Mandara pada semester 1 tahun 2024 telah melampaui target dengan total pendapatan mencapai 132% atau sekitar Rp29.982.441.286. Widiana Karya optimistis target untuk tahun 2024 akan tercapai. "Kami sangat optimistis dapat mencapai target di tahun 2024," katanya. Pada semester II, fokus akan diarahkan pada penjaminan proyek, mengingat perkembangan proyek pemerintah di Bali cukup baik dibandingkan tahun sebelumnya.
"Di Bali sendiri, pertumbuhan ekonomi sekarang sudah mencapai tingkat nasional," akunya. Untuk pengembangan bisnis, PT Jamkrida Bali Mandara, dengan izin dari PSP dan OJK, telah mengakuisisi PT SBV dan mengubah namanya menjadi PT BDF Ventura. Selain itu, PT Jamkrida Bali Mandara juga telah ditugaskan oleh PSP untuk bekerjasama dengan PT SBDJ, sebuah anak perusahaan PT Jamkrida Bali Mandara, dalam proyek pembangunan transportasi berbasis kereta di Bali.
BPRNews.id - Per Juli 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin operasional dari 14 Bank Perekonomian Rakyat (BPR), dengan kemungkinan akan ada penutupan lebih lanjut hingga akhir tahun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memperkirakan bahwa jumlah BPR yang akan bangkrut tahun ini dapat mencapai 20, yang berarti ada sekitar 6 BPR lagi yang mungkin akan ditutup.
Dian menjelaskan, "Oleh karena itu, jangan terlalu terkejut jika kepala eksekutif pengawas perbankan akhir-akhir ini terpaksa menutup beberapa BPR. Mungkin sekitar 20 BPR yang akan ditutup. Ini semua dalam rangka penguatan sektor perbankan kita," ungkapnya.
Sejak awal tahun hingga Mei 2024, OJK telah mencabut izin usaha 14 BPR, termasuk yang terbaru, BPR Sumber Artha Waru Agung di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Penutupan ini dilakukan karena masalah permodalan yang tidak dapat diatasi oleh bank tersebut.
Menurut Dian, secara keseluruhan, kondisi BPR di Indonesia sudah cukup baik. Namun, ada beberapa BPR yang harus ditutup karena ketidakpatuhan terhadap regulasi atau terlibat dalam kasus penipuan. Penutupan BPR yang bermasalah ini dianggap perlu untuk memastikan sektor perbankan tetap sehat dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Secara umum, performa BPR bagus, tetapi ada beberapa BPR yang mengalami masalah mendasar, termasuk yang terkait dengan penipuan, yang sangat penting untuk mendukung UMKM," tambahnya.
Dian juga menekankan pentingnya memperkuat integritas sistem perbankan di masa depan untuk memastikan pertumbuhan sektor perbankan dan dampaknya terhadap perekonomian dapat berlanjut dengan cepat. "Saya kira memastikan bahwa sistem keuangan kita berintegritas dan kredibel adalah cara paling pasti untuk mendukung pertumbuhan perbankan dan ekonomi," katanya.