Standard Post with Image
bank umum

Bank DKI Bakal Ajak Bank NTT Bikin KUB, Masuk Lewat Rights Issue

BPRNews.id  -  PT Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI) akan menjadi induk kelompok usaha bank (KUB) dengan calon anggota pertamanya, PT BPD Nusa Tenggara Timur (Bank NTT). Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, mengungkapkan bahwa saat ini proses pembahasan draft shareholders agreement antara kedua bank tengah berlangsung. 

Agus berharap proses ini dapat selesai sebelum akhir tahun 2024, sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun bagi bank umum hingga 31 Desember 2024. "Makin cepat makin bagus," ujar Agus saat peluncuran roadmap Penguatan BPD 2024-2027.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Bank NTT, Yohanis Landu Praing, menjelaskan bahwa Bank NTT akan melakukan rights issue yang akan diserap oleh Bank DKI untuk penguatan modal. Dalam hal ini, Bank DKI akan menjadi pemegang saham pengendali kedua setelah Pemerintah Daerah NTT.

Skema KUB ini diatur dalam POJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, yang bertujuan memperkuat permodalan, memperluas jangkauan konsumen, dan mempercepat pertumbuhan. Dengan skema ini, bank anggota hanya perlu memiliki modal inti sebesar Rp1 triliun, sementara bank induk bertanggung jawab terhadap keberlangsungan anggota KUB.

Standard Post with Image
bank umum

Kredit Menganggur Perbankan Kian Menumpuk, Ini Penyebabnya

BPRNews.id  - Undisbursed loan (kredit menganggur) terus meningkat sepanjang 2024, menunjukkan bahwa banyak pengusaha masih menunda penarikan fasilitas kredit yang telah disetujui oleh bank. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada Juli 2024, total undisbursed loan di bank umum naik sebesar 6,89% secara tahunan (yoy), mencapai Rp 2.158,25 triliun. Secara bulanan, jumlah ini meningkat 0,28% dari Juni 2024 yang tercatat sebesar Rp 2.152,19 triliun.

Kenaikan ini terutama didorong oleh Bank Umum Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 1, 3, dan 4, sementara Bank KBMI 2 justru mengalami penurunan 0,20% secara tahunan, meski naik tipis 0,78% secara bulanan. Bank milik BUMN juga mengalami penurunan 1,47% secara tahunan pada periode yang sama, namun naik 1,63% secara bulanan. 

Pengamat perbankan Arianto Muditomo menilai peningkatan kredit menganggur ini bisa terkait dengan penurunan daya beli masyarakat dan tren deflasi yang terjadi berturut-turut sejak Mei 2024. “Saat daya beli melemah, permintaan kredit untuk investasi dan konsumsi cenderung menurun, sehingga kredit yang sudah disetujui tidak langsung disalurkan,” ujar Arianto, Kamis (3/10). Menurutnya, tren deflasi ini mencerminkan adanya penurunan aktivitas ekonomi, yang membuat pengusaha lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas kredit.

Pada sisi lain, OJK mencatat pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,4% secara tahunan pada Agustus 2024. Meski kredit terus tumbuh, banyak nasabah belum menggunakan dana pinjaman yang telah disediakan. Hal ini, menurut Arianto, menunjukkan adanya keinginan mendapatkan akses pembiayaan, namun masih ada penundaan dalam realisasi penggunaan kredit. "Banyak nasabah yang belum menggunakan dana pinjaman secara maksimal, mungkin karena ketidakpastian ekonomi atau lemahnya permintaan pasar," jelasnya.

Undisbursed loan terutama terjadi di sektor-sektor terkait investasi dan proyek infrastruktur seperti konstruksi, manufaktur, dan properti, di mana realisasi penggunaan dana sering kali tertunda. Hingga akhir 2024, tren ini diproyeksikan akan tetap tinggi jika ketidakpastian ekonomi terus berlanjut.

Perusahaan seperti Bank Mandiri dan BCA juga mencatatkan peningkatan kredit menganggur seiring pertumbuhan kredit yang cukup signifikan. Pada Agustus 2024, undisbursed loan Bank Mandiri naik 15,04% secara tahunan, sementara di BCA kenaikannya mencapai 11,19% secara tahunan.

Standard Post with Image
Bisnis

PHEI Luncurkan Harga Pasar Wajar Sekuritas BI untuk Perkuat Stabilitas Keuangan

BPRNews.id - PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) resmi meluncurkan Harga Pasar Wajar (HPW) untuk Sekuritas Bank Indonesia, meliputi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Ini merupakan langkah penting pertama setelah PHEI ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai lembaga yang bertugas melakukan penilaian dan menerbitkan HPW untuk instrumen Sekuritas Bank Indonesia.

Peluncuran ini dilakukan setelah PHEI memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjadi syarat utama untuk dapat menerbitkan HPW bagi instrumen Sekuritas Bank Indonesia. "Kami berkomitmen memastikan bahwa harga pasar wajar yang kami sediakan akurat," ujar Direktur Utama PHEI, M. Kadhafi Mukrom, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/10/2024).

Dhafi menambahkan bahwa penerbitan HPW untuk instrumen Sekuritas Bank Indonesia ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Ia juga menekankan bahwa langkah ini diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim investasi yang transparan dan kondusif. "Kami berharap ini dapat menjadi pendorong bagi peningkatan integritas dan kepercayaan investor, serta kredibilitas pasar keuangan Indonesia di mata dunia," imbuhnya.

Penetapan HPW Sekuritas Bank Indonesia ini melengkapi cakupan layanan PHEI yang sebelumnya sudah mencakup penilaian dan penerbitan HPW untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun korporasi. Saat ini, PHEI mengelola penilaian untuk 1.304 seri instrumen dengan total outstanding mencapai Rp7.552,23 triliun.

Dhafi menjelaskan bahwa penilaian HPW dilakukan berdasarkan data primer yang terverifikasi, serta data sekunder yang andal. Metodologi yang digunakan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga penilai harga efek di berbagai negara, memastikan bahwa proses penilaian yang dilakukan PHEI sesuai dengan standar internasional.

Dengan peluncuran ini, PHEI berharap dapat terus memperkuat perannya dalam mendukung stabilitas dan kepercayaan pasar keuangan di Indonesia, sekaligus mendorong pertumbuhan investasi yang lebih sehat dan kredibel.

Standard Post with Image
Bisnis

Perbarindo Sumut Gelar Pelatihan Si Insaf dan Sippatuh untuk Tingkatkan Kepatuhan BPR BPRS

BPRNews.id - DPD Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat (Perbarindo) Sumatera Utara menyelenggarakan pelatihan Aplikasi Si-Insaf dan Sippatuh pada 10-11 Oktober 2024 di Hotel Grand Central Premiere, Medan. Pelatihan ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi direksi, pejabat eksekutif, dan karyawan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) serta Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Pada hari pertama, fokus pelatihan adalah penggunaan Aplikasi Digital SI-Insaf untuk penerapan strategi anti-fraud. Sementara itu, hari kedua mengangkat tema Aplikasi Digital Sippatuh untuk optimalisasi fungsi kepatuhan di BPR dan BPRS.

Fernando A Siahaan SE MM, narasumber dari Creva Business Consulting, Jawa Timur, memimpin pelatihan yang dihadiri dan dibuka oleh Mangasi Yusliani, Deputi Direktur Kantor OJK Sumatera Utara. Dalam sambutannya, Mangasi menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan berkelanjutan. "OJK sangat mengapresiasi pelatihan yang dilaksanakan oleh Perbarindo secara berkelanjutan untuk peningkatan kualitas SDM yang nantinya akan sangat menbantu OJK dalam melakukan pengawasan," katanya

Mangasi juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi di sektor perbankan, meskipun ia mengingatkan bahwa perkembangan teknologi juga membawa risiko fraud, terutama di industri perbankan. "Mitigasi terhadap risiko ini sangat penting untuk menjaga reputasi bank, yang pada gilirannya berdampak pada perekonomian masyarakat," jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur dan ketentuan untuk mencegah fraud dan menjadikannya sebagai budaya kerja.

Hardey Sabar MT Silaban, Ketua DPD Perbarindo Sumut, menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan merespons POJK Nomor 12/2024 tentang Strategi Anti Fraud yang disertai penerapan fungsi kepatuhan yang baik. "Kompleksitas operasional BPR-BPRS sangat memungkinkan terjadinya Fraud, oleh karena itu Kepatuhan seluruh jajaran menjadi sangat penting. Pelatihan ini diharapkan dapat membantu BPR menyusun dan melaksanakan strategi anti Fraud yang tepat serta membantu meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan fungsi kepatuhan," ujar Hardey.

Sekretaris Perbarindo Sumut, Mery Sulianty H Sitanggang, menambahkan bahwa pelatihan ini akan membantu BPR-BPRS dalam menyusun strategi anti-fraud, melaksanakan pengawasan, dan mempermudah pelaporan wajib ke OJK. "Pemanfaatan Teknologi dan Digitalisasi akan mempercepat dan meminimalkan risiko kesalahan. Penyusunan strategi dan Pelaporan yang baik akan meningkatkan tata Kelola BPR dan menjadikan industri BPR-BPRS kedepannya akan menjadi lebih sehat dan berdaya saing tinggi," ujarnya.

Pelatihan ini diikuti oleh 19 peserta pada hari pertama dan 21 peserta pada hari kedua, yang berasal dari 16 BPR-BPRS di Sumatera Utara dan Aceh.

Standard Post with Image
UMKM

Tantangan Penyaluran Kredit UMKM dan Upaya OJK Mengatasinya

BPRNews.id - Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, menyatakan bahwa penyaluran kredit kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami penurunan. Ia menjelaskan bahwa bank-bank kini lebih selektif dalam memberikan pembiayaan modal kerja kepada UMKM. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya kredit macet di sektor ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa kredit bermasalah, atau non-performing loan (NPL), untuk kredit UMKM meningkat tujuh basis poin (bps) secara tahunan dan satu bps secara bulanan, mencapai 4,05 persen pada Agustus 2024. Arianto menegaskan, "Meningkatnya kredit macet di sektor UMKM dapat membuat bank lebih selektif untuk mengurangi risiko kredit."

Selain itu, penyaluran kredit yang seret juga disebabkan oleh penurunan permintaan dari pelaku UMKM. Banyak yang kini lebih berhati-hati dalam mengambil kredit akibat tantangan bisnis, seperti inflasi dan menurunnya daya beli. "Ketidakpastian ekonomi global dan domestik juga membuat bank dan UMKM lebih waspada dalam menyalurkan dan mengambil pinjaman," tambahnya.

Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Anggota Dewan Komisioner OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa OJK bersama para pemangku kepentingan aktif melakukan koordinasi dan evaluasi untuk memantau kondisi UMKM. Mereka juga berupaya memperkuat efektivitas kebijakan yang ada untuk menstimulus kredit UMKM.

Langkah-langkah yang diambil termasuk program inklusi keuangan, seperti perluasan jaringan agen bank, serta program subsidi pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). OJK juga mendorong peningkatan pencadangan sebagai langkah mitigasi risiko kredit jika ada potensi peningkatan eksposur risiko.

Dian menambahkan, "Peningkatan pencadangan dapat terjadi sesuai dengan penurunan nilai pada instrumen keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK) sebagaimana portofolio atau eksposur yang dimiliki masing-masing bank."

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News