bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi memperkenalkan Roadmap Pengembangan Industri Penjaminan Indonesia 2024-2028. Langkah ini merupakan bagian dari inisiatif OJK untuk memperkuat pertumbuhan dan daya saing industri penjaminan serta menjadi panduan strategis bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor ini di Indonesia.
“Roadmap ini diharapkan bisa meningkatkan rasio dari industri penjaminan yang saat ini 2,6 persen terhadap PDB menjadi 3,5 persen,” ungkap Ogi Prastomiyono, Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, dalam acara peluncuran roadmap.
Ogi menjelaskan bahwa proses penyusunan roadmap ini melibatkan berbagai pihak, termasuk asosiasi dan kementerian terkait. "Penyusunan peta jalan ini bukan hanya oleh OJK, tapi oleh asosiasi, industri, kementerian/lembaga, regulator yang lain, Kementerian Koperasi, Kementerian BUMN, dan akademisi," tambahnya. Ia juga menekankan bahwa salah satu tujuan peluncuran roadmap ini adalah untuk mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang, berkembang, dan adil.
Lebih lanjut, Ogi menjelaskan bahwa industri penjaminan memiliki peran penting dalam memenuhi tiga kebutuhan utama sektor UMKM terkait akses pembiayaan: availability dengan meningkatkan daya tarik sektor UMKM bagi lembaga pembiayaan, accessibility dengan memperluas akses dan informasi sektor UMKM kepada sistem pembiayaan atau pemerintahan, dan ability dengan membangun kapasitas pivot serta manajemen risiko sektor UMKM, dengan dukungan industri penjaminan dan pemerintah.
“Maka sektor UMKM dapat tumbuh dan berkembang untuk mendorong perekonomian nasional dan penyelamat tenaga kerja,” ujarnya.
Secara statistik, OJK mencatat bahwa industri penjaminan di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan positif. Hingga Juni 2024, aset industri penjaminan mencapai Rp47,29 triliun, naik 8,01 persen secara tahunan (yoy). Sementara itu, nilai outstanding penjaminan per Juni 2024 mencapai Rp415,57 triliun, tumbuh 15,79 persen yoy dengan gearing ratio 22,62 kali dari batas threshold
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia untuk periode 2024-2028. Dalam peluncuran ini, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengungkapkan harapannya bahwa rasio industri penjaminan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat meningkat dari 2,5 persen menjadi 3,6 persen. Menurut Mahendra, "Pengembangan ini juga akan meningkatkan efisiensi dan daya saing industri jasa keuangan, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya dana yang disediakan oleh sektor tersebut."
Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan bahwa penguatan industri jasa keuangan memerlukan peningkatan modal atau ekuitas, serta penguatan manajemen risiko dan kepatuhan. Dengan langkah-langkah tersebut, sektor ini diharapkan menjadi lebih efisien, tahan, dan tumbuh secara berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menambahkan bahwa peta jalan ini disusun sejak 2023 dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Ogi menegaskan pentingnya peta jalan ini sebagai langkah krusial untuk mengembangkan industri jasa keuangan yang lebih sehat, efisien, dan berintegritas. "Ini adalah waktu yang tepat, tempat yang tepat, dan keadaan yang tepat untuk membangun fondasi ekonomi yang berkelanjutan melalui industri penjaminan," ujar Ogi.
bprnews.id - Pada Selasa (27/8), Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Luwuk resmi menandatangani kontrak kerja sama dengan BPR Syariah Inti Amanah. Acara penandatanganan berlangsung di ruang Pasca Sarjana dan disaksikan oleh perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Banggai, Suma K Saleh, bersama sejumlah pejabat Universitas Muhammadiyah Luwuk.
Rektor Unismuh Luwuk, Dr. Sutrisno K Djawa, mengungkapkan rasa syukurnya atas terjalinnya kerja sama ini dan berharap bahwa setiap poin dalam kesepakatan dapat dijalankan dengan baik.
"Mudah-mudahan kerja sama ini membawa banyak manfaat bagi kita semua," katanya.
Helmi Muhammad, Direktur BPR Syariah Inti Amanah, juga menyampaikan apresiasinya kepada Unismuh Luwuk atas kesempatan bekerja sama ini. Menurutnya, BPR Syariah Inti Amanah saat ini merupakan bank syariah terbesar di Sulawesi, sehingga menjalin kerja sama dengan Unismuh Luwuk adalah suatu kehormatan bagi pihaknya.
"Dengan adanya kerja sama ini, semoga hubungan antara kedua institusi dapat terjalin dengan baik," ujarnya.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan rasio nilai aset industri penjaminan terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional meningkat dari 2,6 persen menjadi 3,5 persen setelah diluncurkannya Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024-2028. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan, “Dengan adanya peta jalan ini dan amanat dari UU P2SK, diharapkan industri penjaminan akan tumbuh lebih cepat dan kontribusi terhadap PDB akan meningkat.”
Ogi menambahkan bahwa peta jalan diharapkan dapat membantu pelaku industri jasa keuangan nasional membangun fondasi ekonomi yang berkelanjutan melalui industri penjaminan. Ia menegaskan bahwa penyusunan peta jalan ini adalah langkah penting untuk mewujudkan tujuan OJK dalam mengembangkan industri penjaminan yang lebih sehat, efisien, dan berintegritas.
Meskipun industri penjaminan di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif dengan total aset mencapai Rp47,29 triliun pada Juni 2024, atau naik 8,01 persen year-on-year, Ogi mengakui, “Rp47 triliun tersebut masih jauh dari harapan terkait kontribusi perusahaan penjaminan terhadap industri. ” Ia juga mencatat bahwa tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) industri mencapai 18,98 persen selama lima tahun terakhir.
Penjaminan luar biasa meningkat 15,79 persen yoy dari Rp358,9 triliun pada Juni 2023 menjadi Rp415,57 triliun pada Juni 2024, dengan gearing rasio 22,62 kali dari batas ambang batas . Industri ini juga telah melakukan penjaminan terhadap 27,14 juta peserta. “Semoga peta jalan ini menjadi panduan bagi kita untuk pengembangan industri penjaminan dan kita semua memiliki komitmen untuk mengimplementasikan peta jalan ini dengan baik,” tambah Ogi.
Selain peluncuran peta jalan, OJK bersama Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) juga meluncurkan logo dan tagline baru untuk industri penjaminan. Logo baru yang menggambarkan perisai sebagai simbol perlindungan, serta figur dua orang dan tangan yang mewakili tiga pihak dalam mekanisme penjaminan, yakni penerima jaminan, jaminan, dan penjamin, dengan tagline “Aman Bersama Penjaminan.”
Dalam acara yang sama, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan seluruh PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) dari 18 provinsi. Kerja sama ini mencakup program penjaminan bersama (co-garansi) serta pengembangan sumber daya manusia di sektor penjaminan.
BPRNews.id - Dalam beberapa bulan terakhir, saya bersama rekan-rekan dari dunia akademik mengajukan permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menantang konstitusionalitas Pasal 7 angka 57 dan angka 6, serta Pasal 276 angka 13 UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Kami khawatir bahwa ketentuan dalam UU ini dapat berdampak negatif pada independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan nasabah hak-hak di Indonesia.
Menurut saya, dua ketentuan utama yang kami kritik adalah kewajiban bagi rencana kerja dan anggaran tahunan LPS untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan kewenangan yang diberikan kepada LPS untuk menempatkan dana pada bank dalam penyehatan berdasarkan permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Ketentuan ini secara terang-terangan mengancam prinsip independensi LPS,” tegas saya. “LPS harus berfungsi sebagai lembaga otonom yang mengambil keputusan teknokratik tanpa intervensi politik.”
Saya menambahkan bahwa ketentuan persetujuan Menteri Keuangan berpotensi menghilangkan kepastian hukum terkait keputusan teknokratik LPS, dan “Menteri Keuangan dapat menolak rencana kerja dan anggaran tahunan jika bertentangan dengan preferensi pemerintah.” Sementara itu, ketentuan tentang penempatan dana oleh LPS juga menimbulkan potensi tumpang tindih kewenangan dengan Bank Indonesia (BI), yang selama ini diakui sebagai lender of last resort.
“Penempatan dana oleh LPS berpotensi menggabungkan peran lender of last resort BI dengan asuransi simpanan yang seharusnya menjadi fungsi LPS,” ujar saya. “Ini bisa merusak integritas dan efektivitas penanganan krisis perbankan.”
Kami menekankan pentingnya melindungi hak nasabah konstitusional, yang bisa terancam jika LPS tidak dapat menjalankan fungsinya secara mandiri. “Hak atas jaminan simpanan adalah bagian dari hak konstitusional yang dijamin negara,” tambah saya. “Kami berharap MK akan mempertimbangkan urgensi ini dan mengambil keputusan bijaksana untuk melindungi hak-hak konstitusional rakyat Indonesia dan menjaga stabilitas sistem keuangan.”
Saya juga mencatat, "Pengalaman masa lalu seperti kasus BLBI menunjukkan bahaya intervensi politik dalam pengelolaan krisis keuangan. Kami tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama. LPS harus tetap independen untuk melindungi nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan."