Standard Post with Image
bank umum

Industri Asuransi RI Tumbuh Pesat, Aset Tembus Rp1.128 T

Bprnews.id - Industri asuransi di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa aset industri asuransi mencapai Rp1.128,86 triliun per Maret 2024. Hal ini merupakan peningkatan sebesar 2,49% secara year-on-year (yoy).

Menurut Ketua Eksekutif Bidang Perasuransian Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, peningkatan tertinggi tercatat pada aset asuransi komersial yang naik 3,04%.

Di sektor asuransi komersial, kinerja pendapatan premi juga menunjukkan peningkatan signifikan, mencapai 11,80% yoy, sementara sektor asuransi non-komersial meningkat 6,22% yoy pada periode yang sama.

Pada kuartal pertama tahun 2024, sektor asuransi jiwa mencatat pertumbuhan tertinggi pada lini usaha Asuransi Kesehatan dengan peningkatan pendapatan premi sebesar 32,11% yoy, diikuti oleh lini usaha Kematian Jangka Warsa yang naik 27,65% yoy.

Meskipun demikian, asuransi kesehatan jenis tradisional masih mendominasi dengan komposisi premi sebesar 72,78% dari total premi, sementara lini Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau unit link mengalami penurunan sebesar -22,67% yoy.

Di sektor asuransi umum dan reasuransi, lini usaha Harta Benda (Property) mengalami peningkatan tertinggi sebesar 37,49% yoy, disusul oleh Asuransi Kredit dengan kenaikan 35,47% yoy.

Ogi melihat bahwa asuransi syariah menunjukkan prospek besar di Indonesia. Per Maret 2024, aset Asuransi dan Reasuransi Syariah naik 5,83% secara CAGR dengan total aset mencapai Rp45,10 triliun. Secara premi, asuransi syariah meningkat 14,98% secara CAGR dengan total premi Rp7,02 triliun.

OJK terus mendorong perusahaan asuransi syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk mengembangkan fitur produk berbasis syariah yang asli, bukan sekadar melabeli produk konvensional dengan label syariah.

 

Standard Post with Image
bank umum

Wapres Ungkap Strategi Peningkatan Industri Perbankan Syariah

Bprnews.id - Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mendorong industri perbankan syariah untuk terus mengembangkan strategi yang kuat guna memperkuat posisi dan kontribusinya dalam perekonomian.

Dalam acara "Silaturahmi Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo)" di Kantor Pusat Bank Syariah Indonesia (BSI), Jakarta, Wapres menyampaikan empat strategi kunci yang perlu diterapkan untuk memajukan industri perbankan syariah.

Pertama, Wapres menekankan perlunya meningkatkan ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah. "Kualitas tata kelola dan manajemen risiko harus diprioritaskan untuk membangun ketahanan industri perbankan syariah nasional," ujarnya.

Wapres juga mendorong inovasi produk dan layanan perbankan syariah yang unik dan membedakan, serta menjajaki peluang konsolidasi antar unit usaha syariah untuk meningkatkan daya saing dan kontribusi.

Kedua, ia menyoroti peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) serta akselerasi digitalisasi perbankan syariah. "SDM dan teknologi merupakan prasyarat mutlak bagi penguatan industri perbankan syariah," ungkap Wapres. Dia menekankan perlunya percepatan implementasi digitalisasi dalam proses bisnis serta adaptasi terus-menerus dengan perkembangan teknologi.

Ketiga, Wapres meminta peningkatan kontribusi perbankan syariah dalam perekonomian nasional. Hal ini termasuk meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) guna mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Kembangkan inovasi produk dan layanan syariah sesuai karakteristik dan kebutuhan pelaku UMKM," tambahnya.

Terakhir, Wapres menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. "Perbankan syariah dapat menjadi penggerak sinergi dan kolaborasi aktif di sektor industri halal dan keuangan sosial syariah," katanya.

Ketua Umum Asbisindo, Hery Gunardi, menambahkan bahwa bank syariah memiliki daya tahan yang lebih baik dibandingkan dengan bank umum konvensional, terutama dalam menghadapi kondisi ekonomi global dan domestik yang menantang.

Data OJK menunjukkan kinerja positif industri perbankan syariah, dengan pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing mencapai 15,8 persen (yoy) menjadi Rp571 triliun dan 8,15 persen (yoy) menjadi Rp660 triliun. 

Aset perbankan syariah naik 10,4 persen (yoy) menjadi Rp851 triliun dengan peningkatan kualitas, terindikasi dari penurunan non performing financing (NPF).

Meski demikian, tantangan literasi dan inklusi keuangan syariah masih ada. Hery Gunardi mengajak untuk bersama-sama mendorong literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia, mengingat indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional.

Indonesia dinilai konsisten dalam menjadikan kebijakan ekonomi dan keuangan syariah sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hal ini tercermin dari peringkat ekonomi syariah Indonesia yang naik menjadi peringkat tiga secara global menurut State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2023.

 

Standard Post with Image
bank umum

Sektor Jasa Keuangan Provinsi Jawa Barat Stabil dan Tumbuh Positif

Bprnews.id- Sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UUP2SK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan upaya dalam rangka memperkuat pengawasan terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK), khususnya di Provinsi Jawa Barat. 

Kantor OJK Provinsi Jawa Barat (KOBD) saat ini membawahkan Kantor OJK Cirebon (KOCB) dan Kantor OJK Tasikmalaya (KOTM) yang melakukan fungsi pengawasan dan perizinan terhadap LJK di 18 kabupaten dan 9 kota di Jawa Barat. Penguatan fungsi pengawasan OJK tidak hanya mencakup aspek prudential, namun juga pengawasan market conduct sebagai upaya untuk meningkatkan pelindungan konsumen dan masyarakat.

Kepala OJK Provinsi Jawa Barat, Imansyah, menyampaikan bahwa kinerja sektor jasa keuangan di Provinsi Jawa Barat hingga Maret 2024 menunjukkan kondisi yang stabil dengan kinerja yang positif serta profil risiko yang terjaga. "Sejumlah kegiatan edukasi keuangan bersama LJK juga terus dilakukan untuk meningkatkan literasi keuangan dan pelindungan konsumen," ucap Imansyah dalam Media Update Triwulan III di Kantor OJK Jabar, Senin (13/5/2024).

Perkembangan sektor perbankan di Jawa Barat pada Maret 2024 mengalami pertumbuhan positif. Realisasi kredit Bank Umum mencapai Rp126 triliun, tumbuh 7,88 persen yoy. 

amun, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata perbankan di Jawa Barat yang tumbuh 9,21 persen yoy dan nasional yang mencapai 12,52 persen yoy. Penyaluran kredit perbankan per Maret 2024 di Jawa Barat mencapai Rp598 triliun, dengan tingkat NPL yang terjaga di level 3,17 persen, membaik dari 3,47 persen pada Maret 2023.

Bank Umum yang berkantor pusat di Jawa Barat menunjukkan kinerja yang baik dengan aset tumbuh 10,38 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 13,51 persen, dan kredit tumbuh 7,68 persen. Kinerja ini didukung oleh Bank BJB, Krom Bank Indonesia, dan Bank BJB Syariah.

Sementara itu, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) tergolong moderat, dengan pertumbuhan aset dan DPK masing-masing sebesar 6,07 persen dan 5,94 persen yoy. Penyaluran kredit atau pembiayaan BPR & BPRS mencapai Rp23,11 triliun dan tumbuh 8,52 persen yoy, dengan mayoritas kredit disalurkan untuk kredit modal kerja. Namun, kualitas kredit BPR dan BPRS masih tinggi dengan rasio NPL gross dan NPF gross sebesar 11,46% dan 7,18%.

Total penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Barat mencapai Rp5,3 triliun, disalurkan kepada 93.836 pelaku usaha. Sektor mikro memiliki porsi terbesar yaitu Rp3,47 triliun atau 64,9 persen dari total penyaluran KUR di Jawa Barat.

Di sektor keuangan non-bank, piutang pembiayaan di Jawa Barat pada Maret 2024 mencapai Rp77,4 triliun, tumbuh 9,96 persen yoy dengan NPF terjaga di level 2,87 persen. Piutang pembiayaan didominasi oleh pembiayaan multiguna sebesar 62,4 persen.

Jumlah perusahaan fintech peer to peer lending berizin mencapai 101 perusahaan dengan outstanding pembiayaan di Jawa Barat mencapai Rp16,68 triliun kepada 4,73 juta debitur, dengan tingkat wanprestasi di atas 90 hari sebesar 3,90 persen. Secara outstanding, pembiayaan fintech lending di Jawa Barat adalah yang terbesar di nasional.

Untuk kinerja pasar modal, hingga Maret 2024, total Single Investor Identification (SID) di Jawa Barat mencapai 2,7 juta, tumbuh 15,6 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya. Jawa Barat memiliki jumlah SID terbanyak secara nasional. Total transaksi saham dari Jawa Barat mencapai Rp36,6 triliun, terbesar ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Jumlah investor pasar modal di Jawa Barat terkait kepemilikan Surat Berharga Negara mencapai 199.889 investor, terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Saat ini, sudah ada 75 perusahaan dari Jawa Barat yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

 

Standard Post with Image
bank umum

Perbankan di Jawa Barat Tunjukkan Stabilitas, KUR TW 1/2024 Mencapai Rp5,3 Triliun

Bprnews.id - Kinerja perbankan di Jawa Barat pada Maret 2024 menunjukkan pertumbuhan positif secara year-on-year (yoy). Hal ini tercermin dari beberapa indikator, termasuk realisasi kredit Bank Umum sebesar Rp126 triliun, yang mengalami pertumbuhan sebesar 7,88 persen yoy.

Meskipun pertumbuhan kredit tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata perbankan di Jawa Barat yang mencapai 9,21 persen yoy dan nasional sebesar 12,52 persen, penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan di Jawa Barat pada Maret 2024 mencapai Rp598 triliun. Pertumbuhan ini didukung oleh 63 entitas Bank Umum (BU)/Bank Umum Syariah (BUS) dan 252 BPR/BPRS.

Nominal ini setara dengan 8,25 persen dari total kredit nasional, menjadikan Jawa Barat sebagai penyumbang terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Tingkat Non-Performing Loan (NPL) terjaga di level 3,17 persen, membaik dibanding posisi Maret 2023 yang tercatat sebesar 3,47 persen.

Kredit perbankan di Jawa Barat mencapai Rp625 triliun dan tumbuh 9,21 persen yoy. Rasio NPL gross juga terjaga pada level 3,17 persen.

Pembiayaan Bank Umum Syariah mencapai Rp67,1 triliun, dengan porsi sebesar 10,73 persen dibanding seluruh kredit di Jawa Barat, dan tumbuh 12,52 persen yoy. Non-Performing Financing (NPF) juga terjaga pada level 2,76 persen.

Bank Umum yang berkantor pusat di Jawa Barat mencatatkan kinerja pertumbuhan yang cukup baik dibanding rata-rata perbankan di Jawa Barat. Aset tumbuh 10,38 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 13,51 persen, dan kredit tumbuh 7,68 persen.

"Kinerja tersebut didukung oleh dua Bank Umum, yaitu Bank BJB dan Krom Bank Indonesia, serta satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank BJB Syariah," ujar Kepala OJK Jawa Barat, Imansyah, Senin (13/5/2024).

Sementara itu, kinerja BPR dan BPRS tergolong moderat, tercermin dari pertumbuhan aset dan DPK yang masing-masing sebesar 6,07 persen dan 5,94 persen yoy. Penyaluran kredit/pembiayaan BPR dan BPR Syariah mencapai Rp23,11 triliun, dengan porsi sebesar 3,70 persen dari seluruh kredit di Jawa Barat, dan tumbuh 8,52 persen yoy.

Mayoritas kredit BPR dan pembiayaan BPRS disalurkan untuk kredit modal kerja. Namun demikian, kualitas kredit BPR dan BPRS masih menjadi tantangan dengan rasio NPL gross dan NPF gross masing-masing sebesar 11,46 persen dan 7,18 persen Total penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) nasional per Maret 2024 mencapai Rp49,9 triliun. Di Jawa Barat, KUR mencapai Rp5,3 triliun yang disalurkan kepada 93.836 pelaku usaha, dengan porsi 9,84 persen dibandingkan total penyaluran KUR nasional.

"Berdasarkan skema pembiayaan KUR, sektor mikro memiliki porsi terbesar, yaitu mencapai Rp3,47 triliun atau 64,9 persen dari total penyaluran KUR di Jawa Barat," tutup Imansyah.

 

Standard Post with Image
BPR

Perbarindo Angkat Bicara soal Konsolidasi BPR dan BPD

Bprnews.id - Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyampaikan pandangannya mengenai wacana penguatan dan sinergi antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Menurutnya, penguatan kelembagaan antara BPR dan BPD telah berlangsung melalui panduan kerjasama Apex.

Tedy menjelaskan, panduan kerjasama Apex, yang berasal dari terminologi Yunani berarti "pengayom," memberikan mandat kepada lembaga yang ditunjuk untuk bertindak sebagai Apex, menjadi pelindung bagi lembaga-lembaga yang menjadi anggotanya.

"Ada beberapa tujuan utama dari Apex ini," ujar Tedy, Senin (13/5/2024). 

"Pertama, menjalin kerjasama saling menguntungkan antara Bank Umum dan BPR untuk memperluas layanan kepada UMKM dan mendukung pengembangan ekonomi daerah.Kedua, memberikan rasa aman bagi BPR dengan menjadi lender of the first resort, yang dapat membantu BPR mengatasi kesulitan likuiditas akibat mismatch. Ketiga, meningkatkan peran dan kontribusi bank umum dalam pembiayaan UMKM melalui kerjasama linkage program. Keempat, mengoptimalkan dana likuid BPR sebagai sumber dana kelolaan bersama."

Tedy juga menambahkan bahwa kerjasama ini tidak hanya terbatas pada linkage program, tetapi juga mencakup penguatan SDM BPR dan pengembangan teknologi dari BPD ke BPR.

 "Dalam perjalanannya, memang tidak semua BPD menjadi Apex BPR, hanya beberapa wilayah seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur," katanya. "Ada pula BPD yang memiliki BPR, seperti di Jawa Barat, di mana BPD menjadi pemilik beberapa BPR."

Dari sisi pemain, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) menyampaikan bahwa mereka telah memiliki model bisnis untuk kerjasama dengan BPR di wilayah Jawa Timur yang dinamakan Apex BPR Bank Jatim. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, menjelaskan bahwa kerjasama ini meliputi fungsi pooling of funds, financial assistance seperti mismatch fund dan linkage program, serta technical assistance seperti penyediaan IT dan pengembangan produk serta pelatihan SDM.

"Secara total, jumlah anggota Apex BPR Bank Jatim berjumlah 98 BPR, baik milik pemerintah daerah maupun non-pemerintah daerah, dengan outstanding pinjaman khusus untuk BPR milik pemerintah daerah sebesar Rp 22,7 miliar," ujar Busrul dalam Paparan Kinerja Kuartal I/2024, Senin (29/4/2024).

Ia menegaskan bahwa ini merupakan komitmen manajemen untuk menciptakan value creation agar perseroan dapat terus tumbuh sebagai entitas bisnis regional yang berorientasi pada skala yang lebih luas, salah satunya melalui pertumbuhan anorganik.

Menariknya, di tengah bergulirnya skema kerjasama Apex BPR, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Edina Rae, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengalihkan BPR milik Pemerintah Daerah (Pemda) kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal ini dilakukan untuk menciptakan sentralisasi antara BPR dan BPD. Ketentuan terkait kepemilikan dan konsolidasi BPR/BPRS, termasuk yang dimiliki Pemda dan Pemkab, saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Kemenkumham.

Namun, Dian menegaskan bahwa rancangan ketentuan mengenai kepemilikan dan konsolidasi sudah disosialisasikan kepada BPR/BPRS dan Asosiasi. "Pada saat penyusunan ketentuan tersebut, OJK menerima tanggapan dan masukan atas rancangan ketentuan dimaksud," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Lewat skema ini, BPD secara institusi akan memiliki BPR. BPR yang tergabung dalam perseroan tersebut akan tetap menyalurkan kredit kecil. 

"Jadi kepemilikan tidak langsung, bukan Pemda yang mengakuisisi, tetapi melalui BPD yang nantinya akan memiliki BPR," jelas Dian.

Ini berarti, setiap provinsi akan memiliki satu BPR milik Pemda dengan beberapa cabang BPR di berbagai kabupaten. Dian menekankan pentingnya sinergi antara BPD dan BPR karena perbankan memerlukan intervensi keuangan yang cepat, yang tidak mungkin dilakukan oleh Pemda yang harus melalui siklus anggaran.

"Kalau Pemerintah Daerah harus lewat siklus budget dan itu tidak mungkin dilakukan," pungkasnya.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News