BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan memulai tugas baru untuk menjamin polis asuransi efektif mulai 12 Januari 2028. Saat ini, LPS sedang mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk peraturan pelaksanaan yang akan diterbitkan tahun depan.
Plt Kepala Divisi Surveilans Asuransi LPS, Rengga Gemilang Putra, menyampaikan bahwa dasar hukum tugas baru LPS ini adalah UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Dengan regulasi ini, LPS kini tidak hanya menjamin simpanan dan resolusi bank, tetapi juga polis asuransi. Rengga menjelaskan bahwa LPS terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan stakeholder terkait untuk menyusun peraturan pelaksanaan UU P2SK.
"LPS terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan stakeholder terkait dalam rangka penyusunan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU P2SK,” ujar Rengga.
LPS juga telah menyusun rencana peta jalan Program Penjamin Polis (PPP) untuk periode 2023-2028, termasuk pembentukan organisasi PPP dan penyusunan peraturan pelaksanaan UU P2SK. Saat ini, progres persiapan sudah mencapai sekitar 50 persen.
Untuk mendukung pertukaran ide dan praktik perlindungan pemegang polis dengan otoritas negara lain, LPS telah terdaftar sebagai anggota penuh International Forum of Insurance Guarantee Scheme (IFIGS). IFIGS adalah organisasi internasional yang beranggotakan 25 penjamin asuransi dari 22 negara. Keanggotaan ini memungkinkan LPS untuk memperoleh informasi dan pengalaman dari negara-negara lain dalam pelaksanaan penjaminan asuransi.
Kepala Kantor Perwakilan LPS III – Makassar, Fuad Zaen, mengatakan bahwa setelah hadirnya UU P2SK, LPS mendapatkan mandat baru berupa penyelenggaraan program penjamin polis. Lewat aturan tersebut, LPS tidak hanya menjadi paybox plus dan loss minimizer, tetapi juga risk minimizer.
Secara nasional, LPS menjamin penuh 99,9 persen rekening perbankan. Untuk wilayah Sulsel, angka tersebut sekitar 99,7 persen, yang jauh di atas target UU LPS sebesar 90 persen dari total deposan.
LPS terus meningkatkan kinerjanya, termasuk dengan mempercepat pembayaran klaim simpanan nasabah atas BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya. Pada semester 1 tahun 2024, pembayaran klaim rata-rata hanya memerlukan 5 hari kerja untuk tahap pertama dan 15 hari kerja untuk tahap akhir, lebih cepat dari target UU LPS yaitu 90 hari kerja.
“Percepatan pembayaran klaim merupakan salah satu upaya LPS dalam menjaga kepercayaan nasabah. Nasabah tidak perlu takut lagi menabung di bank karena aman dijamin LPS,” ujar Fuad.
Pada semester 1 2024, LPS menangani 12 BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali. LPS juga telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp403 miliar pada periode semester 1 tahun 2024. Secara total, dari tahun 2005 hingga Juni 2024, LPS telah membayarkan klaim penjaminan nasabah sebesar Rp 2,49 triliun.
Pada 29 Mei 2024, LPS berhasil menyehatkan kembali Bank Perekonomian Rakyat Indramayu Jabar (BPR IMJ), yang sebelumnya masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi (BDR). Ini merupakan langkah terobosan dalam penanganan bank bermasalah, memungkinkan tindakan penyehatan oleh LPS dengan melibatkan calon investor sebelum memutuskan opsi resolusi.
“Hal ini merupakan inovasi baru untuk penanganan bank yang lebih efektif, sehingga memungkinkan LPS melakukan tindakan penyelamatan dengan melibatkan calon investor atau pihak lainnya sebelum LPS memutuskan opsi resolusi,” ujar Fuad.
BPRNews.id - Industri Kecil Menengah (IKM) Batik Tunas Mekar di Padukuhan Ndompol, Kalurahan Jerukwudel, Kapanewon Girisubo, Gunungkidul, menerima bantuan peralatan batik dari BPR Bank Daerah Gunungkidul (BDG) melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Bantuan tersebut diserahkan oleh Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, yang didampingi Ketua Dekranasda Gunungkidul, Diah Purwanti Sunaryanta, kepada ketua kelompok pada Selasa, 30 Juli 2024.
Bupati Sunaryanta menekankan pentingnya mempersiapkan diri menghadapi perubahan peradaban dan perkembangan ekonomi. Menurutnya, pembangunan di Gunungkidul terus menunjukkan kemajuan, terutama dengan adanya dua titik pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Selatan yang dilalui oleh Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) dan rencana pembangunan exit tol Prambanan di wilayah Utara.
Dengan bantuan ini, diharapkan kelompok IKM di Jerukwudel, khususnya Tunas Mekar, dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian lokal.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin 14 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia hingga Juli 2024. Terakhir, izin usaha PT. BPR Sumber Artha Waru Agung di Sidoarjo, Jawa Timur dicabut berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-57/D.03/2024 tanggal 24 Juli 2024.
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y Sri Susilo, salah satu penyebab dicabutnya izin usaha BPR adalah tata kelola yang kurang baik. Ia menekankan bahwa pengelolaan BPR harus dilakukan secara profesional dan patuh pada standar operasional yang ada.
"Pengelolaan yang tidak profesional menjadi salah satu alasan dicabutnya izin BPR, meskipun pengelolaannya sudah melalui fit and proper test dari OJK," katanya.
Selain itu, izin BPR juga bisa dicabut jika indikator-indikator keuangan tidak memenuhi ketentuan OJK, seperti rasio kredit dan dana pihak ketiga, serta rasio penyusutan beban operasional terhadap beban operasional.
OJK tidak langsung mencabut izin usaha BPR, tetapi terlebih dahulu melakukan langkah persuasi dan edukasi agar perbankan dapat memperbaiki kinerjanya. Sri Susilo menjelaskan bahwa OJK memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan tegas.
"BPR yang izinnya dicabut biasanya sudah dalam kondisi sangat parah, dan jika indikator keuangannya terlalu buruk, izinnya bisa dicabut," lanjutnya.
Perkembangan teknologi juga mempengaruhi kinerja BPR. Dengan semakin mudahnya layanan dari bank umum dan bank daerah, BPR seringkali tidak mampu bersaing karena biaya investasi teknologi yang tinggi. Misalnya, banyak BPR yang tidak memiliki ATM atau kantor cabang, sehingga sulit bersaing dengan bank lain.
Sementara itu, Kepala OJK DIY, Eko Yunianto, menjelaskan bahwa tidak ada BPR yang dicabut izinnya karena kalah dalam persaingan usaha, melainkan karena adanya penyimpangan di BPR tersebut. Tata kelola yang buruk dapat meningkatkan potensi penyimpangan.
Untuk memastikan BPR dan BPRS di DIY tetap sehat, OJK rutin melakukan pengawasan baik secara langsung (on-site supervision) maupun tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung melibatkan pemeriksaan umum dan khusus untuk memantau kondisi keuangan bank dan kepatuhannya terhadap peraturan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui laporan berkala yang disampaikan oleh bank.
Hingga saat ini, kondisi BPR dan BPRS di DIY masih tumbuh positif dan tingkat kesehatannya tetap terjaga.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan alasan penutupan sejumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) untuk memperkuat sistem perbankan nasional. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sekitar 20 BPR telah dan akan ditutup oleh OJK.
“Jangan terlalu heran kalau akhir-akhir ini ada beberapa BPR yang ditutup. Sekitar 20 BPR sudah kita tutup dalam konteks penguatan sektor perbankan kita,” kata Dian dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 di Jakarta, Senin.
Menurut Dian, secara keseluruhan kondisi BPR di Indonesia sebenarnya cukup bagus, namun beberapa BPR harus ditutup karena tidak menaati regulasi dan terjerat kasus Fraud. Dengan perbankan yang sehat, kinerja sektor tersebut mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Secara keseluruhan performa BPR bagus, tapi ada beberapa yang mengalami masalah mendasar, termasuk Fraud, yang sangat penting bagi UMKM,” jelasnya.
Dian juga menekankan pentingnya peningkatan integritas sistem untuk memperkuat pertumbuhan sektor perbankan ke depan. “Dengan sistem keuangan yang berintegritas dan kredibel, pertumbuhan perbankan dan dampak terhadap ekonomi akan berjalan dengan cepat,” tutur Dian.
Dalam periode Januari-Mei 2024, OJK telah mencabut izin usaha 14 BPR. Terakhir, OJK mencabut izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, karena tidak dapat mengatasi masalah permodalan.
“Pencabutan izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung merupakan bagian dari tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” kata Plt Kepala OJK Provinsi Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi.
Pada 21 Desember 2023, OJK menetapkan BPR Sumber Artha Waru Agung sebagai bank dengan status pengawasan bank dalam penyehatan (BDP) karena rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) di bawah ketentuan dan tingkat kesehatan (TKS) yang "tidak sehat".
Kemudian, pada 9 Juli 2024, OJK menetapkan BPR ini sebagai bank dengan status pengawasan bank dalam resolusi (BDR) setelah memberikan waktu yang cukup kepada pengurus dan pemegang saham untuk melakukan upaya penyehatan, namun tidak berhasil.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sebanyak 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) akan ditutup tahun ini. Hingga saat ini, sudah ada 14 BPR yang dicabut izin usahanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa pencabutan izin usaha BPR masih akan terus berlanjut. Meski begitu, ada juga BPR yang sedang dalam proses penyehatan dan sudah kembali sehat. "Sebetulnya ini masih bergerak, ada yang dalam penyehatan bisa balik lagi sehat, tapi yang tidak tertolong kita serahkan ke LPS. Kerja sama antara OJK dan LPS selama ini cukup bagus," ujar Dian.
Dian menyebut bahwa penutupan BPR bermasalah memang diharapkan masyarakat agar segera diselesaikan untuk menghindari rush atau penarikan tunai besar-besaran secara serentak. "Masyarakat senang karena uangnya dijamin, dan LPS dengan cepat melakukan pembayaran terhadap dana nasabah di BPR. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena bank itu bagian dari bisnis juga," jelasnya.
Dian juga menyatakan bahwa sejauh ini OJK telah berusaha agar tidak banyak BPR yang ditutup. Namun, jika terjadi pencabutan izin usaha 1-2 bank, itu masih dianggap wajar. "Kita bisa memaintain agar tidak banyak yang gagal. Tapi kalau misalnya ada 1-2 BPR yang ditutup, itu wajar untuk penyehatan sistem. Kadang-kadang kita harus tegas," pungkasnya.
Tidak Ganggu Perekonomian Domestik
Sebelumnya, OJK menegaskan bahwa penutupan BPR tidak akan menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian domestik. "Apabila terjadi sesuatu, penanganan bank-bank bermasalah itu tidak akan menimbulkan dampak signifikan kepada perekonomian kita," ujar Dian Ediana Rae dalam Virtual Seminar LPPI, Jumat, 26 Juli 2024.
Dalam 1,5 tahun terakhir, OJK tengah ‘membereskan’ BPR-BPR bermasalah untuk memperkuat sistem BPR, termasuk menutup BPR yang memiliki kelemahan struktural dan terindikasi Fraud. "Penutupan BPR ini merupakan indikasi baik. Hampir 20 BPR yang kita tutup tidak menimbulkan goncangan atau keresahan pada masyarakat," ungkapnya.
Sepanjang 2024, OJK telah menutup 14 BPR. Berikut rinciannya: