Standard Post with Image
REGULATOR

LPS Optimistis Bank Kecil di Indonesia Dapat Berkembang seperti di Jerman

BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakin bahwa perbankan kecil seperti Bank Perekonomian Rakyat (BPR) memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Keyakinan ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, yang terinspirasi oleh kondisi perbankan di Jerman.

"Kami di LPS percaya bahwa bank kecil bisa berperan sangat signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia, seperti halnya di Jerman di mana bank-bank kecil mendominasi," ujar Purbaya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Purbaya mengungkapkan bahwa industri perbankan di Jerman didominasi oleh bank-bank kecil, yang menguasai 80% pasar. Yang mengejutkan, banyak dari bank-bank kecil tersebut menggunakan prinsip syariah.

"Saya baru tahu ketika ke Jerman pada tahun 2011 bahwa 80% bank di sana dikuasai oleh bank-bank kecil. Ini agak aneh menurut saya, dan mereka bilang mereka lebih syariah dibandingkan Indonesia," tuturnya.

Purbaya menjelaskan bahwa hal ini diungkapkan oleh petinggi bank sentral di Jerman. Bank-bank kecil di Jerman mampu tumbuh subur dengan menggunakan prinsip syariah. "Jika deposito 1%, pinjamannya hanya 1+1, cukup untuk biaya operasional. Dan yang mengelola itu adalah Pendeta," jelasnya.

Dengan dukungan digitalisasi dan dana yang memadai, Purbaya yakin bahwa eksistensi BPR di Indonesia dapat kembali kuat. Sehingga, BPR dapat memperkuat industri perbankan di Indonesia.

"Dari situ saya belajar bahwa ekonomi syariah bisa hidup. Saya belajar dari tempat yang salah, Amerika. Ternyata ada dan bisa hidup," imbuhnya.

Optimisme LPS terhadap bank kecil di Indonesia didorong oleh potensi besar yang dimiliki oleh BPR untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani oleh bank-bank besar. Dengan digitalisasi dan pengelolaan yang efisien, BPR diharapkan dapat berkontribusi lebih besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat stabilitas sistem keuangan.

 

Standard Post with Image
bank umum

Bank Dunia Peringatkan Efek Samping Sekuritas Rupiah BI terhadap 'Kantong' Pemerintah

BPRNews.id - Bank Dunia mengeluarkan peringatan mengenai efek samping penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024. Menurut laporan tersebut, SRBI memiliki dampak yang tidak diinginkan terhadap pinjaman pemerintah.

"Sebagai instrumen yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, SRBI tampaknya membatasi pinjaman pemerintah," tulis Bank Dunia dalam laporannya yang dikutip pada Rabu (26/6/2024).

Bank Dunia menjelaskan bahwa bank-bank komersial cenderung mengurangi kepemilikan mereka atas surat berharga pemerintah dan beralih ke SRBI yang menawarkan imbal hasil lebih menarik. Antara September 2023 dan Februari 2024, kepemilikan bank umum atas obligasi pemerintah turun dari 30,4% menjadi 25,6% dari total saldo beredar.

Untuk mengatasi penurunan ini, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi di pasar sekunder dengan membeli surat berharga pemerintah, meningkatkan kepemilikannya dari 16,2% menjadi 20,7%.

"Untuk mencegah crowding out lebih lanjut, BI sementara waktu mengurangi volume penerbitan SRBI hingga setengahnya, dari Rp 49,4 triliun menjadi Rp 25,6 triliun antara Februari dan Maret 2024," tambah laporan Bank Dunia.

Bank Dunia juga mencatat risiko lain, termasuk potensi mengusir investor ekuitas asing yang menghadapi risiko kredit lebih tinggi namun kurang menarik. Arus keluar ekuitas dari bursa Indonesia terlihat pada April hingga Juni.

Pada kuartal pertama 2024, investor non-residen atau asing memegang sekitar 22% dari total SRBI yang beredar, sementara sisanya dimiliki oleh bank-bank komersial dalam negeri. Namun, dengan pengetatan kondisi moneter global, investor asing mulai menjual kepemilikan SRBI mereka, menurunkan pangsa kepemilikan asing menjadi 18% pada akhir April 2024.

Sebagai respons, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%. Kenaikan ini diikuti oleh peningkatan bunga SRBI 1 tahun sebesar 500 basis poin menjadi 7,5% pada awal Mei. Selisih imbal hasil SRBI 1 tahun dibandingkan dengan Surat Berharga Negara (SBN) 1 tahun yang hanya 6,8% semakin menarik investor.

Untuk menarik lebih banyak arus masuk portofolio, BI memutuskan untuk melelang SRBI lebih sering, dari sekali menjadi dua kali seminggu. Upaya ini membuahkan hasil dengan arus masuk asing sebesar Rp 81,6 triliun pada SRBI dan peningkatan porsi kepemilikan asing menjadi 27% dari total SRBI pada Mei 2024.

Bank Indonesia merilis SRBI sebagai respons terhadap siklus pengetatan suku bunga Federal Reserve AS yang dimulai pada 2022. SRBI dirancang untuk menarik aliran portofolio dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Pada kuartal ketiga 2023, imbal hasil US Treasury 10 tahun mencapai angka tertinggi dalam 16 tahun, mendorong spread imbal hasil Indonesia dan US Treasury ke titik terendah dalam sejarah.

"Ini memicu arus keluar portofolio dalam jumlah besar, mencapai 0,3% dari PDB pada periode tersebut, yang kemudian menekan cadangan devisa dan mata uang," jelas Bank Dunia.

Sebagai langkah untuk menghadapi tantangan ini, BI memperkenalkan SRBI pada September 2023. SRBI menggantikan operasi twist yang sebelumnya dilakukan oleh BI dan bertujuan untuk meningkatkan perbedaan imbal hasil terhadap obligasi pemerintah AS.

SRBI adalah instrumen Operasi Pasar Terbuka (OMO) yang memiliki mandat ganda: menyerap kelebihan likuiditas dan menarik aliran portofolio untuk menjaga stabilitas mata uang dan buffer eksternal. SRBI berhak dimiliki oleh bukan penduduk dan menawarkan jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan obligasi negara, yakni 6, 9, atau 12 bulan. Imbal hasil SRBI secara konsisten lebih tinggi dibandingkan obligasi negara (SBN), misalnya pada lelang awal Mei 2024, SRBI tenor 1 tahun menawarkan imbal hasil 7,5% dibandingkan 6,7% pada SBN tenor 1 tahun.

 

Standard Post with Image
BPR

BPR Perketat Penyaluran Kredit di Tengah Lonjakan NPL

BPRNews.id – Memburuknya kualitas kredit turut menimpa industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR), baik konvensional maupun syariah. Terlebih, kualitas kredit untuk segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) membuat beberapa BPR kian waspada dalam menyalurkan kredit.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa Non-Performing Loan (NPL) UMKM untuk industri BPR per Maret 2024 telah mencapai 14,36%. Angka ini naik dibandingkan posisi Maret 2023 yang berada di level 11,58% dan akhir 2023 di 13,12%.

Sejalan dengan kenaikan NPL, pertumbuhan kredit BPR di sektor UMKM pun konsisten melambat sejak awal tahun. Per Maret 2024, pertumbuhannya hanya sekitar 10,36%, turun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,05%.

Direktur Utama PT BPR Syariah (BPRS) Artha Madani, Cahyo Kartiko, mengakui bahwa kredit UMKM belum benar-benar pulih pasca pandemi Covid-19. Ketika relaksasi restrukturisasi dicabut, kualitas kredit di industri BPR terdampak signifikan.

Namun, Cahyo menyatakan bahwa relaksasi seperti restrukturisasi tidak bisa terus diperpanjang secara umum. "Perlu dilihat satu per satu, UMKM yang benar-benar tidak bisa pulih meskipun sudah berusaha maksimal," ujarnya.

Cahyo juga mengungkapkan bahwa sektor UMKM rentan terhadap penyalahgunaan dana kredit. "Alih-alih mengembangkan usaha, dana kredit sering digunakan untuk kepentingan lainnya," jelasnya.

Sebagai solusi, BPRS mempertimbangkan memberikan kredit dalam bentuk barang dan jasa daripada uang tunai. Namun, Cahyo menyadari tantangan edukasi konsumen dalam hal ini. "Kadang mereka tidak mau karena membandingkan dengan yang konvensional yang memberikan uang tunai," katanya.

BPRS Artha Madani telah menghentikan penyaluran kredit UMKM kepada nasabah baru. Portofolio kredit UMKM yang sebelumnya sekitar 60% kini hanya sekitar 15% dari total kredit per Kuartal I-2024 yang senilai Rp 357,53 miliar. "Kami sedang mencari model yang lebih baik agar tidak menghadapi masalah serupa," tambah Cahyo.

Saat ini, NPL Gross BPRS Artha Madani berada di level 2,7% dan NPL Net di 1,7%, angka yang stabil dari periode sama tahun sebelumnya.

Di sisi lain, Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, mengungkapkan bahwa kualitas kredit UMKM di BPR Hasamitra tidak banyak terdampak pandemi. "Jadi tidak ada pengaruh dengan dicabutnya aturan relaksasi oleh OJK," ujarnya.

NPL bruto BPR Hasamitra pada Desember 2023 berada di angka 2,44%, dan turun menjadi 2,35% pada Mei 2024. Nyoman menegaskan bahwa antisipasi kenaikan NPL dilakukan dengan menyalurkan kredit berkualitas tanpa mengejar kuantitas, sesuai prinsip kredit yang sehat. "Tujuan penggunaan kredit harus jelas dan terhindar dari nasabah spekulatif, seperti untuk judi online," tambahnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menekankan bahwa dengan berakhirnya relaksasi restrukturisasi, BPR melakukan penyesuaian kualitas berdasarkan asesmen debitur terdampak Covid-19 yang menyebabkan kenaikan NPL di industri. "Dampak Covid-19 masih belum sepenuhnya pulih bagi sektor UMKM, sehingga mereka masih membutuhkan waktu untuk pemulihan," pungkasnya.

 

Standard Post with Image
BPR

Tergugat SY dan BPR Surya Yudha Lagi-lagi Absen di Sidang Pengadilan Negeri Wonosobo

BPRNews.id – Sidang lanjutan atas dugaan perusakan obyek sengketa Toko Sperpart Mekarsari yang terletak di Jl. Purworejo No. 1, Rt. 001 RW. 05, Desa Maduretno, Kecamatan Kalikajar, digelar di Pengadilan Negeri Wonosobo Kelas 1B pada Senin, 24 Juni 2024. Persidangan kali ini kembali mencatat ketidakhadiran Tergugat SY (Satriyo Yudhiarto) dan BPR Surya Yudha.

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Muh Imam Irsyad, S.H., dengan hakim anggota Galih Rio Purnomo, S.H., dan Daniel Anderon Putera Sitepu, S.H., M.H. Sidang digelar terbuka untuk umum.

Perkara Nomor 48/Pdt.G/2023/PN Wsb dengan agenda bukti tambahan dihadiri oleh kuasa hukum penggugat Eva Triana, yaitu Dian Risandi Nusbar, S.H., dan Artdityo, S.E., S.H., M.Kn., dari kantor hukum DRN Lawyers. Sedangkan tergugat hanya diwakili oleh kuasa hukumnya.

Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum Eva Triana, Artdityo, S.E., S.H., M.Kn., menyampaikan bahwa kesaksian PR telah dicabut dan telah ada surat pernyataan pencabutan kesaksian dan keterangannya untuk tergugat. "Surat pernyataan pencabutan prihal kesaksian dan keterangan untuk tergugat atas nama Satriyo Yudhiarto, pemilik BPR Surya Yudha dan/atau untuk tergugat BPR Surya Yudha," ujarnya.

Ketua Majelis Hakim, Muh Imam Irsyad, S.H., menyampaikan bahwa sidang akan dilanjutkan dengan materi kesimpulan pada Senin, 1 Juli 2024.

Dalam Perkara Nomor 12/Pdt.G/2024/PN Wsb, saat sidang dimulai, pantauan awak media menunjukkan bahwa tergugat kembali tidak hadir. Ketidakhadiran ini memberikan keuntungan bagi pihak Eva Triana.

Kuasa Hukum Penggugat, Dian Risandi Nusbar, S.H., mengatakan, "Memang tergugat tidak hadir dalam persidangan untuk kesekian kalinya. Tentunya, ini tidak masalah bagi kami." Ia menambahkan, "Disini ada aturan dan undang-undang yang mengatur bahwa persidangan tetap dilanjutkan, berarti tergugat tidak menggunakan haknya untuk menjawab."

Dian Risandi Nusbar juga menambahkan, "Persidangan tetap dilanjutkan dengan pembuktian. Jika tergugat tidak hadir, apakah tergugat mengiyakan atas perbuatannya?"

Di akhir wawancara, Dian berharap, "Kami berharap Pengadilan Negeri Wonosobo memutuskan perkara ini seadil-adilnya terhadap klien kami, mengingat ada kerugian yang timbul di pihak Eva."

 

Standard Post with Image
bank umum

Kinerja Perbankan Terganggu, Tren Negatif Menghantam Laba Industri

BPRNews.id - Industri perbankan Indonesia menghadapi tantangan serius sepanjang tiga bulan pertama tahun ini dengan kinerja laba yang terhambat. Data terbaru menunjukkan bahwa laba bank umum mencatatkan angka Rp61,87 triliun per Maret 2024, hanya tumbuh 2% secara tahunan year on year (yoy).

Capaian ini jauh melambat dibandingkan dengan kuartal IV 2023, di mana industri perbankan berhasil meraih pertumbuhan laba mencapai 20,6% yoy. Namun, terdapat kontras yang signifikan antara berbagai kelompok bank. Bank dengan modal inti paling kecil atau KBMI I melaporkan kontraksi laba sebesar 14,3% yoy, sementara KBMI II mengalami penurunan laba sebesar 7,9% yoy per Maret 2024.

Di sisi lain, bank-bank dengan modal inti menengah hingga besar masih mampu mempertahankan pertumbuhan laba, meskipun dalam laju yang lebih lambat. KBMI III mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 8,2% yoy menjadi Rp 10,7 triliun, sedangkan KBMI IV mencatatkan laba sebesar Rp 42,5 triliun, naik 3,5% yoy. Capaian ini menunjukkan perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan kinerja akhir tahun 2024, di mana KBMI III dan IV mencatatkan pertumbuhan laba yang lebih tinggi, masing-masing 12,4% yoy dan 21,1% yoy.

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menjelaskan bahwa lesunya kinerja perbankan disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan saat ini. "Tren ke depan, terutama di tahun ini dengan belum membaiknya geopolitik, berpotensi menekan kinerja bank," ujar Trioksa dalam wawancara, Senin (24/6/2024).

Pengamat perbankan, Paul Sutaryono, menyoroti bahwa penurunan kinerja perbankan juga dipicu oleh kenaikan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). NPL gross naik dari 2,25% pada bulan Maret menjadi 2,33% per bulan April. "Ketika NPL meningkat, bank harus membentuk cadangan yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat risiko kredit yang ada," ungkap Paul.

Paul juga menduga bahwa kenaikan NPL ini terjadi seiring dengan berakhirnya program restrukturisasi kredit pada 1 April 2024. "Tidak semua segmen, terutama UMKM, sudah sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Segmen ini memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan NPL," tambahnya.

Moch Amin Nurdin, Senior Faculty LPPI, menekankan pentingnya pembentukan cadangan dalam menghadapi penurunan kualitas kredit dan berakhirnya restrukturisasi Covid-19 yang berdampak negatif terhadap perolehan laba perbankan. "Bank-bank perlu meningkatkan akses terhadap dana murah untuk menurunkan biaya pendanaan dan menjaga margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)," jelas Amin.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa kondisi fundamental perbankan pada April 2024 tetap kuat, resilien, dan stabil. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit yang mencatatkan kenaikan sebesar 13,09% yoy menjadi Rp7.311 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa tingkat pengembalian aset atau return on asset (ROA) per Maret 2024 mencapai 2,62%, naik dari bulan sebelumnya 2,52%. Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) juga naik 10 basis poin (bps) menjadi 4,59%, sementara rasio permodalan (CAR) tetap kuat di atas ketentuan, yakni 27,33%.

Sebagai respons, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025 untuk mengurangi kerugian yang harus dicadangkan oleh perbankan, khususnya terkait kredit KUR. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, usai Sidang Kabinet pada Senin (24/6/2024) kemarin.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News