Standard Post with Image
BPR

BPR Cianjur Jabar Selenggarakan Literasi Keuangan untuk UMKM dan IPEMI

Bprnews.id  – Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Cianjur Jabar menggelar kegiatan literasi keuangan dalam acara Halal Bihalal yang diadakan oleh UMKM dan Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) Kabupaten Cianjur.

Acara yang berlangsung di Gerai Mochi Momi ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Koperasi UKM Perdagangan dan Perindustrian (Diskuperdagin) Kabupaten Cianjur.

Direktur Bisnis PT BPR Cianjur Jabar, Mochamad Ansyah Ferliansyah, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada para pelaku UMKM mengenai pengelolaan keuangan, terutama dalam bertransaksi dengan perbankan. 

"Kami mengajarkan bagaimana UMKM bisa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung demi pengembangan usaha di masa depan," ujar Ansyah, Kamis 16 Mei 2024.

Ansyah juga memperkenalkan BPR Cianjur Jabar sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Cianjur. Dalam kesempatan tersebut, diperkenalkan juga berbagai produk unggulan BPR, seperti Kredit Mapay Lapak dengan plafon hingga Rp5 juta dan suku bunga setara dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar enam persen per tahun.

"Lalu, ada juga produk Tabungan Masyarakat (Tamasya) yang tanpa biaya administrasi. Ini adalah keunggulan BPR Cianjur Jabar, di mana nasabah bisa menyimpan tabungan tanpa berkurang karena tidak ada pemotongan biaya administrasi," tambah Ansyah.

Kegiatan literasi keuangan ini mendapat respon positif dari para pelaku UMKM. Sebanyak 50 pelaku UMKM membuka rekening tabungan Tamasya di BPR Cianjur Jabar. 

"Selain itu, kami juga memperkenalkan layanan Pick Up Service yang memudahkan UMKM dalam bertransaksi melalui layanan jemput bola," pungkas Ansyah.

Dengan adanya kegiatan ini, BPR Cianjur Jabar berharap dapat membantu meningkatkan literasi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui dukungan terhadap para pelaku UMKM di Kabupaten Cianjur.

 

Standard Post with Image
BPR

OJK Ungkap Alasan di Balik Tingginya Kredit Macet dan Penutupan Banyak BPR

Bprnews.id  – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, mengungkapkan sejumlah alasan yang menyebabkan tingginya kredit macet Non-Performing Loan (NPL) di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) hingga menyebabkan banyak BPR yang tutup.

"Peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi antaranya oleh berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit," jelas Dian dalam jawaban tertulis RDKB OJK April 2024.

Meski demikian, untuk memitigasi dampak negatif dari peningkatan rasio NPL tersebut, rasio permodalan Capital Adequacy Ratio (CAR) BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap dijaga kuat dengan masing-masing sebesar 32,60% dan 23,56%.

Dian menekankan bahwa rasio CAR yang berada jauh di atas ambang batas tersebut menunjukkan bahwa BPR/S memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, terutama risiko kredit.

"Oleh karena itu, konsolidasi industri dan pemenuhan Modal Inti Minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan. Selain itu, untuk memitigasi risiko kredit, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit," tambah Dian.

Data menunjukkan bahwa NPL di BPR naik menjadi 10,55% pada Februari 2024, dibandingkan Februari 2023 yang berada di level 8,42%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang melakukan "pembersihan" terhadap BPR dan BPRS dalam rangka penguatan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa akan ada pengurangan sekitar ratusan BPR/BPRS lagi dalam prosesnya.

Saat ini, jumlah BPR di Indonesia sebanyak 1.566 bank pada Maret 2024, menyusut dari 1.623 BPR pada Desember 2021.

Sepanjang lima bulan pertama tahun 2024 ini, sudah ada 11 BPR yang telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah bank yang tutup tahun ini sudah melebihi rata-rata sebelumnya.

 

Standard Post with Image
BPR

Mantan Karyawan BPR Candi Agung Amuntai Dituntut 7 Tahun

Bprnews.id – Kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan pegawai Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Candi Agung Amuntai, Taufik Rahman, telah memasuki tahap tuntutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Hulu Sungai Utara (HSU) menyatakan bahwa Taufik Rahman terbukti bersalah melakukan penyelewengan dana nasabah BPR Candi Agung Amuntai Cabang Telaga Silaba pada periode 2017-2022.

JPU meyakini bahwa pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP, yang menjadi dakwaan utama, telah terbukti. 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Taufik Rahman dengan pidana selama 7 tahun dikurangi masa tahanan yang dijalani terdakwa," demikian bunyi tuntutan yang dibacakan oleh JPU Bagas Satriaji, SH.

Selain pidana penjara selama 7 tahun, Taufik Rahman juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp250 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Lebih lanjut, JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp779.925.700.

"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan," tambah JPU.

Dalam dakwaannya, JPU Sumantri Aji Surya Irawan, SH, menjelaskan bahwa terdakwa Taufik Rahman telah melakukan tindakan “Fraud” atau penyalahgunaan wewenang sebagai Funding Officer (FO) saat masih bekerja di BPR Candi Agung Amuntai Kantor Cabang Telaga Silaba antara tahun 2017-2022. 

Modus operandi yang digunakan oleh terdakwa termasuk layanan ‘jemput bola’ tanpa melakukan penyetoran dana nasabah, menarik uang tanpa sepengetahuan nasabah, dan memalsukan tanda tangan nasabah untuk slip penarikan.

Perbuatan terdakwa selama empat tahun tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp779 juta dari 22 nasabah. "Hasil audit total kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp779.925.700," jelas Sumantri saat pembacaan dakwaan.

Dalam dakwaan, JPU menempatkan pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan utama, dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan alternatif.

Sejak proses penyidikan hingga persidangan, terdakwa Taufik Rahman ditahan dan berstatus sebagai tahanan titipan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Amuntai.

 

 

Standard Post with Image
BPR

Kredit Macet dan Kebangkrutan Ancam Stabilitas Bank Perekonomian Rakyat

Bprnews.id – Kredit macet di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terus membengkak di tengah gelombang likuidasi bank bangkrut, di mana saat ini jumlahnya telah mencapai 11 bank dan semuanya berupa BPR.

Menurut Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah Non-Performing Loan (NPL) BPR meningkat menjadi 10,55% pada Maret 2024, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di level 8,42%. Nilai kredit macet BPR juga naik dari Rp7,63 triliun pada Maret 2023 menjadi Rp9,84 triliun pada Maret 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan meningkatnya NPL di BPR. "Peningkatan NPL BPR dipengaruhi di antaranya oleh berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit," ujarnya dalam jawaban tertulis pada Jumat (17/5/2024).

Meski demikian, upaya mitigasi dampak negatif atas peningkatan rasio NPL tersebut telah dilakukan. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) BPR terpantau memadai pada level 32,6%. 

"Rasio CAR yang berada jauh di atas ambang batas tersebut menunjukkan bahwa BPR memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, utamanya risiko kredit," tutur Dian.

Selain itu, BPR juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi BPR. Dalam hal kredit bermasalah, BPR menghadapi dampak kebijakan restrukturisasi Covid-19. 

"Beberapa pelaku industri telah mengurangi kredit-kredit restrukturisasi sebagai akibat adanya relaksasi Covid-19, sehingga kredit yang ada telah dinormalisasi, akibatnya terjadi kenaikan NPL," ujarnya.

Seiring dengan meningkatnya NPL, industri BPR pun mengalami maraknya pencabutan izin usaha karena kebangkrutan. OJK telah mencabut izin usaha 11 bank bangkrut tahun ini. 

Salah satu bank yang baru-baru ini dicabut izinnya adalah PT BPR Dananta dari Kudus, mengacu pada Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-38/D.03/2024 tanggal 30 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT BPR Dananta.

Dengan demikian, sepanjang tahun ini sudah ada 11 bank yang bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh OJK. Padahal, tahun 2024 baru berjalan empat bulan. Semua bank yang bangkrut merupakan BPR. Sementara, tahun lalu terdapat empat bank bangkrut di Indonesia.

Sejak 2005, total ada 133 bank yang bangkrut di Tanah Air. Tedy menyatakan bahwa pencabutan izin BPR oleh OJK bukan karena alasan bisnis semata, tetapi juga karena adanya fraud

"Semua pelaku industri saya yakin tidak pernah mengharapkan atau menginginkan bisnisnya ditutup karena ada tindakan yang merugikan bank," ujar Tedy.

 

Standard Post with Image
BPR

Langkah Antisipatif Cegah Fraud di BPR

Bprnews.id – Perbankan adalah bisnis yang berisiko tinggi. Data menunjukkan adanya potensi besar terjadinya kecurangan atau fraud di perbankan, khususnya di Bank Perekonomian Rakyat (BPR).

Untuk mencegah fraud, moderasi etika Tri Kaya Parisudha perlu diterapkan, kata praktisi BPR, Dr. I Gusti Ngurah Alit Asmara Jaya, dalam ujian terbuka Ni Nyoman Ayu Suryandari dari Prodi Doktor Ilmu Akuntansi (PDIA) FEB Universitas Udayana.

Dr. Alit menekankan bahwa kecurangan yang dilakukan oleh pengurus atau pengelola BPR dapat menyebabkan kebangkrutan BPR. "Pada bank skala lokal, terjadinya kecurangan dapat berpengaruh signifikan pada kesehatan BPR. Reputasi perbankan bisa terancam karena kecurangan, mengingat perbankan adalah lembaga kepercayaan. Oleh karena itu, pengelolaan perbankan harus prudent dan didasari aspek etika," ujarnya.

Peningkatan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) BPR sangat diperlukan, terutama dalam penerapan etika. Kompetensi teknis tanpa etika tidak akan berarti banyak.

Sementara itu, Ni Nyoman Ayu Suryandari mengungkapkan hasil penelitiannya pada 128 BPR yang menunjukkan penyebab utama kecurangan di BPR adalah faktor internal, terutama karyawan BPR.

Penurunan jumlah BPR di Indonesia dari 2015 hingga 2022 disebabkan oleh merger dan pencabutan izin usaha (CIU) oleh OJK akibat kecurangan atau kondisi BPR yang memburuk.

Suryandari fokus meneliti faktor internal yang menyebabkan kecurangan di BPR, serta pencegahannya melalui etika Tri Kaya Parisudha, ajaran agama Hindu yang mengedepankan berpikir, berkata, dan berbuat yang benar.

Penelitiannya yang berjudul "Efek Moderasi Etika Berdasarkan Tri Kaya Parisudha pada Hubungan Fraud Hexagon dan Jarak Kekuasaan Terhadap Kecurangan" menggunakan teori Fraud Hexagon. Teori ini menyatakan bahwa motivasi seseorang melakukan kecurangan terdiri dari peluang, rasionalisasi, tekanan, kapabilitas, ego, dan kolusi.

Hasil penelitian Suryandari memberi masukan pada manajemen BPR untuk memperhatikan kondisi karyawan yang dapat memotivasi mereka melakukan kecurangan.

Kondisi ketidakadilan di BPR yang cukup tinggi juga memotivasi terjadinya kecurangan. Promotor Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, didampingi Koprodi PDIA Prof. Wayan Suartana, mengatakan bahwa kecurangan bisa terjadi di mana-mana, khususnya di BPR. Penelitian Suryandari berusaha mengungkap motivasi seseorang melakukan kecurangan.

"Berdasarkan teori fraud hexagon, elemen yang membuat seseorang melakukan kecurangan termasuk tekanan, peluang, tata kelola yang buruk, rasionalisasi, kapabilitas, ego, dan kolusi. Kapabilitas di sini berarti kemampuan melihat celah untuk melakukan kecurangan, melihat kelemahan dalam manajemen. Ego berarti sifat yang dimiliki seseorang melebihi kapasitas atau akal sehatnya, dan kolusi berarti kecurangan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih," jelas Yadnyana.

Dari hasil penelitian, tekanan, peluang, rasionalisasi, ego, kolusi, dan kapabilitas dapat mempengaruhi terjadinya kecurangan. Moderasi etika Tri Kaya Parisudha terbukti mampu memperlemah niat karyawan melakukan kecurangan.

"Tri Kaya Parisudha mampu menjadi strategi anti-fraud. Walaupun ada tekanan, ego, rasionalisasi, atau peluang, jika seseorang memiliki etika yang sudah melekat dalam dirinya, ia akan berpikir berkali-kali sebelum melakukan kecurangan," tandas Yadnyana.

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News