Bprnews.id - Kepala Eksekutif Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengumumkan rencana pengalihan kepemilikan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik Pemerintah Daerah (Pemda) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Per Desember 2023, tercatat ada 83 BPR yang dimiliki oleh Pemda. Dengan regulasi baru ini, Pemda yang memiliki BPR akan diminta untuk mengalihkan kepemilikan tersebut ke BPD.
“BPR-BPR itu tidak ada lagi yang dimiliki kabupaten atau kota. Semua itu akan disatukan di bawah koordinasi BPD. Jadi, kepemilikan kabupaten/kota itu nanti akan dilakukan secara tidak langsung melalui BPD,” ujar Dian di sela-sela peluncuran Roadmap Penguatan Pengembangan dan Penguatan Industri BPR-BPRS (RP2B), Senin, 20 Mei 2024.
Dian menyebutkan, alasan utama dari pengambilalihan ini adalah untuk mempercepat proses kerja BPR. Menurutnya, kerja BPR berpotensi terhambat jika dana yang diberikan harus selalu melalui Pemda, yang umumnya memerlukan persetujuan dari DPRD dan stakeholder lainnya.
“Bisnis usaha bank ini memerlukan langkah-langkah yang cepat untuk menyelesaikannya. Dan saya kira, ada sedikit prosedur yang terlalu panjang, kalau kita mengandalkan semata-mata dana dari Pemda, karena itu memerlukan keputusan-keputusan dari DPRD dan lain sebagainya,” terang Dian.
Dengan adanya peraturan ini, Dian menjelaskan, kinerja BPR milik Pemda nantinya akan lebih efisien dengan berada di bawah naungan BPD. BPD akan mengambil alih fungsi pengawasan, pengelolaan, dan penyelamatan BPR dengan dukungan dari OJK.
“Akan ada BPD dan BPR yang dimiliki juga oleh Pemda, tapi melalui BPD. Jadi, BPD ini akan memastikan pengawasannya, penyelamatannya, dan sebagainya, tentu dibantu oleh OJK,” tutup Dian.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional BPR, mempercepat layanan keuangan di daerah, dan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat.
Masyarakat dan stakeholder terkait diharapkan mendukung langkah ini demi kemajuan sektor perbankan di Indonesia.
Bprnews.id - Pinjaman online (pinjol) semakin menjamur di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dan jeli dalam memilih pinjol yang resmi. Untuk membantu masyarakat dalam memilih pinjol yang legal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara berkala merilis daftar pinjol resmi.
Hingga bulan Mei 2024, OJK telah mencatat ada 101 pinjol resmi yang beroperasi di Indonesia. Masyarakat disarankan untuk mengajukan pinjaman hanya kepada pinjol yang terdaftar dan diawasi oleh OJK untuk menghindari risiko dari pinjol ilegal yang tidak memiliki izin dan pengawasan resmi.
Berikut adalah daftar 101 pinjol resmi yang terdaftar di OJK hingga Mei 2024, dilansir dari laman ojk.go.id:
Dengan daftar ini, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dan berhati-hati dalam memilih pinjol, serta memastikan bahwa pinjaman diambil dari penyedia yang legal dan diawasi oleh OJK.
Langkah ini penting untuk menghindari risiko finansial yang bisa muncul dari penggunaan layanan pinjol ilegal.
Bagi yang membutuhkan informasi lebih lanjut, dapat mengunjungi laman resmi OJK di ojk.go.id atau menghubungi layanan informasi OJK.
Bprnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan untuk menyediakan pinjaman khusus untuk pelajar atau student loan. Inisiatif ini merupakan tanggapan terhadap polemik kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) yang ramai dibicarakan oleh masyarakat.
Tidak sedikit pelajar yang terpaksa menggunakan pinjaman online (pinjol) untuk membayar UKT. Menyadari situasi ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa OJK berkomitmen untuk memastikan penyedia jasa layanan keuangan bagi mahasiswa adalah legal, formal, dan diawasi OJK.
"OJK mendorong lembaga jasa keuangan, seperti perbankan, untuk menyediakan student loan dengan bunga yang lebih murah. Kami diskusi dengan penyelenggara jasa keuangan, ayo dong dibuka student loan, dengan skema yang lebih student friendly. Misalnya nanti bayarnya pas anaknya [sudah] kerja," kata Friderica, yang akrab disapa Kiki, dalam acara Training of Trainers bagi guru yang digelar oleh OJK pada Senin (20/5/2024).
Kiki menjelaskan bahwa student loan sangat umum di luar negeri, berbeda dengan di Indonesia, di mana fasilitas ini masih sangat sedikit, terutama untuk mahasiswa S1. "Jadi, selama skemanya bagus dan tidak memberatkan. Itu [student loan] bisa jadi pilihan, dari perbankan juga ada," tambahnya.
Kenaikan biaya UKT yang tinggi telah memicu protes dari para mahasiswa. Mereka menuntut pihak rektorat dan pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih pro rakyat.
Dengan adanya dorongan dari OJK ini, diharapkan bank-bank dapat merespons dengan menyediakan produk student loan yang lebih terjangkau dan bersahabat bagi mahasiswa.
Langkah ini diharapkan bisa membantu meringankan beban finansial mahasiswa dan keluarganya, serta memberikan alternatif pembiayaan yang lebih aman dibandingkan pinjaman online yang seringkali memiliki bunga tinggi dan tidak diawasi.
Polemik kenaikan UKT ini menyoroti pentingnya solusi keuangan yang inklusif dan terjangkau bagi mahasiswa, yang menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung pendidikan dan menciptakan generasi masa depan yang lebih baik.
Bprnews.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah.
Langkah ini diambil menyusul maraknya fenomena kebangkrutan bank, khususnya BPR, yang memerlukan penguatan regulasi untuk menjaga stabilitas industri perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa aturan ini diterbitkan untuk mempercepat penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
"POJK 7/2024 diharapkan dapat mendorong BPR dan BPR Syariah untuk tumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang adaptif, sehingga mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat, terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya," ujar Dian dalam keterangan resminya, Sabtu (18/5/2024).
Dian menyatakan bahwa penerbitan peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR dan BPR Syariah. Berdasarkan hasil pengawasan OJK, terdapat beberapa kelemahan struktural, termasuk kecurangan (fraud), yang menyebabkan penutupan sejumlah BPR dan BPR Syariah. Oleh karena itu, penguatan pengawasan menjadi prioritas untuk menjaga kesehatan sistem perbankan dan melindungi konsumen.
POJK 7/2024, yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024, mengatur berbagai aspek kelembagaan BPR dan BPR Syariah, mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.
"Aturan ini mencakup sejumlah kebijakan strategis untuk memperkuat aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah, termasuk peluang bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui penawaran umum efek di pasar modal," jelas Dian.
Aturan tersebut juga mengatur kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan Pemegang Saham Pengendali yang sama.
OJK berharap kebijakan ini dapat dengan cepat memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, serta memperkuat manajemen risiko dan tata kelola.
Dian juga menambahkan bahwa aturan ini mendukung efisiensi lembaga jasa keuangan dengan memungkinkan Lembaga Keuangan Mikro untuk melakukan penggabungan dengan BPR atau BPR Syariah.
"Beleid di dalamnya juga menyempurnakan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah," katanya.
Kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup wajib diselesaikan paling lama dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah non-pemerintah daerah, dan paling lama tiga tahun bagi BPR atau BPR Syariah milik pemerintah daerah.
Dian berharap POJK ini dapat meningkatkan level playing field BPR dan BPR Syariah serta memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR Syariah.
"OJK meyakini kebijakan konsolidasi BPR dan BPR Syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat," pungkas Dian.
Bprnews.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan angin segar bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah) dengan mengizinkan mereka untuk melantai di bursa efek.
Langkah ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang menjadi landasan hukum bagi BPR dan BPR Syariah untuk memasuki pasar modal.
Ketentuan ini juga telah diatur secara rinci dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah) yang baru diterbitkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa amanat tersebut memberikan peluang bagi BPR untuk meningkatkan akses permodalan atau pendanaan melalui pasar modal.
"Meski demikian, bukan berarti setiap BPR atau BPR Syariah harus melakukan penawaran umum," ujar Dian dalam keterangan resminya, Minggu (19/5/2024).
Untuk dapat melakukan penawaran umum, POJK 7/2024 menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh BPR atau BPR Syariah. Pertama, mereka harus memiliki modal inti minimum sebesar Rp 80 miliar.
Selain itu, BPR dan BPRS harus memiliki penilaian tata kelola dengan predikat paling rendah peringkat 2.
Tidak hanya itu, BPR dan BPRS juga diwajibkan untuk memiliki penilaian profil risiko paling rendah peringkat 2 dan tingkat kesehatan paling rendah PK-2 dalam dua periode terakhir.
Penawaran umum efek melalui pasar modal dapat dilakukan dalam bentuk efek bersifat ekuitas atau efek bersifat utang, seperti obligasi bagi BPR dan sukuk untuk BPR Syariah.
Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang baru bagi BPR dan BPR Syariah untuk berkembang lebih jauh dan meningkatkan daya saing mereka di sektor perbankan nasional.
OJK akan terus mengawasi dan memastikan bahwa seluruh persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dapat dipatuhi oleh BPR dan BPR Syariah yang berencana untuk melantai di bursa efek.