BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar) melaporkan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan di Sulsel pada September 2024 tetap terjaga. Kinerja sektor ini juga menunjukkan pertumbuhan yang positif, baik dari sisi intermediasi maupun indikator keuangan lainnya. Hal ini disampaikan oleh Kepala OJK Sulsel dan Sulbar, Darwisman, dalam acara Journalist Update di Makassar pada Jumat, 15 November 2024.
Darwisman menjelaskan bahwa sektor jasa keuangan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel, yang tercatat tumbuh 5,08% pada triwulan III 2024, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ia menyebut total aset perbankan di Sulsel pada September 2024 mencapai Rp199,36 triliun, dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,71% menjadi Rp133,76 triliun. Kredit yang disalurkan juga mengalami pertumbuhan 6,90%, mencapai Rp163,29 triliun. "Loan to Deposit Ratio (LDR) terjaga di level 124,35%, dengan tingkat rasio kredit bermasalah yang aman di 2,91%," ujarnya.
Selain itu, perbankan syariah juga mencatat pertumbuhan yang signifikan. Asetnya meningkat 19,59% menjadi Rp16,16 triliun, sementara penghimpunan DPK tumbuh 22,23% menjadi Rp11,53 triliun. Penyaluran pembiayaan syariah naik 17,94% menjadi Rp13,46 triliun. "Intermediasi perbankan syariah berada pada tingkat yang baik, dengan rasio NPF hanya 2,22%," tambahnya.
Kredit untuk UMKM juga mendominasi dengan pertumbuhan 5,41% menjadi Rp61,70 triliun. Kredit usaha mikro menjadi penyumbang terbesar dengan pertumbuhan 11% mencapai Rp34,55 triliun. "Secara keseluruhan, kredit UMKM telah menjangkau lebih dari 912 ribu debitur," terang Darwisman.
Di sektor pasar modal, jumlah investor tercatat mencapai 385.477 SID, didominasi oleh produk reksadana. Sementara itu, industri keuangan non-bank seperti perusahaan pembiayaan, modal ventura, dan fintech lending juga menunjukkan performa positif. "Outstanding pinjaman fintech peer-to-peer lending tumbuh 52,59% menjadi Rp1,60 triliun, dengan tingkat wanprestasi yang terjaga di 1,39%," ujarnya.
Untuk meningkatkan literasi keuangan, OJK Sulsel-Sulbar telah melaksanakan lebih dari 1.700 kegiatan edukasi yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Darwisman menekankan pentingnya inklusi keuangan bagi masyarakat. "Kami akan terus mendorong edukasi agar semakin banyak masyarakat yang memahami dan memanfaatkan layanan keuangan," pungkasnya.
BPRNews.id - Risiko kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia menjadi sorotan, terutama akibat perlambatan pertumbuhan sektor ini. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pertumbuhan kredit UMKM hanya mencapai 5,04% secara tahunan (yoy) per September 2024, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengungkapkan bahwa perlambatan ini diiringi dengan peningkatan risiko kredit di sektor UMKM. "Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) UMKM pada September 2024 tercatat sebesar 4%, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,88%," jelas Dian.
Perbankan kini lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit untuk UMKM, terutama karena risiko kredit yang terus meningkat. Pendekatan yang lebih prudent dianggap penting untuk menjaga stabilitas.
Pertumbuhan kredit di segmen mikro tercatat hanya 4,77% yoy per September 2024, jauh lebih rendah dibandingkan 25,69% yoy pada 2023. Meski demikian, segmen mikro tetap menyumbang 44% dari total kredit UMKM dan memiliki risiko kredit yang lebih rendah (NPL sebesar 3,25%) dibandingkan segmen kecil (4,22%) dan menengah (5,17%).
Dian menjelaskan bahwa risiko kredit UMKM secara keseluruhan masih lebih tinggi dibandingkan kredit non-UMKM. Hal ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi pelaku UMKM, terutama dalam menghadapi dinamika ekonomi yang kian kompleks.
Faktor Penyebab Tingginya Risiko Kredit UMKM
1. Karakteristik Pelaku UMKM: Mayoritas pelaku UMKM berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah, yang lebih rentan terhadap tekanan ekonomi.
2. Tekanan Model Bisnis Modern: Perubahan pola bisnis ke arah berbasis teknologi dan capital intensive membuat banyak UMKM kesulitan beradaptasi.
3. Persaingan Produk Impor Ilegal: Produk impor ilegal yang dijual dengan harga murah semakin menekan daya saing UMKM lokal.
“Masuknya produk impor ilegal yang biasanya menawarkan harga lebih murah juga memberikan tekanan terhadap bisnis UMKM,” tegas Dian.
Kondisi ini menjadi pengingat bagi pelaku UMKM dan regulator untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan ekonomi, mengatasi tantangan daya saing, dan mencari solusi jangka panjang guna mempertahankan keberlanjutan sektor UMKM.
BPRNews.id - PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) telah menyalurkan kredit sebesar Rp7,8 triliun kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga akhir September 2024. Jumlah ini mencakup 63,2 persen dari total pembiayaan yang diberikan oleh Bank Sampoerna selama periode tersebut.
Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sampoerna, Henky Suryaputra, mengatakan bahwa sektor UMKM menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dalam setahun terakhir. “Nilai pembiayaan ini meningkat 14,6 persen dibanding tahun sebelumnya, jauh melampaui pertumbuhan pinjaman UMKM di industri perbankan secara keseluruhan, yang hanya naik 5 persen pada periode yang sama,” jelas Henky.
Dari total kredit UMKM tersebut, hampir 67 persen atau sekitar Rp5 triliun disalurkan langsung kepada pelaku UMKM, sedangkan sisanya melalui mitra strategis seperti koperasi, perusahaan teknologi finansial, dan platform peer-to-peer lending.
Henky menambahkan bahwa kolaborasi dengan pihak ketiga serta digitalisasi layanan menjadi strategi utama Bank Sampoerna untuk mendukung UMKM. “Dengan kedua strategi tersebut, kami terus mampu memperluas cakupan penyaluran kredit untuk UMKM hingga ke pelosok dan membantu perekonomian nasional,” katanya.
Sementara itu, sekitar 36,8 persen dari total pembiayaan, atau Rp4,5 triliun, disalurkan kepada nasabah non-UMKM.
Kinerja Bank Sampoerna hingga akhir September 2024 juga menunjukkan pertumbuhan positif. Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat 18 persen menjadi Rp14,6 triliun, jauh melampaui pertumbuhan rata-rata DPK perbankan nasional yang hanya naik 6,7 persen pada periode yang sama.
Rasio Kecukupan Modal (CAR) tercatat sebesar 27,1 persen, sedangkan tingkat kredit macet (NPL) bruto tetap terjaga di angka 3,8 persen.
BPRNews.id - Ida, pemilik Warung Kopi Amiang di Ngabang, Kalimantan Barat, membagikan kisah inspiratif tentang usahanya. Berlokasi di Jalan Pasar Laur, Kecamatan Ngabang, warung ini ramai dikunjungi setiap hari karena posisinya strategis dan menjadi tempat favorit bagi pecinta kopi.
Warung Kopi Amiang telah dirintis sejak 1987 oleh kedua orang tua Ida. Namun, setelah mereka meninggal, Ida mengambil alih pengelolaan atas nama keluarga besar. “Kami sempat mengalami kendala, terutama soal permodalan. Tapi kini usaha kembali bangkit dengan omzet Rp10 juta per bulan, berkat fasilitas kredit UMKM dari Bank Kalbar,” ungkap Ida.
Ida mengakui bahwa Bank Kalbar menjadi pilihannya karena kemudahan proses, pelayanan yang ramah, serta suku bunga kredit yang terjangkau. “Saya sarankan pelaku usaha di Provinsi Kalimantan Barat, dimanapun berada dapat menikmati fasilitas kredit UMKM Bank Kalbar,” tambahnya.
Ngabang, sebagai ibu kota Kabupaten Landak, memiliki sejarah panjang sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Landak sejak zaman Raja Dipati Karang Tanjung Tua pada 1472. Sejarah kota ini mencerminkan kekayaan budaya masyarakat Dayak dan menjadi daya tarik tersendiri.
Ida juga menyoroti potensi besar Ngabang bagi pelaku UMKM. “Karena penduduknya mulai padat, kondisi perekonomian masyarakat mendukung,” katanya.
Dengan perpaduan antara dukungan perbankan dan potensi lokal, kisah Ida menjadi bukti bahwa inovasi dan semangat berwirausaha dapat membawa perubahan besar, khususnya bagi pelaku UMKM di daerah seperti Kalimantan Barat.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa rasio perlindungan di Jawa Timur (Jatim) berada di atas rata-rata nasional. Kepala Kantor Perwakilan LPS II, Bambang S. Hidayat, menyampaikan bahwa jumlah tabungan yang dijamin sepenuhnya telah mencapai 73,66 juta rekening.
"Sebanyak 70,9 juta rekening berasal dari bank umum, sementara 2,65 juta rekening berasal dari bank perkreditan rakyat (BPR) dan BPR Syariah," ujar Bambang, Kamis, 14 November 2024.
Namun, Bambang juga menyebut ada 37,9 ribu rekening yang hanya dijamin sebagian karena saldo tabungannya melebihi Rp2 miliar. "Rasio jaminan sepenuhnya LPS di Jatim mencapai 99,95 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang tercatat 99,94 persen," jelasnya.
Jatim menjadi salah satu wilayah strategis bagi LPS karena menyumbang 12,09 persen dari total rekening nasional, yang mencapai 609 juta rekening. "Bahkan untuk BPR/BPRS, jumlah rekening di Jatim mencapai 16,82 persen dari total rekening BPR/BPRS nasional," tambah Bambang.
Ia juga menegaskan bahwa LPS telah melampaui target yang diamanatkan undang-undang. "Target UU LPS adalah melindungi 90 persen dari total deposan. Kami sudah jauh melebihi amanah tersebut," katanya.
Terkait penanganan bank bermasalah, Bambang mengungkapkan bahwa Jatim menjadi wilayah dengan jumlah proses likuidasi yang signifikan. "Sejak 2005, LPS telah menangani likuidasi 18 bank di Jatim. Saat ini, ada enam lembaga yang sedang dalam proses likuidasi. Namun, saya tegaskan, tidak ada kasus yang memberikan dampak ekonomi yang luas," tuturnya.