BPRNews.id - Menteri BUMN Erick Thohir kembali mendorong pembentukan bullion bank atau bank emas guna memperkuat hilirisasi di sektor logam mulia. Dalam mewujudkan rencana ini, Erick mengajak MIND ID, holding BUMN pertambangan, bekerja sama dengan PT Pegadaian, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI). Menurutnya, kehadiran bullion bank akan membuka peluang Indonesia untuk berperan dalam pasar logam mulia global. "Coba bersinergi dengan Pegadaian, BRI, dan BSI supaya kita punya bullion bank. Bagaimana pasar logam ini juga kita menjadi bagiannya, itu hilirisasi juga," ungkap Erick dalam acara penandatanganan perjanjian jual beli logam emas antara PT Freeport Indonesia dan PT Aneka Tambang Tbk. di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
Erick optimis dengan potensi ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, sehingga menjadikan bullion bank sebagai opsi investasi yang dapat diakses masyarakat. “Dengan pertumbuhan ekonomi kita yang makin baik dan tentu sebagai opsi tabungan masyarakat Indonesia, ya tabungan emas ini menjadi sesuatu yang perlu kita dorong juga ke depan,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, atau Tiko, menyatakan bahwa minat terhadap emas meningkat di kalangan investor global, yang menganggapnya sebagai aset aman di tengah ketidakpastian geopolitik dan fluktuasi inflasi. “Saya percaya emas ini enggak meredup. Dengan situasi geopolitik yang sekarang semakin tidak terprediksi, dan aset yang juga naik turun harganya, banyak asset management company [dunia] pada investasi lagi ke emas,” ujar Tiko pada Mei 2024.
Selain itu, Kementerian BUMN turut mengupayakan penguatan ekosistem emas domestik, salah satunya melalui pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, yang diperkirakan menghasilkan 50 ton emas batangan setiap tahun. Tiko juga mendukung Pegadaian untuk memperluas layanan bullion, berdasarkan kajian yang menunjukkan kesiapan perusahaan dalam mengelola transaksi jual beli emas.
Menurut Yohanes Winarto, pengacara Koeshardjono, dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan dan diterima oleh beberapa pihak, termasuk mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono, pejabat dan anggota DPRD Sragen, serta Wakil Bupati Sragen saat itu, Agus Fatchur Rahman yang kini menjabat sebagai Bupati Sragen. "Berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki Pak Koes (Koeshardjono-red), klien kami telah mencairkan pinjaman kredit di BPR BKK Karangmalang dan BPR Djoko Tingkir senilai Rp 36 miliar. Dana itu sebagian kecil digunakan untuk pembayaran pokok dan bunga pinjaman, sementara sisanya membiayai kegiatan bupati, wakil bupati, pejabat, dan anggota DPRD Sragen," jelas Yohanes.
Koeshardjono, yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Sragen pada tahun 2003-2005, disebut sebagai pihak yang berwenang dalam pencairan pinjaman, sehingga dapat mencairkan dana tersebut di kedua BPR. Pencairan dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan Bupati Sragen Untung Wiyono, Wakil Bupati Agus Fatchur Rahman, dan pejabat Sragen lainnya.
Setiap kali pinjaman kredit cair, utusan atau ajudan dari pejabat tertentu datang untuk mengambil uang tersebut, terutama dari orang-orang dekat Untung Wiyono. "Dari total dana Rp 36 miliar, lebih dari 50% digunakan untuk kebutuhan di luar kedinasan Untung Wiyono," tegas pengacara asal Semarang ini.
Menanggapi bantahan dari pihak Untung Wiyono yang menyatakan tidak pernah memberikan surat kuasa atau mandat kepada Koeshardjono untuk mencairkan pinjaman di BPR BKK Karangmalang dan BPR Djoko Tingkir, Yohanes membantah pernyataan tersebut. Sebagai Kepala BPKD Sragen, menurutnya, kliennya menerima surat kuasa untuk menempatkan dana kas daerah dalam bentuk deposito. Sesuai peraturan, yang berwenang dalam pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah (bupati). Namun, bupati dapat mendelegasikan kewenangan tersebut kepada pejabat di bawahnya. Dalam kasus penempatan dana kas daerah Sragen ini, Bupati Untung Wiyono memberikan kuasa kepada Kepala BPKD Koeshardjono.
"Ada surat kuasa perjanjian kredit, makanya cq Pemkab. Surat kuasa itu atas perintah bupati. Bila Pak Untung membantah tak memberikan mandat kepada Pak Koeshardjono, nanti diuji saja," ujar Yohanes. Ia menambahkan bahwa, sesuai peraturan, pemindahan atau penempatan kas daerah ke deposito diperbolehkan, asalkan tidak memengaruhi keuangan daerah. Bunga dari hasil deposito masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan digunakan untuk keperluan Pemkab. "Namun, masalah muncul ketika dana itu digunakan di luar kebutuhan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen, dan pencairannya dilakukan tidak sesuai prosedur di luar penggunaan APBD," tutupnya.
Langkah tersebut dilakukan OJK Cirebon dengan menggelar evaluasi kinerja dan sosialisasi beberapa Peraturan OJK (POJK), yang dihadiri oleh 40 pengurus dari 19 BPR di wilayah Ciayumajakuning, pada Kamis.
Beberapa POJK yang disosialisasikan dalam forum tersebut antara lain POJK 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Antifraud bagi Lembaga Jasa Keuangan, POJK 11/2024 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan, dan POJK 9/2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah.
Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib, dalam sambutannya menekankan bahwa BPR memiliki peran vital sebagai sumber pendanaan bagi masyarakat, terutama bagi pelaku usaha ultramikro dan mikro yang menjalankan usaha produktif namun belum terjangkau oleh layanan Bank Umum maupun Bank Umum Syariah.
"Untuk menjalankan peran tersebut, BPR perlu tumbuh sehat dan kompetitif, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kontribusi BPR terhadap perekonomian daerah," ujar Agus.
Agus juga menambahkan bahwa tata kelola yang baik adalah hal utama yang harus dipenuhi oleh BPR agar kegiatan usahanya dapat berjalan secara bertanggung jawab, melalui sistem pengendalian internal serta manajemen risiko. Oleh karena itu, OJK terus mendorong agar BPR segera menindaklanjuti POJK 12/2024 yang efektif berlaku mulai 31 Oktober 2024.
"Pengurus BPR diharapkan terus mengampanyekan budaya antifraud kepada seluruh pegawai BPR, termasuk dengan penandatanganan pakta integritas sebagai bentuk komitmen bersama, serta menegakkan ketentuan antifraud dengan sungguh-sungguh," lanjut Agus.
Kinerja BPR di Ciayumajakuning pada periode September 2024 menunjukkan performa yang positif dengan profil risiko serta likuiditas yang memadai. Penyaluran kredit meningkat sebesar 0,53 persen (yoy) menjadi Rp2,07 triliun. Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) turut mengalami peningkatan sebesar 3,62 persen (yoy) menjadi Rp2,21 triliun, meskipun terjadi sedikit penurunan aset sebesar 1,01 persen (yoy) menjadi Rp2,72 triliun.
Dari sisi sektoral, penyaluran kredit didominasi oleh sektor konsumsi sebesar 50,55 persen, diikuti oleh sektor modal kerja sebesar 46,84 persen, dan investasi sebesar 2,61 persen. OJK terus mendorong agar BPR lebih fokus pada penyaluran kredit produktif bagi pelaku UMKM di Ciayumajakuning melalui produk kredit yang terjangkau, mudah, dan murah bagi para pelaku usaha.
BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan bahwa hingga September 2024, sebanyak 99,95% simpanan nasabah di bank-bank di Jawa Timur dijamin sepenuhnya, angka yang lebih tinggi dibandingkan cakupan jaminan nasional. Kepala Kantor Perwakilan LPS II, Bambang S. Hidayat, mengimbau agar nasabah di Jawa Timur tidak perlu khawatir dengan simpanannya karena LPS menjamin keamanan mereka.
"Cakupan rekening yang dijamin penuh di Jawa Timur mencapai 99,95%, sedikit lebih tinggi dibandingkan nasional yang berada di angka 99,94%," ujar Bambang. Sementara itu, secara nasional, LPS mencatat bahwa 99,94% rekening nasabah bank umum dan 99,98% rekening nasabah BPR/BPRS dijamin sepenuhnya hingga akhir September 2024. Jumlah ini mencakup 583.822.118 rekening di bank umum serta 15.381.828 rekening di BPR/BPRS.
Secara jumlah rekening, Jawa Timur berada di urutan ketiga nasional dengan 71,01 juta rekening, namun menempati posisi kedua secara nominal dengan total nilai simpanan mencapai Rp772 triliun. "Di Jawa Timur, cakupan terhadap seluruh rekening nasabah sudah hampir mencapai 100%. Sesuai undang-undang, cakupan minimal adalah 90%, dan ini menunjukkan bahwa kita sudah mencapai target yang diamanatkan undang-undang," tambah Bambang.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pertumbuhan pembiayaan peer-to-peer (P2P) lending untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga Agustus 2024, pembiayaan P2P lending dan multifinance untuk UMKM tercatat tumbuh 8,98% secara tahunan, mencapai Rp182,13 triliun, melampaui pertumbuhan sektor perbankan yang hanya mencapai 4,3%. Namun, secara nilai, kontribusi P2P lending masih jauh di bawah kredit perbankan yang mencapai Rp1.379,4 triliun, dengan pembiayaan P2P lending tercatat sebesar Rp4,97 triliun.
"Dalam rangka mendorong peran Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) dan perusahaan pembiayaan, OJK telah meluncurkan Roadmap LPBBTI 2023–2027 dan Roadmap Perusahaan Pembiayaan 2024–2028," ujar Agusman, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dalam keterangan tertulis pada Kamis (7/11). “Industri ini kami dorong untuk meningkatkan pembiayaan sektor produktif, termasuk UMKM,” tambahnya.
Agusman menjelaskan, industri pembiayaan diminta untuk memperbesar limit pembiayaan sektor produktif, mengatur bunga, dan memperkuat sinergi dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK), UMKM, serta sektor ekonomi prioritas. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, inklusi keuangan, serta pemberdayaan UMKM sebagai dasar dalam rencana bisnis 2025.Lebih lanjut, Agusman menjelaskan bahwa aturan baru yang tertuang dalam RPOJK menetapkan batas pembiayaan produktif P2P lending sebesar Rp10 miliar, namun hanya dapat diterapkan oleh penyelenggara LPBBTI yang memenuhi kriteria tertentu. "Penyelenggara LPBBTI harus memiliki tingkat wanprestasi (TWP90) maksimal 5% dalam enam bulan terakhir dan tidak sedang dikenai sanksi pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha oleh OJK,” ujarnya.