BPRNews.id - Bank Indonesia (BI) tengah mengembangkan Rupiah Digital sebagai bentuk Central Bank Digital Currency (CBDC) dalam rangka mendukung era digital, yang direncanakan dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025-2030. Menurut BI, Rupiah Digital adalah representasi digital dari uang Rupiah fisik, yang diterbitkan langsung oleh BI dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, mirip dengan uang kertas, uang logam, uang elektronik, dan kartu debit atau kredit.
Rupiah Digital akan terbagi menjadi dua jenis: Rupiah Digital Wholesale untuk transaksi keuangan skala besar antara bank dan lembaga keuangan, dan Rupiah Digital Ritel yang ditujukan untuk transaksi harian oleh masyarakat umum. Perbedaan utama dengan uang elektronik terletak pada penerbitnya—Rupiah Digital diterbitkan oleh bank sentral, sementara uang elektronik dapat diterbitkan oleh berbagai lembaga.
BI menegaskan bahwa Rupiah Digital tidak akan menggantikan uang tunai dan elektronik, tetapi justru menambah opsi dalam ekosistem pembayaran digital. "Uang elektronik adalah representasi digital dari uang fisik, sedangkan Rupiah Digital adalah uang digital murni yang tidak memiliki bentuk fisik sama sekali," jelas BI.
Penerbitan Rupiah Digital bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama di kalangan generasi muda yang sudah terbiasa dengan transaksi digital, sekaligus menjaga stabilitas sistem pembayaran. Meskipun masih menghadapi banyak tantangan, BI yakin bahwa pengembangan Rupiah Digital adalah langkah yang tak terelakkan.
BPRNews.id - Industri perbankan di Provinsi Sumatera Utara mencatatkan kinerja positif hingga Mei 2024, seperti yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala OJK Sumatera Utara, Khoirul Muttaqien, melaporkan bahwa penyaluran kredit oleh bank umum di Sumatera Utara mencapai Rp 266,71 triliun, mengalami peningkatan sebesar 7,26% secara tahunan (year on year/yoy). Angka tersebut menjadi pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2023.
Menurut Khoirul, sektor produktif, terutama sektor industri pengolahan, berkontribusi signifikan dengan kenaikan sebesar 11,93% yoy, dengan nilai kredit mencapai Rp 61,24 triliun. Selain itu, kredit untuk kendaraan bermotor juga menunjukkan pertumbuhan yang kuat, sebesar 17,43% yoy, dengan total Rp 5,11 triliun.
Khoirul menyatakan, "Secara umum, kinerja bank umum di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang positif, yang dicapai dari 58 perusahaan bank umum." Ia menambahkan bahwa mayoritas kredit disalurkan ke sektor produktif, dengan porsi 69,76%, sementara sektor konsumtif mencatat porsi sebesar 30,24%.
Selain itu, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh bank umum di Sumatera Utara juga mengalami pertumbuhan selama lima bulan pertama 2024, dengan total DPK mencapai Rp 317,37 triliun, meningkat 5,62% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah rekening DPK di Sumatera Utara mencapai 26.763.708 rekening, meningkat 6,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi aset, total aset bank umum di Sumatera Utara tercatat Rp 340,14 triliun, tumbuh sebesar 5,50% secara tahunan. Namun, rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) juga mengalami peningkatan, mencapai level 2,05%, naik dari 1,81% pada bulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kredit terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 84,04%.
BPRNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penerbitan dan Pelaporan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menjelaskan bahwa peraturan ini bertujuan untuk memperluas sumber pembiayaan fiskal pemerintah daerah melalui pasar modal dan meningkatkan keterbukaan informasi serta pengawasan penerbitan obligasi dan sukuk daerah. Peraturan ini menggantikan tiga POJK sebelumnya dari 2017, yakni POJK Nomor 61, POJK Nomor 62, dan POJK Nomor 63.
POJK 10/2024 mencakup sejumlah penyesuaian penting, termasuk kewajiban baru untuk pemeringkatan obligasi dan sukuk daerah. Selain itu, ketentuan mengenai penyampaian laporan keuangan pemerintah daerah kini hanya memerlukan publikasi di situs web pemerintah daerah, bukan diserahkan langsung kepada OJK. Peraturan ini juga menghapus kewajiban penyampaian dokumen pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan mengatur ulang persyaratan dokumen peraturan daerah dalam proses pendaftaran.
BPRNews.id - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kirana Indonesia memindahkan kantor pusatnya dari Pare, Kediri, ke Surabaya untuk mendekatkan diri dengan pusat bisnis dan mempermudah akses bagi pelanggan. Langkah ini diambil seiring dengan pertumbuhan basis nasabah yang mayoritas berada di kota besar.
Didirikan pada tahun 1996 dengan nama awal BPR Prima Dadi Arta, BPR Kirana Indonesia mengalami perkembangan pesat setelah diambil alih oleh Komunal Group pada Januari 2022. Perpindahan kantor pusat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi layanan dan memperkuat kehadiran perusahaan di kota-kota besar.
“Hingga akhir Juli 2024, kami telah memiliki lebih dari 11.000 nasabah, sebagian besar dari kawasan perkotaan,” ujar Direktur Utama BPR Kirana Indonesia, Natanael Edwin Supranoto, pada peresmian kantor baru di Surabaya. “Mayoritas nasabah kami berada di kota besar, oleh karena itu kami memutuskan untuk memindahkan kantor pusat ke Surabaya.”
Pertumbuhan aset BPR Kirana Indonesia sangat signifikan, dari Rp 5,6 miliar menjadi Rp 963,3 miliar dalam waktu kurang dari tiga tahun. “Pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga yang signifikan mencerminkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap BPR Kirana Indonesia,” kata Direktur Operasional BPR Kirana Indonesia, Yonathan. “Dengan relokasi ini, kami berupaya memperluas jangkauan layanan dan terus melayani nasabah setia dengan lebih baik.”
BPR Kirana juga menekankan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh transformasi digital dan inovasi layanan, termasuk produk unggulan seperti e-deposito, tabungan dengan bunga kompetitif, dan kredit usaha. Selain itu, BPR Kirana telah menjalin kolaborasi dengan lebih dari 150 BPR lain dalam penyediaan likuiditas dan sindikasi kredit.
“Dengan kantor baru di Surabaya, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dan berkontribusi pada kemajuan industri BPR secara keseluruhan,” tambah Yonathan.
BPR Kirana Indonesia, yang telah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan sejak 2 Juni 1997 dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga menjaga rasio NPL Net pada kisaran 0,7-1,2 persen dan meraih predikat sangat baik dalam kelompok BPR beraset Rp 250-500 miliar. BPR Kirana juga tercatat sebagai salah satu yang unggul dalam rentabilitas, likuiditas, dan efisiensi, menduduki peringkat ke-26 dari 1.551 BPR di Indonesia berdasarkan asetnya.
BPRNews.id - Penyandang disabilitas menjadi prioritas utama dalam program edukasi keuangan yang diluncurkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejalan dengan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan pada Jumat (9/8/2024), “Penyandang disabilitas perlu dibekali dengan keterampilan literasi keuangan agar mereka dapat lebih mandiri secara finansial dan hidup sejahtera.”
Friderica menyatakan komitmen OJK untuk mendukung hak-hak penyandang disabilitas dan memastikan mereka bisa memanfaatkan produk serta layanan keuangan dengan optimal. “Kami mendorong Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
OJK juga menginstruksikan PUJK untuk menerapkan kebijakan pelindungan konsumen yang ramah disabilitas serta menyediakan layanan khusus. Sebagai bagian dari upaya ini, OJK telah mengeluarkan POJK Nomor 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan serta meluncurkan Program Satu Disabilitas Satu Rekening (Tuntas) untuk mendorong keuangan inklusif.