Standard Post with Image
bank umum

Mulai 31 Oktober, Bank Wajib Laporkan Strategi Anti Fraud

BPRNews.id  -  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya penerapan sistem kebijakan anti-fraud di industri perbankan yang rentan terhadap penipuan. Mulai 31 Oktober 2024, bank umum diwajibkan melaporkan strategi anti-fraud sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) No. 12 tahun 2024 tentang Strategi Kebijakan Anti Fraud atau POJK SAF LJK. Aturan ini merupakan penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya, POJK No. 39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum.

"Ini merupakan integrasi ketentuan OJK terkait penerapan strategi anti-fraud yang berlaku di beberapa sektor jasa keuangan dan perluasan cakupan menjadi seluruh sektor jasa keuangan," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, Senin (30/9).

Dian menjelaskan bahwa POJK SAF LJK disusun dengan memperhatikan urgensi penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di sektor swasta. Sebelumnya, hal ini telah diatur melalui beberapa regulasi seperti Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi dan Surat Edaran KPK No. 19 Tahun 2021 tentang Pengendalian Gratifikasi di Industri Jasa Keuangan.

"POJK SAF LJK ditujukan untuk meminimalisasi terjadinya fraud melalui penguatan sistem pengendalian internal LJK serta mendukung penerapan manajemen risiko di LJK," ungkap Dian.

POJK ini mengatur beberapa hal penting yang harus diterapkan oleh LJK, termasuk penyusunan dan pelaporan kebijakan strategi anti-fraud, kewajiban penerapan sistem deteksi fraud, serta peningkatan pemahaman internal dan eksternal terkait risiko fraud. LJK juga wajib memiliki unit kerja khusus yang menangani penerapan strategi anti-fraud sesuai dengan kompleksitas usaha.

"Bank diwajibkan melaporkan strategi anti-fraud setiap semester dan melaporkan kejadian fraud yang berdampak signifikan paling lambat tiga hari kerja setelah kejadian tersebut," tambah Dian.

Standard Post with Image
REGULATOR

LPS Jamin 99,78% Rekening BPR dan BPRS hingga Agustus 2024

BPRNews.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat hingga Agustus 2024, pihaknya telah menjamin 99,78 persen atau sekitar 15,81 juta rekening nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Sementara itu, rekening nasabah bank umum yang dijamin seluruh simpanannya mencapai 99,27 persen dari total rekening atau setara dengan 592,42 juta rekening.

"Cakupan simpanan perbankan tersebut melampaui amanat Undang-Undang LPS (UU No 24/2004) yang minimal harus 90 persen, dan juga berada di atas rata-rata negara anggota International Association of Deposit Insurer (IADI) yang berada di level 80 persen," ujar Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Purbaya juga mengungkapkan bahwa hingga September 2024, LPS telah menangani 15 BPR yang mengalami kebangkrutan hingga izin usahanya dicabut. Dari jumlah tersebut, 8 BPR bangkrut setelah penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), ditambah 7 BPR lainnya sehingga totalnya menjadi 15 BPR.

Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa total dana yang telah dicairkan untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR ini mencapai Rp899,37 miliar, mencakup 108.288 rekening nasabah.

"Dari hasil verifikasi, LPS menyatakan 99,23 persen atau 107.457 rekening dari total 108.288 rekening sudah layak dibayar, dengan total simpanan layak dibayar sebesar Rp719,37 miliar," jelas Didik. "Dari jumlah tersebut, kami telah melakukan dropping pembayaran sebesar Rp658,79 miliar," tambahnya.

Sebagai bagian dari upaya memperkuat BPR, LPS saat ini sedang menyiapkan program percontohan penerapan sistem teknologi informasi (IT) untuk 100 BPR yang dipilih, mulai tahun depan. Program ini dirancang untuk meningkatkan daya saing BPR terhadap bank umum dan platform pinjaman daring (pinjol).

"Tahun ini studinya sudah dilakukan, dan kami berencana melakukan pembelian perangkat keras pada tahun 2025," kata Purbaya. Ia menambahkan bahwa LPS juga berencana mengembangkan program pelatihan manajemen jarak jauh bagi BPR, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kompetensi manajemen BPR dalam menghadapi tantangan industri keuangan yang terus berkembang.

 

 

 

Standard Post with Image
bank umum

LPS pertahankan tingkat bunga penjaminan di level 4,25 persen

BPRNews.id  - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mempertahankan tingkat bunga penjaminan perbankan di level 4,25% untuk simpanan rupiah bank umum. Sementara untuk bunga penjaminan simpanan valuta asing (valas) di bank umum dan rupiah di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) tetap di level 2,25% dan 6,75%.

"Rapat dengan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan simpanan di bank umum dan BPR dengan rincian masing-masing sebagai berikut; untuk bank umum 4,25%, valas 2,25%, untuk Bank Perekonomian Rakyat 6,75%," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Tingkat bunga penjaminan ini akan mulai berlaku pada periode 1 Oktober 2024 hingga 31 Januari 2025. Purbaya menjelaskan keputusan ini mempertimbangkan beberapa hal. "Kami mempertimbangkan time lag dan respons penurunan suku bunga simpanan atas kebijakan bunga acuan bank sentral yang masih terbatas," ujarnya. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin hingga berada di level 6%.

Purbaya juga menambahkan bahwa cakupan simpanan dari segi nominal maupun jumlah rekening masih memadai. "LPS juga memberikan ruang lanjutan bagi perbankan dalam pengelolaan likuiditas dan suku bunga," jelasnya.

Tingkat bunga penjaminan ini merupakan batas suku bunga simpanan maksimal agar simpanan nasabah masuk dalam program penjaminan. "Kami mengimbau agar bank transparan dan terbuka dalam menyampaikan informasi mengenai besaran tingkat bunga penjaminan yang berlaku saat ini," kata Purbaya. Bank-bank diharapkan dapat menempatkan informasi ini di tempat yang mudah diketahui nasabah.

Ia juga mengingatkan pihak perbankan agar selalu memperhatikan tingkat bunga penjaminan ketika mengelola dana nasabah. "Dalam operasional sehari-hari, bank diminta mematuhi regulasi yang sudah ditetapkan untuk menjaga likuiditas tetap sehat," pungkasnya.

Standard Post with Image
BPR

LPS Kucurkan Rp899 Miliar untuk Bayar Klaim Nasabah BPR yang Bangkrut

bprnews.id - Hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) yang izinnya telah dicabut, dengan total dana yang dikeluarkan untuk membayar klaim nasabah mencapai Rp899,37 miliar.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa dari total 15 BPR tersebut, delapan di antaranya terkena dampak dari penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang memiliki tenggat waktu hingga 8 Januari 2024.

Sementara itu, tujuh BPR lainnya ditangani dalam periode Januari hingga September 2024. Ia menambahkan bahwa total dana klaim sebesar Rp899,37 miliar tersebut mencakup 108.288 rekening nasabah.

"LPS sudah melakukan dropping terhadap simpanan tadi, dan kemudian dilakukan rekonsiderasi verifikasi, dan dinyatakan proses rekonsiderasi verifikasi itu mungkin sudah hampir 90% atau 85% selesai," ungkap Didik di Kantor Pusat LPS, Jakarta, Senin (30/9/2024).

Lebih lanjut, Didik menjelaskan bahwa dari keseluruhan jumlah tersebut, 99,23% atau 107.457 rekening dinyatakan layak untuk dibayar. Dana simpanan yang layak dibayarkan mencapai Rp719,37 miliar, dan hingga saat ini LPS telah menyalurkan pembayaran sebesar Rp658,79 miliar.

Standard Post with Image
REGULATOR

BI, OJK, dan BEI Resmi Luncurkan Lembaga CCP

BPRNews.id - Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi meluncurkan lembaga baru bernama Central Counterparty (CCP) pada Senin (30/9/2024). Peluncuran ini turut diikuti oleh delapan bank yang menjadi peserta serta penyetor modal awal CCP.

Acara peluncuran ini dihadiri oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmojo, serta beberapa pimpinan perbankan nasional, termasuk Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja dan Direktur Utama BRI Sunarso.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa peluncuran CCP adalah langkah penting dalam pengembangan pasar uang dan valuta asing (valas) derivatif di Indonesia. "Ini adalah legasi kita. Mari kita persembahkan kepada masyarakat, karena dengan kerja sama, kita bisa memperdalam pasar uang dan valas derivatif domestik," ujar Perry dalam acara tersebut.

Menurut Perry, sejak krisis keuangan global, Indonesia belum memiliki CCP Sistem Bank Netting Transaksi (SBNT) secara 

close out netting”, dan dengan peluncuran CCP ini, risiko transaksi di pasar valas dan uang dapat diminimalisir. "Karena sistemnya tersentralisasi dengan “close out netting”, risiko antar pihak dapat kita kurangi. Ini mengurangi risiko kredit yang tinggi," jelas Perry.

CCP sendiri berfungsi sebagai lembaga kliring dan novasi (pembaruan utang) untuk transaksi antar anggotanya. Dengan posisi di antara pihak-pihak yang bertransaksi, CCP memitigasi risiko kredit, likuiditas, serta risiko pasar terkait pergerakan harga.

 

Peluncuran CCP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta instruksi dari Financial Stability Board G20 untuk anggotanya.

Perry menekankan manfaat utama dari keberadaan CCP di Indonesia, di antaranya meningkatkan volume transaksi di pasar uang dan valas, menekan risiko kredit, memperbaiki pembentukan suku bunga, serta mengurangi biaya utang pemerintah.

Untuk mendukung implementasi CCP, BI menggandeng BEI, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan delapan bank besar, yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata. Kerja sama ini disepakati dalam pengembangan CCP di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA) pada Agustus lalu.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa OJK mendukung penuh penyertaan modal oleh delapan bank tersebut. "Dengan adanya penyertaan modal oleh Bank Indonesia dan BEI, kami berharap hal ini dapat memperkuat pengembangan CCP serta meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pasar," ujar Mahendra.

Mahendra juga menambahkan bahwa OJK telah melakukan koordinasi dengan BI, BEI, dan KPEI untuk memastikan keselarasan CCP dengan standar internasional. Selain itu, OJK tengah menyiapkan perubahan aturan permodalan bank umum dan surat edaran terkait persyaratan margin untuk transaksi derivatif yang tidak dikliringkan, serta perhitungan eksposur bank terhadap CCP.

"Ketiga aturan ini akan mendukung reformasi OTC derivatif, termasuk implementasi transaksi melalui CCP," tegas Mahendra.


 

 

 

Copyrights © 2024 All Rights Reserved by BPR News